Konon, ada yang percaya seseorang akan menemukan jati diri sebenarnya saat ia melakukan perjalanan jauh seorang diri. Di situlah ia berkontemplasi, berpikir jernih dan menata kepingan-kepingan hidupnya yang terserak.
Setidaknya itulah yang berhasil saya maknai setelah membaca Passport to Happiness karya Ollie ini. Saya telah membaca beberapa buku Ollie lainnya, seperti The Power in You dan Girls in Tech. Tetapi baru di buku ini kisah yang dituturkan Ollie seolah keluar dari lubuk hatinya yang terdalam. Lepas dan legowo, mungkin itulah yang tepat mewakili kesan saat membaca buku setebal 176 halaman ini.
Advertisement
Dalam buku ini, Ollie menceritakan perjalanannya melintasi 11 kota dengan 11 cerita yang berbeda-beda, saat dan pasca dirinya berpisah dengan mantan suaminya. Perjalanan dimulai dari Ubud, Bali, saat Ollie dilanda rasa galau soal hubungannya yang hampa dengan mantan suaminya (saat itu masih menjadi suaminya). Ubud yang tenang dan sejuk, membawa Ollie berkenalan dengan Ketut Liyer. Ketut Liyer adalah sosok Medicine Man yang ada dalam buku fenomenal Eat, Pray, Love, yang membuat Ollie bertanya-tanya saat meninggalkannya dan berhasil memahami maksud perkataannya bertahun-tahun setelahnya.
Dalam buku ini, Ollie mengajak kita menjelajahi Dublin dari kacamata yang romantis. Dublin dan Irlanda melahirkan penyair-penyair kenamaan seperti Oscar Wilde yang berhasil membuat Ollie mencurahkan apa yang ada dalam hatinya dalam bentuk kata-kata dan puisi.
"Menulis puisi telah membantuku mengeluarkan semua rasa yang tidak seharusnya aku simpan begitu saja di dalam hati."
Berjumpa, menjalin hubungan dekat dengan seseorang dan upaya menemukan cinta sejati memang layaknya menempuh perjalanan dan petualangan yang penuh lika-liku. Tujuannya hanya satu, manusia menginginkan kebahagiaan. Namun, seperti yang dikatakan Ollie,
"Aku belajar, at the end of the day, kebahagiaan bukan berada di suatu tempat, bukan juga berada di tangan orang lain. Tetapi kebahagiaan itu ada di dalam diri sendiri. Jika kita tidak bahagia kala sendiri, maka kita tidak akan bahagia saat bersama orang lain. Jika kita tidak bahagia di sini, maka kita tidak akan bahagia di sana meskipun tempatnya begitu indah."
Overall, Passport to Happiness memberikan kita sudut pandang bahwa perjalanan bukan hanya membawa kita pada satu kota ke kota lainnya dan menempuh perjalanan panjang antar negara. Tetapi, perjalanan akan membawa kita pada suatu pengalaman, orang-orang yang berbeda dan cara berpikir yang berbeda pula, khususnya dalam memandang kehidupan dan romansa.
Judul: Passport to Happiness
Penulis: Ollie
Editor: Resita Wahyu Febriratri & Nila Suri
Desain Sampul: Mulya Printis
Ilustrasi Isi: Oktarina Lukitasari
Jenis Buku: Kumpulan Cerita
Penerbit: GagasMedia, Jakarta Selatan
Tahun Terbit 2015
ISBN 979-780-834-3
(vem/wnd)