Judul Buku: A Thousand Miles in Broken Slippers
Penulis: Rosi L. Simamora
Editor: Mirna Yulistianti
Proof Reader: Sasa
Desain sampul depan & Ilustrasi isi: Itjuk Rahayu
Setter: Fitri Yuniar
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Pertama, Januari 2016
Aku dilahirkan di Bolinao, Filipina, di tengah keluarga miskin. Ayah hanya pekerja serabutan, sedangkan Ibu tukang cuci dan pedagang asongan. Sementara sejak berumur delapan tahun, aku sudah jadi pemulung dan tukang bersih bus antarkota.
Masa kecilku getir dan sulit. Bukan hanya disebabkan kemiskinan yang melilit, namun karena kebencian dan penolakan yang dilontarkan dunia padaku. Termasuk oleh kakak-kakakku, yang membenciku karena ayah mereka sangat menyayangiku. Ya, “ayah mereka”, kataku, karena aku ini anak dari hubungan di luar pernikahan.
Tapi justru ayah tiriku itulah yang menjadi penyelamatku. Ia obat bagi setiap lukaku. Ia membentukku dengan nasihatnya, mencintaiku sepenuh jiwanya. Dialah yang membuatku terus berjuang menjadi murid terpandai di sekolah, merebut medali demi medali, meski ke mana pun aku pergi, kakiku hanya beralas sandal jepit yang menipis digerus langkah.
Tapi seperti kata Ayah, “Jangan biarkan sandal jepitmu menjadi jati dirimu.”
Maka aku percaya, tak ada satu pun yang tak dapat kucapai, meski kakiku hanya beralaskan sandal jepit usang.
Benar adanya kalau sebuah kesuksesan tak bisa terjadi secara instan. Ada proses panjang dan jatuh bangun yang harus dilewati. Melewati ujian demi ujian dengan penuh kesabaran meski disertai dengan air mata dan rasa sakit yang luar biasa. Dan manusia selalu punya kendali untuk mengarahkan nasibnya.
A Thousand Miles in Broken Slippers, buku ini berisi cerita yang diangkat dari kisah nyata Leo Consul. Leonardo Jabadan Consul yang biasa dipanggil Dong lahir dari keluarga miskin di Bolinao, Filipina. Kehadiran Dong sempat ditolak oleh keluarganya. Kenapa? Karena ia lahir bukan dari suami sah ibunya. Tak pelak jika Dong kemudian dibenci oleh kakak-kakaknya. Tapi justru ia yang paling disayang oleh ayah tirinya, Ernesto Consul yang ia panggil Tatay.
Dibuka dengan prolog yang menceritakan Leo akhirnya bisa sampai ke Paris, kota yang diimpikan sejak di bangku sekolah, kisah Leo kemudian bergulir ke masa-masa kecilnya. Saat masih duduk di bangku sekolah, Leo sering menghabiskan banyak waktunya di perpustakaan pada jam istirahat. Selain karena tak punya uang untuk jajan, di perpustakaan itulah tak pernah bosan ia membaca buku mengenai Paris dan Menara Eiffel yang begitu gagah di matanya. Ia pun menjadikan megahnya Menara Eiffel sebagai semangatnya untuk bisa sukses agar bisa mengunjunginya kelak.
“Meskipun kakiku hanya berlapis sepasang sandal yang perlahan menipis bersama setiap langkahku, memberi kakiku yang kecil dan kotor kesempatan untuk menciumi setiap senti tanah Bolinao, membawaku ke sekolah, ke tempatku menggali jalan-jalan keluar menuju dunia lewat bebrabagi turnamen dan perlombaan yang kumenangi.” (hlm. 12)
Di tengah semua keterbatasan, Leo berusaha untuk melakukan yang terbaik di sekolahnya. Dengan dukungan Tatay, Leo terus menjaga semangatnya sekolah. Leo membuktikan bahwa dirinya suatu saat nanti akan berhasil. Hanya saja hubungannya dengan sang ibu yang ia panggil Nanay ternyata tak hangat. Sering Leo merasa kecewa dengan ibunya yang seolah tak pernah menganggapnya ada. Apalagi dengan sikap Nanay yang bisa mendadak penuh amarah ketika kalah berjudi. Banyak ujian yang sudah dihadapi Nanay dalam hidupnya, ditambah lagi dengan sebuah kehilangan yang sempat membuat hidupnya makin porak poranda.
Di sekolah, Leo memiliki seorang guru favorit. Guru yang membuka jalannya untuk bersekolah dengan beasiswa. Guru itulah yang juga jadi penyemangat Leo untuk tak pernah berhenti melakukan yang terbaik di tengah semua keterbatasan.
Kisah yang begitu syahdu dan mengalir dengan rangkaian kata indah sang penulis, Rosi L. Simamora membuat kita bisa begitu hanyut dengan setiap episode kehidupan Leo. Banyak pesan tentang kehidupan, harapan, impian, keyakinan, dan juga kematian yang bisa kita petik dari buku ini.
Mungkin benar, meski kematian telah dijatuhkan, ada orang-orang yang terus hidup di dalam diri kita, orang-orang yang mencintai kita, orang-orang yang mengubah hidup kita, orang-orang yang menyentuh jiwa kita. (hlm. 46)
Perjuangan Leo untuk kuliah juga tak mudah. Pun setelah lulus, susah untuk bisa langsung mendapatkan pekerjaan. Sampai akhirnya ia mengadu nasib ke Jakarta. Menjadi guru, ikut audisi, sempat bergabung dengan boyband, hingga terjun ke dunia hiburan. Semua itu penuh dengan liku yang tak ada habisnya.
Sejak kecil, penderitaan, duka, dan kesedihan sudah jadi bagian dari hidup Leo. Tak terhitung berapa kali banyaknya ia harus menahan lapar. Belum lagi dengan cibiran orang-orang akan statusnya sebagai anak haram. Namun, di balik itu semua ia membuktikan kalau ia bisa bersinar dengan caranya.
Advertisement
"Menggali mimpi itu ibarat menggali berlian. Kau terus menggali dan menggali dan menggali, bukan menggunakan sekop melainkan sendok. Dan kau tak boleh berhenti sampai kau menemukan berlianmu jauh di kedalaman sana. Dan kau sudah berjalan sejauh ini, masa' kau ingin berhenti? Bagaimana kalau berlian itu tinggal sekali gali, tapi karena memutuskan berhenti, kau tidak akan pernah menemukannya?" (hlm. 171)
Yang paling saya suka dari buku ini adalah membuat kita jadi bisa lebih memahami makna memperjuangkan mimpi. Banyak orang yang punya mimpi besar. Tak sedikit yang punya harapan tinggi dalam hidupnya. Hanya saja tak semua bisa bertahan untuk terus melangkah dan berjuang. Apalagi ketika dilahirkan dari keluarga yang memiliki banyak keterbatasan, mau menyalahkan keadaan atau takdir, ah rasanya kita tak punya kuasa untuk itu. Tapi selalu ada jalan yang bisa ditempuh untuk mengubah suatu keadaan. Meski ya memang ada duri dan lubang yang tak berkesudahan yang menghadang.
Di tengah semua keterbatasan, meski hanya bisa bersekolah pakai sandal jepit, Leo jadi salah satu sosok yang membuktikan bahwa segala sesuatu mungkin dan bisa dicapai asal mau terus berjuang. Meski ketika ia sudah bisa mendapatkan yang diinginkan, ujian kembali datang menyapa. Bagaimana ia bertahan dengan semua itu? Apa yang dilakukannya untuk melewati setiap hambatan? Di buku A Thousand Miles in Broken Slippers, kita akan menemukan banyak pelajaran dan maknanya.
- [Vemale's Review] ''Dru dan Kisah Lima Kerajaan'' Karya Clara Ng
- [Vemale's Review] Novel ''O'' Karya Eka Kurniawan
- [Vemale's Review] Novel Wander Woman - Nina, Irene, Fina, Silvia
- [Vemale's Review] Dawai-Dawai Ajaib Frankie Presto - Mitch Albom
- [Vemale's Review] Novel ''Satu Hari Bersamamu'' - Mitch Albom
(vem/nda)