Fimela.com, Jakarta Pada tahun 2015, Ben Wirawan dan rekannya Hanafi Salman yang merupakan dua pemuda asal bandung sedang mencoba untuk mencari solusi atas berbagai kekhawatiran yang biasa ditemui seseorang saat sedang melakukan traveling. Di samping itu ia memikirkan tentang bisnis fashion yang tidak banyak dilakukan oleh pelaku usaha di Indonesia, dan memikirkan produk apa yang akan memiliki pasar yang besar.
Setelah melakukan riset, mereka menemukan bahwa traveling menjadi sesuatu yang tumbuh sangat cepat.
Advertisement
BACA JUGA
"Kalau dulu kan traveling itu kita mau pindah dari titik A ke titik B ya, kalau sekarang terutama untuk generasi milenial, gen z, mereka melihat traveling ini bukan cuma pindah lokasi, tapi gaya hidup. Artinya kita melihat bisnis yang berhubungan sama traveling, mau jualan tiket, mau seandainya akomodasi, atau seperti kita Torch, kita membuat produk-produk yang hubungannya untuk memfasilitasi traveling mereka mulai dari pakainnya, tas nya, footwear nya, itu akan tumbuh. Kita melihatnya seperti itu," unkap Ben.
Advertisement
Perjalanan dari menghadiri pameran-pameran hingga digitalisasi melalui e-commerce
Jika dilihat sekarang, Torch merupakan produk yang dijual secara digital dan sangat mudah untuk dipasarkan serta didistribusikan ke seluruh Indonesia. Namun hal tersebut tidak terjadi secara instan terutama ketika merilis produk pertamanya.
Pada awal didirikan, produk-produk tersebut dipasarkan secara offline melalui agen, distributor serta pameran-pameran yang ada di seluruh Indonesia.
"Pada saat itu kita udah tau digital marketing akan tumbuh, cuma masih belum bisa. Jadi sambil belajar kita eksekusi saja secara offline," ungkap Ben.
"Memang sih produk-produk itu kemudian diambil sama agen-agen, sama distributor. Dan itu udah se-Indonesia loh, jadi saya muterin pulau jawa gitu. Pameran, wah pameran capeknya setengah mati kalau pameran itu kan," lanjut Ben.
Ben juga mengungkapkan walaupun pendistribusiannya cukup terbantu oleh para agen dan distributor, namun beberapa memiliki kendala pembayaran. Pembayaran kepada pihak Torch saat itu mulur berbulan-bulan bahkan hingga tahunan. Sehingga mengakibatkan kekacauan pada keuangan bisnis miliknya.
Namun hingga akhir 2016 penjualan Torch mulai dilakukan secara digital. Ben merasa lebih terbantu dengan masuknya Torch ke penjualan secara digital, karena selain membantu teraturnya keuangan perusahaan juga memberikan pasar yang lebih luas untuk produknya.
Perkembangan Torch hingga kini
Memulai dengan jual tas, kini Torch menghadirkan lebih banyak produk traveling lainnya mulai dari pakaian, hingga footwear. Perkembangan tersebut sejalan dengan visi misi Torch dari awal, agar bisa memberi kemudahan saat traveling. Kini, Torch juga sudah aktif di media sosial seperti Instagram, dan telah tersedia di berbagai marketplace yang tersedia di Indonesia.
Selain pabrik, Torch juga melibatkan setidaknya 20-30 UKM yang tersebar di seluruh pulau jawa dalam memproduksi setiap produknya, ini termasuk UKM yg memproduksi berbagai bahan yang beroperasi secara terpisah mulai dari material, aksesori, produksi jahit, sablon, hingga bordir. Yang pastinya, diawasi kualitasnya oleh perusahaan.
"(Karena) Ternyata UKM kita sebenarnya juga banyak yang memiliki keinginan untuk maju, nanti dari sisi Torch nya sendiri kita kembangkan sebuah sistem control quality. Di mana setiap titik-titik kritis, jadi kalau buat jahit tas misalnya, oh ini penting sekali. Nanti quality control kita dateng, kita pastikan bahwa semuanya bagus," ungkap Ben.
Pada tahun ini Torch akan mengeluarkan puluhan desain terbaru. Torch juga berkesempatan untuk bekerjasama dengan Marvel.
"Alhamdulillah kita diberi kepercayaan oleh Disney untuk menjadi perusahaan yang memegang license untuk produk-produk tas dan aksesori selama 2 tahun ke depan," ungkap Ben.
Reporter: Jeihan Lutfiah Zahrani YusufÂ
#Women For Women