Fimela.com, Jakarta Berawal dari kesulitan mencari kerudung yang sesuai dengan stylenya ketika pertama kali menggunakan hijab, menjadi alasan Ragil Silvia memulai bisnis fashion muslim.
Memutuskan resign dari pekerjaan kantorannya, dan memanfaatkan waktu luang sebagai ibu baru, Ragil pun memulai membangun bisnisnya dengan mencoba meminta tolong kepada sang suami yang kebetulan seorang grafis desainer untuk membuatkan sebuah desain kerudung.
Dari situlah lahir brand fashion muslim yang diberi nama Puru Kambera pada September tahun 2017 di Bandung dengan signature design yang strong, bold, abstrak dengan sentuhan awal sebagai modest fashion atau fashion muslim.
Advertisement
BACA JUGA
“Awalnya susah cari kerudung dengan motif yang Apalagi mencari kerudung dengan motif yang sesuai, adapun yang cocok, saya merasa harganya terlalu tinggi untuk satu buah kerudung,” ujar Ragil kepada Fimela.com.
Alasan kuat lainnya Ragil memutuskan terjun ke dunia bisnis fashion muslim ialah karena ia melihat demografis penduduk Indonesia dengan mayoritas beragama muslim. Dari sini sudah terlihat jika market fashion hijab yang luas di Indonesia.
Selain itu, tren hijab atau modest wear juga telah berkembang, tidak hanya sebagai pelengkap tetapi juga sebuah style bahkan fashion statement.
“Pada tahun 2017, saya juga melihat peluang, disaat masih sedikit brand yang mengeluarkan koleksi modest wear yang fashionable. Walaupun ada yang mengeluarkan koleksi dengan design oriented biasanya dijual dengan harga yang cukup tinggi, dan kurang affordable. Oleh karena itu, Puru Kambera hadir dengan design signature yang fresh, berbeda dan unik tetapi dengan harga yang masih affordable dimana tiap koleksinya selalu hadir dengan ceritanya masing-masing,” tambahnya.
Advertisement
Berbisnis sejak di bangku sekolah
Ragil sendiri mengatakan Jika dari sisi akademis, tidak ada background sebagai pebisnis atau manajemen bisnis. Namun ia memanfaatkan pengalamanya yang sejak di bangku SMA hingga kuliah yang sudah menjajal dunia bisnis dengan ranah yang berbeda-beda.
Dari mulai berjualan aksesori di kelas sekolahnya, berjualan makanan, hand sanitizer (BBW) yang sedang hits pada zaman 2010, berjualan item fashion, mencoba bisnis travel organizer dengan segmentasi anak kuliah (backpacker), hingga bisnis party planner.
“Alhamdulillah jatuh bangun dari bisnis-bisnis sebelumnya, memberikan banyak pelajaran dan pengalaman yang bisa saya aplikasikan dalam membangun Puru Kambera saat ini,” tuturnya.
Ragil pun menyampaikan jika koleksi pertama Puru Kambera diterima oleh masyarakat luas dan menjangkau beragam kosumen di dalam dan luar negeri.
Meski begitu perjalanan membangun hingga mempertahankan bisnisnya bukan hal yang mudah. Seperti banyak pelaku usaha lain, banyak pengalaman dan tantangan yang dihadapi. Trial and error dilakukan sambil bisnis berjalan dengan tambahan feedback dari customer juga menjadi pertimbangan dan masukan yang sangat penting.
Contohnya, material (bahan baku kain), material packaging, tepian kerudung, penambahan sub varian produk. “T&E dilakukan, lebih kepada pengembangan dan peningkatan kualitas produk,” ujarnya.
Bermodalkan sekitar Rp5-7 juta untuk produksi dan operasional, Ragil merasa menjadi perempuan bukan menjadi hambatan untuk menjalankan bisnisnya. Asalkan membuat time management yang baik agar bisnis dan keluarga berjalan beriringan dengan baik.
“Modal itu sudah termasuk belanja bahan untuk sampling photoshoot, biaya photoshoot (model, fotografer, dan sewa studio), packaging. There's a will, there is a way. Dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan. Hambatan perempuan / pengalaman yang saya pribadi rasakan adalah masalah waktu dalam mengurus rumah tangga, khususnya anak. Tapi membuat "time management" yang baik, Insyaallah antara bisnis dan keluarga dapat berjalan beriringan dengan baik,” ungkapnya.
Kelebihan Puru Kambera yang diterima masyarakat
Walau sudah banyak brand fashion muslim yang menjamur di Indonesia, namun Ragil mengatakan koleksi Puru Kambera selalu mengutaman dan menonjolkan story telling.
Bagaimana cara mengemas dan menyampaikan kepada calon konsumen bahwa setiap karya yang diproduksi tidak hanya sebuah "produk" tetapi juga ada "makna" dari setiap karya yang dibeli, sehingga konsumen ikut merasakan kebanggan saat mengenakan produk tersebut.
Hingga pencapaian yang sangat konkrit adalah, Puru Kambera bisa menjadi lisensi Internasional Partner Disney merupakan big step milestone yang telah dicapai.
“Tentu setiap progress menuju kebaikan atau peningkatan, saya sebut sebagai pencapaian, dan sangat bersyukur akan hal itu. Entah milestone yang dicapai itu kecil atau besar, karna setiap orang memiliki nilai ukur sendiri terhadap semua hal. Namun untuk saat ini, saya bersyukur dalam pandemi seperti ini, Puru Kambera masih bisa survive tanpa mengurangi jumlah karyawan dan masih bisa bertahan,” ujar Ragil.
Di masa pandemi seperti ini, tantangan datang silih berganti. Oleh karenannya dituntut semakin cepat beradaptasi dan terus melakukan inovasi. Dengan strategi yang dijalankan adalah, membuat varian produk baru yang sesuai dengan masa pandemi.
Misal, karena orang banyak yang WFH, membuat piyama atau baju rumahan yang nyaman. Karena tidak ada perangkat alat sholat di mushola/masjid umum, ditambahkan travel prayer set lengkap dengan sajadah, dan inovasi-inovasi produk lainnya yang mendukung masa pandemi.
“Kami juga harus terus memutar otak untuk mempertahankan bisnis ini, mengingat banyak karyawan yang akan kehilangan pekerjaan jika kami tidak bisa survive,” tuturnya.
Kedepannya, goals sebagai brand "Lifestyle" dengan penambahan produk-produk yang dibutuhkan oleh konsumen dalam satu brand yang sama.
“Kami juga ingin dapat mewakili Indonesia untuk menjadi salah satu brand yg menembus pasar regional dan global. Memajukan industry local fashion agar dapat bersaing dengan brand brand internasional yg sudah ada,” papar Ragil mengakhiri sesi wawancara.
Ada pun beberapa tips yang bisa Ragil berikan kepada lokal brand baru, untuk bisa berinovasi dan kreatif dengan memahami target pasar dan menuangkannya dalam ide kreatif.
#elevate women