Judul: Genduk
Penulis: Sundari Mardjuki
Penyunting: Lana Puspitasari
Advertisement
Desain Sampul: Orkha Creative
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2016
ISBN: 978 - 602 - 03 - 3219 -2
Tebal: 232 hlm
***
Genduk adalah sebuah fiksi yang diceritakan dengan gaya memoar. Berkisah tentang seorang bocah perempuan berumur sebelas tahun, yang tinggal di desa paling puncak Gunung Sindoro, Temanggung. Setting dibuat pada tahun 1970-an ketika petani tembakau sudah mulai mengolah tembakau yang masuk kualitas atas di dunia ini untuk dipasok ke pabrik-pabrik rokok.
Genduk melakukan pencarian jati diri dan pencarian atas sosok ayah yang tidak pernah dilihatnya seumur hidup. Konflik terjadi ketika Genduk menemukan kenyataan mengenai ayah yang selama ini dirindukannya. Konflik pun bergulir terkait dengan permasalahan yang dialami oleh para petani.
***
Apa yang kamu lakukan ketika tidak pernah tahu sosok Ayah sejak kecil? Adalah Genduk yang selalu merindukan sosok Ayah, sejak kecil. Hanya tinggal bersama Yung, hari-harinya di sebuah desa di Gunung Sinduro membuatnya berpikir lebih dewasa dari usia yang sebenarnya.
Genduk selalu merasa ingin tahu tentang keberadaan Ayahnya, sayangnya Yung - Ibu dari Genduk tidak pernah mau membicarakannya. Bahkan Yung, selalu marah ketika Genduk menyebut Pak'e. Hanya Kaji Bawon saja yang sesekali menceritakan bagaimana sosok Ayah Genduk padanya. Konflik batin Genduk saat melihat panen tembakau Ibunya yang selalu gagal membuatnya ingin membuat perubahan. Konflik inilah yang membawanya kepada Kadek, seorang tengkulak yang ia sebut Celeng. Sayangnya Kaduk tidak pernah menepati janjinya untuk membeli hasil panen tembakau Yung.
Kekecewaan inilah yang membawa Genduk untuk pergi meninggalkan rumah, dan berniat mencari Ayah kandungnya. Berbekal petunjuk dari Kaji Bawon ia pergi ke kota. Sayangnya, kenyataan pahit tentang Ayahnya membuat Genduk kembali bersedih. Hmm, apakah itu? Sebaiknya kamu membaca sendiri. Tentu tidak menyenangkan jika saya ungkap di sini.
Tidak selamanya hal menyakitkan ditemui Genduk. Perjalanan ke kota membuatnya bertemu dengan Bah Jan yang menguibah hidup Genduk dan Yung. Sesuatu yang selama ini tidak pernah dibayangkan oleh Genduk.
Novel yang diceritakan dengan gaya memoar ini sangat sederhana. Pupus sudah bayangan novel sastra yang berat setelah saya membaca Genduk. Karena Sundari Mardjuki mampu menyajikan novel sastra ini dengan gaya yang sederhana dan ringan. Nuansa tahun 70'an yang kental membuat saya kembali menyusuri lereng waktu. Suasana tahun 70'an disajikan dengan cukup detail.
Lalu bagaimana kisah Genduk setelah mengetahui kebenaran tentang sosok Pak'e? Dan bagaimana usaha Genduk untuk menyelamatkan panen Tembakau milik Yung? Sebaiknya kamu membaca sendiri novel ini.
Selamat membaca.
(vem/apl)