Judul: Hijrah Bang Tato
Penulis: Fahd Pahdepie
Penyunting: Anif Koes Hernawan & Nurjannah Intan
Perancang sampul: Fahmi Ilmansyah
Ilustrasi sampul: Ayu Hapsari & Fahmi Ilmansyah
Pemeriksa Aksara: Yusnida
Penata aksara: Nuruzzaman
Ilustrasi isi: Ayu Hapsari
Cetakan Pertama, Oktober 2017
Diterbitkan oleh Penerbit Bentang (PT Bentang Pustaka)
Dulu Lalan ditakuti karena sepak terjangnya di dunia para preman, disegani karena tato yang tercetak di hampir sekujur tubuhnya. Namun, kini ia adalah sosok yang berbeda. Ia berjuang untuk istri dan anak-anaknya, “Ingin memberi mereka rezeki yang halal,” katanya. Dan, Lalan bangga menjalani dunia barunya sebagai peracik kopi, meski hijrah ini membuatnya jatuh miskin!
Tahun lalu, pada masa-masa awalnya berhijrah, saat sentimen SARA mencuat dalam pertarungan politik ibu kota, ia masih berujar, “Jika tragedi '98 terulang lagi, toko-toko itu yang kali pertama akan saya bakar!” Sambil menunjuk kompleks pertokoan yang dikelola oleh para pengusaha yang berbeda etnis dengannya. Namun, ia kini punya cara pandang berbeda terhadap mereka yang dulu begitu ia benci, “Ternyata dulu saya salah. Kita mungkin tidak bersaudara dalam iman, tetapi kita bersaudara dalam kemanusiaan ….”
Perjalanan seperti apa sebenarnya yang sudah dilalui Lalan?
Apa yang sudah mengalahkannya secara telak?
Inilah biografi orang biasa. Inilah Hijrah Bang Tato.
***
Selalu menarik membaca sebuah buku dengan mengangkat inspirasi dari kisah nyata. Selalu ada hal-hal menarik dari kisah hidup seseorang. Seperti Hijrah Bang Tato ini, dari judulnya saja kita bisa langsung menebak kalau buku ini berisi kisah hijrahnya seorang pria yang dijuluki Bang Tato.
Adalah Lalan, pria dengan masa lalu yang begitu kelam. Tubuhnya yang dipenuhi tato pun membuatnya lebih akrab dipanggil sebagai Bang Tato. Dulu ia dikenal sebagai pengguna obat-obatan terlarang, pimpinan preman yang sangat disegani, dan terlibat dalam berbagai macam aksi kekerasan. Dunia hitam telah jadi bagian dari masa lalunya yang tak terpisahkan.
Hingga kemudian ia menemukan sebuah titik balik. Bahkan ia berani meminang putri Pak Ustaz yang bernama Nurmah. Tapi apakah benar cinta itu yang membuatnya berubah? Atau mungkin ada hal dan sebab lain yang membuatnya mantap berhijrah? Atau benarkah kejadian soal pocong beberapa waktu sebelumnya itu yang mendorongnya untuk jadi orang yang berbeda?
Kisah Bang Tato dituturkan oleh Fahd secara runut. Fahd juga menuliskan sejumlah interaksi dan obrolannya dengan Bang Tato sendiri. Bahkan Fahd memiliki andil yang cukup besar dalam perjalanan hijrahnya Bang Tato.
Konon, ada cara terbaik untuk mempercepat rezeki: membuka keran rezeki orang lain. (hlm. 90)
Proses hijrah Bang Tato tidaklah mulus. Banyak halangan dan hambatan yang harus ia hadapi. Bahkan ia sempat tidak diperbolehkan salat di masjid karena tubuhnya yang penuh tato. Belum lagi dengan anggapan miring yang ditujukan pada istrinya karena memiliki suami mantan preman.
Namun, pada suatu titik, komitmen hijrah Bang Tato goyah. Ketika ibunya berpulang, Bang Tato merasakan pukulan keras. Ia merasa usahanya untuk menjadi orang yang lebih baik sia-sia belaka. Dalam keterpurukannya itu, ia bahkan sempat meninggalkan istri dan putrinya.
Hijrah itu bergerak ke masa depan. Bukan bergerak ke masa lalu. Kalau kamu hijrah hanya ingin menghapus semua luka di masa lalu, mengubah persepsi orang kepada kamu di masa lalu, kamu emang salah. Salah besar! Hijrah itu buat masa depan! Orang-orang yang perlu pembuktian siapa diri kamu sebenarnya itu ada di masa depan, buka di masa lalu."
(hlm. 200)
Ada banyak hal yang mengharukan di buku ini. Seperti ketika Bang Tato meminta Fahd memberikan nama untuk putrinya yang baru lahir, kisah air mata sang nenek yang membuat Bang Tato mengalami titik balik dalam hidupnya, dan juga soal kisah-kisah kelam masa lalu yang pernah ia lewati. Dari sini, kita akan kembali disadarkan bahwa setiap orang berhak memiliki kesempatan kedua dan membuka lembaran baru.
Sosok Nurmah juga benar-benar luar biasa. Sebelum menikah dengan Bang Tato, ia sebenarnya berstatus janda. Hidupnya menjalani biduk rumah tangga dengan Bang Tato pun tak bisa dibilang mudah. Apalagi ketika Bang Tato belum punya penghasilan, ia tetap bersabar menahan lapar. Tapi kemudian ada sebuah keinginannya yang berhasil dikabulkan suaminya dan hal itu benar-benar sangat mengharukan dan menyentuh hati.
Membaca kisah Bang Tato akan membuat kita ikut bercermin. Kita akan kembali tersindir dan tersentil soal memaknai arti kehidupan yang sebenarnya. Kita akan kembali tersadarkan bahwa hidup ini begitu berharga dan layak diperjuangkan. Sekelam apapun masa lalu yang kita punya, selalu ada jalan untuk kembali pulang. Selalu ada pintu yang akan terbuka meskipun tak semua yang kita lakukan terjadi sesuai dengan harapan dan keinginan.
Advertisement
- Review: Buku Free Writing Karya Hernowo Hasim
- Review: Novel Posesif - Lucia Priandarini
- Review: Buku Critical Eleven Uncut Screenplay + Behind The Scenes
- Review: Novel Pedro Paramo Karya Juan Rulfo
- Review: Novel Cahaya di Tirai Sakura - Riza Perdana Kusuma
(vem/nda)