Fimela.com, Jakarta Perjalanan karier Hian Tjen sebagai seorang desainer menjadi perjalanan panjang yang tidak mudah. Hingga menjadikan dirinya sebagai desainer muda Indonesia yang fokus pada perancangan adibusana.
Melewati 10 tahun perjalanan kariernya, Hian Tjen mampu bertahan dengan rumah modenya sendiri sejak 2008. Mengingat ia hadir di saat banyak desainer yang memilih berkarya dengan bisnis ready to wear yang dianggap lebih visioner. Sementara bisnis made to measure sering diidentikan dengan penjahit rumahan.
Advertisement
BACA JUGA
Merayakan 10 tahun perjalanan kariernya, Hian Tjen menggelar fashion show tunggal bertajul Perfect10n di Raffles Hotel, Jakarta beberapa waktu lalu. Kesan Couturier yang melekat pada dirinya masih begitu kental dengan rangkaian koleksi busana yang ditampilkan.
Masuk dalam koleksi couture 2019/2020, Hian Tjen berpegang pada prinsip berkarya yang menciptakan desain klasik dan refined. Sentuhan feminin dan elegan begitu dominan dalam suguhan rancangan busana.
Advertisement
Terinspirasi dari The Amish
Prinsip inipun dielaborasikan dengan desain koleksi yang terinspirasi dari perempuan dalam komunitas Amish, atau yang lebih dikenal dengan The Amish. Kelompok perempuan tradisional ini bermula pada era Anabaptis Jerman-Swiss sekitar tahun 1600-an. Gaya busana yang polos mencerminkan ikon plain people pada komunitas ini.
Konsep tradisionalis, konvensional, dan klasik inilah yang diadaptasi Hian Tjen dalam 50 rancangan busananya. Tetap relevan dengan gaya hidup saat ini beserta kebutuhan konsumen modernnya. Adaptasi ini diterjemahkan dalam permainan bahan dan eksplorasi teknik detail yang rumit. Seperti embroidery, quilting, beadings, pleats, atau cross stitch. Semua elemen diaplikasikan dalam karya busana yang tidak terlalu berat.
Soal pengolahan bahan, Hian Tjen rela mengolah bahan untuk memberikan karakter khusus ke dalam rancangan busananya. Ia membuat ilustrasi tangan yang menggambarkan budaya sehari-hari perempuan Amish di atas kain dengan teknik tenun yang diproduksi Italia.
Perpaduan siluet dan warna
Selain itu, Hian Tjen juga bereksperimen pada volume dan bentuk. Beberapa bagian di dramatis pada lengan, pundak maupun bawahan. Puff Sleeves dijadikan sebagai focal point untuk atasan dengan ujung lengan yang mengerucut. Beberapa rok pun dibuat menggelembung ketika dipadukan dengan atas yang pas siluet tubuh.
Lyon Lace dipadu dengan tulle, Wool dengan jacquard maupun sulaman klasik Eropa. Semua dikombinasikan dalam perspektif Hian Tjen akan perempuan independen dan modern.
Soal pemilihan warna, Hian Tjen memilih warna broken white, cream, abu-abu, hijau lumut, hingga nude yang merepresentasi warna gaya hidup The Amish.