Fimela.com, Jakarta Medusha Collection, sebuah bisnis fashion dengan nama unik yang ternyata mengandung banyak arti bagi seorang Amik Dwiokta Matalia. Bagaimana tidak? Ketika awal merintis usahanya sepuluh tahun silam, ia mengalami banyak kegagalan.
Berbekal kegiatan sosial di timur pulau Bali, ia banyak mendapat inspirasi. Hingga akhirnya, ia mampu mendirikan Medusha Collection, fashion brand yang menonjolkan kain khas Nusantara.
Bali bagian timur, terutama daerah Klungkung dan Karangasem, khas dengan kain tenun tradisional. Rasa optimis yang tinggi untuk membantu perekonomian dan para penenun di sana, membuatnya berani mempelajari dunia bisnis lebih dalam.
Advertisement
Awalnya, usaha yang ia geluti kini menjual aksesori, bukan produk fashion seperti saat ini. Ia memanfaatkan kain perca tenun endek untuk dibuat sebagai aksesoris seperti bandana, scrunchies, anting, dan gelang.
Bermodalkan modal pinjaman dari orangtua dengan surat perjanjian di atas kertas dan materai, lahirlah Medusha Collection. Kala itu, ia memanfaatkan media sosial di tengah eksistensi Tenun Endek yang belum se-eksis sekarang.
“Waktu itu Sebagian besar orang mengenal tenun endek hanya untuk pakaian formal saja. Itupun karena harganya yang terbilang mahal,” ujar Amik saat diwawancarai Fimela belum lama ini.
Medusha menggunakan kain tradisional Nusantara sesuai misinya, yakni memperkenalkan kain Nusantara hingga ke dunia Internasional. Kain tersebut ialah Tenun Endek Bali, khususnya hasil karya dari penenun di daerah Sampalan, Klungkung dan Karangasem.
Selain itu, Medusha juga menggunakan kain Batik Jumputan, kain batik dengan teknik pembuatan dijumput. Bisa dikatakan, batik jumputan adalah kain tie-dye tradisional.
“Kami juga menggunakan batik cap pekalongan dengan pilihan motif dan warna yang khas yang kami sesuaikan dengan setiap koleksi yang dikeluarkan,” ujar Amik.
BACA JUGA
Advertisement
Teruskan hobi masa kecil
Kegagalannya di dunia bisnis fashion di 2012 lalu membawa Amik ke titik saat ini. Sebelum sesukses sekarang, ia pernah rugi hingga jutaan rupiah. Tekadnya yang tinggi dalam berdagang ini sudah ia wariskan semenjak kecil.
Perempuan bernama lengkap Amik Dwiokta Matalia tumbuh di sebuah desa kecil di Kabupaten Tabanan, Bali. Perempuan kelahiran 2 Oktober 1996 ini memang menyenangi kegiatan berdagang dari usia belia.
Berawal dari permainan “berdagang”, waktu kecilnya ia habiskan dengan berjualan jajanan keliling. Ia juga membagikan pengalaman uniknya di mana saat sekolah, ia pernah dipanggil ke ruang guru karena berjualan di kelas.
Notabene-nya, di setiap sekolah sudah memiliki koperasi. Namun, hal itu tak menyurutkan niatnya. Amik terus melanjutkan hobi berdagangnya hingga bisa membeli modem seharga Rp499.000 dengan hasil jerih payahnya.
Misi mulia pertahankan budaya
Ethnic dan authentic, menjadi dua kata yang menggambarkan bisnisnya. Amik membeberkan, ia terinspirasi dari tanah kelahirannya Bali, di mana masyarakatnya tangguh mempertahankan budayanya.
“Sebagian besar produk kami dinamakan dengan nama-nama tokoh atau tempat yang berhubungan dengan kisah-kisah Nusantara. (Contohnya) seperti Manggala, Jenggala, Puan, Dayuh dan lainnya,” terang Amik.
Pada awal berdiri, Medusha tergabung dalam sociopreneur sebuah yayasan yang memiliki ragam kegiatan bagi kaum marjinal. Selain itu, Medusha menjadi media bagi ibu rumah tangga agar tetap aktif menjalankan hobi menjahit.
“Di balik nama yang terkesan seram dan unik, terdapat makna tentang women empowerment yang mendalam. Dan kami berharap bisa tetap menjaga dan mengembangkannya dengan baik,” ujarnya.
Penulis: Ersya Fadhila Damayanti
#Women for Women