Fimela.com, Jakarta Selama pandemi, tren gaya hidup untuk lebih menjaga lingkungan kian meningkat. Salah satunya adalah dengan menggunakan dan menghargai barang yang tidak terpakai. Salah satunya metode circular fashion, sebuah gaya hidup di mana kamu menggunakan kembali pakaian, sepatu, dan tas yang sudah digunakan orang lain sebelumnya.
Perlu diingat, Indonesia adalah salah satu kontributor besar perihal fashion waste atau sampah industri fashion. Tidak heran sekarang banyak orang Indonesia yang berbondong-bondong melakukan thrift shopping atau membuka usaha secondhand clothing. Salah satunya adalah Nyoman Yanatri Makarasari atau Oming. Ia bersama kedua temannya, Aulia Dyah Safitri dan Ayu Prima Putri merintis usaha kurator barang secondhand secara daring yang bernama Wabisabi.
Advertisement
BACA JUGA
Arti nama Wabisabi diambil dari konsep jepang yang berarti 'menghargai' atau 'menerima' sesuatu yang tidak sempurna. Misalnya suatu barang dengan kondisi yang sudah tidak baru lagi, tidak lengkap atau ada yang rusak. “Kami harap dengan memakai nama Wabi Sabi para customer juga bisa menerapkan konsep tersebut. Tidak harus baru, tapi mampu menyenangkan hati,” tegas Koming.
Awal mula terbentuk Wabisabi ketika Koming dan dua rekannya merasa banyak sekali baju dan aksesori yang ada di lemari tetapi sangat jarang dipakai. “Karena kita sering kali berganti ganti pakaian. Selain itu, kami yang suka thrifting jg merasa seru untuk mengulik baju-baju preloved lainnya. Lalu kami berpikir untuk mengajak beberapa kontributor untuk bekerja sama,” jelas perempuan kelahiran Banjarmasin ini.
View this post on Instagram
Wabisabi mengajak para pembeli untuk mengubah gaya hidup dengan memakai pakaian maupun aksesori yang yang sudah digunakan sebelumnya. Semoga dengan gaya hidup ini, industri fashion tidak perlu menciptakan barang baru lagi yang dapat merusak lingkungan. Produknya bermacam-macam mulai dari sepatu, tas, dress, cardigan hingga celana jeans.
“Beberapa koleksi ada yang milik kami pribadi dan beberapa barang milik kontributor yang kami ajak kerja sama dengan sistem konsinyasi. Produk tersebut akan kami foto, repackage, dan kami kirim langsung ke kostumer,” kata Oming menjelaskan dari mana datangnya barang-barang secondhand yang dijual di Wabisabi. Produk yang paling laku sampai saat ini yaitu berupa aksesoris seperti tas, sepatu dan topi dengan harga yang bervariasi.
Selain promosi dari mulut ke mulut, Wabisabi juga melakukan sistem promosi melalui sosial media instagram @wabisabi. “Semoga ke depan Kami bisa berjualan di platform lainnya. Pengiriman Wabisabi saat ini masih di wilayah antar Jabodetabek dan luar kota,” jelas perempuan yang menamatkan pendidikan di London School Public Relation jurusan Advertising.
View this post on Instagram
Advertisement
Memperpanjang Life Cycle Sebuah Produk Fashion
View this post on Instagram
Oming yang juga pernah berkarier sebagai fashion stylist di majalah remaja juga memiliki keahlian dalam memilih produk fashion. Ia menambahkan, memulai usaha sebagai kurator secondhand fashion item tidaklah mudah dan memiliki tantangan tersendiri, “Dukanya dalam berbisnis secondhand contohnya seperti perubahan tren yang sangat cepat, tidak adanya repeat order dengan item yang sama karena hanya tersedia 1 piece biasanya. Selain itu dengan banyaknya kompetitor.”
Oleh karena itu Wabisabi menyajikan konten yang bukan hanya dengan berjualan saja, namun juga dengan artikel-artikel yang dikemas dengan menarik. Termasuk tips bagaimana cara melakukan thrifting, “Tips untuk berbelanja preloved online sebaiknya sebelum membeli lihat foto dan size secara detail. Pertimbangkan lagi apakah sesuai dengan style kalian, jangan sampai nanti tidak dipakai dan menumpuk kembali di lemari.”
Barang secondhand tidak bisa diperlakukan sama dengan barang lainnya. Oleh sebab itu, Wabisabi berupaya dalam menjaga barang secondhand yaitu dengan pengemasan dan penyimpanan barang yang sudah terjual. Misalnya, sepatu disimpan di dalam kotak dan baju dilipat dan disimpan di dalam box atau garment bag.
Oming berpikir menjual fashion items yang ada dengan kondisi yang masih layak karena tren yang ada akan cepat berubah. “Bagi perempuan, baju-baju yang ada di lemari sekarang mempunyai life cycle yang sangat pendek. Tren berputar begitupun juga seharusnya dengan pakaian yang ada di lemari kita. Jika tidak sekarang, kapan lagi?” tutup Koming.
Penulis : Adonia Bernike Anaya (Nia)