Fimela.com, Jakarta Mencitrakan diri bisa dilakukan dengan banyak, begitu banyak, cara. Disadari atau tidak, saya, kamu dan miliaran manusia di Bumi kedapatan membentuk gambaran pribadi di tiap guliran detik. Tak hanya lewat keputusan-keputusan yang diambil, kita pun dicerminkan dengan cara berpakaian.
Meski tak selalu absah, setidaknya terdapat satu-dua gagasan besar yang tersangkut dalam poin berbusana. Tidak tidak, jangan mengira tulisan ini hendak membicarakan tips fashion dari a sampai z, lantaran saya lebih tertarik menyoroti identitas kecil lewat cara berpakaian.
Advertisement
BACA JUGA
Di antara sejumlah busana, kaus merupakan satu yang tak jua bercerai dengan hidup. Entah Amu Darya membeku atau sebaliknya. Tak peduli kamu tim mi matang atau setengah matang. Simple, sekiranya itulah yang menjawab alasan sebagian orang, termasuk saya, ketika ditanya mengapa tetap berkaus dalam banyak kesempatan.
Kesederhanaan si kaus ini sebenarnya membuat banyak klasifikasi dalam paras. Ada yang meletakkan kutipan, juga menggambarkan landskap sebuah destinasi menawan, sementara beberapa malah dengan nyaman menyertakan gambar-gambar unik. Terselip di antaranya, tak menyertakan band kesukaan terasa seperti 'dosa besar' untuk pemakai kaus.
Tak hanya jadi sepotong kain untuk menutupi tubuh bagian atas, kaus band, dalam pandangan saya, merupakan identitas diri. Bagaimana bisa? Bukankah peran si kaus mestinya sama dengan pakaian lain? Apakah tak lebih bijak mengidentifikasi dengan memerhatikan cara bertutur?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa dijawab iya tanpa ba bi bu, namun mengapa juga tak mengatakan tidak? Kaus band seyogianya memiliki peran ekstra dalam mencerminkan diri. Jadi, seberapa berpengaruh?
Advertisement
Kaus Band Berbicara Lebih Keras dari Suara
Suara bukanlah satu-satunya cara untuk berbicara. Dialog-dialog verbal tentu tak jadi media tunggal untuk berkomunikasi. Terdapat berbagai alternatif di antaranya, termasuk mengenakan kaus band. Kok bisa? Tentu saja dengan mengenakannya orang lain bisa langsung mengidentifikasi dirimu.
Bukan keseluruhan memang, melainkan di aspek sempit perihal kesukaan. Selain itu, lewat analisis sotoy dan berbincang dengan beberapa kawan, saya berkesimpulan para pengguna kaus band ini biasanya punya konsentrasi lebih dalam di musik, baik pelaku maupun penikmat.
Logisnya, seseorang akan enggan mengenakan apa yang tak benar-benar disukai (kecuali kehabisan baju dan harus pinjam orang lain), lalu menjadikan simbol itu sebagai gambaran diri. Jika benar sedalam itu maknanya, kamu malah berkesempatan membaca gambaran kasar kepribadian seseorang berdasarkan nuansa musik dari band atau musisi kesukaan mereka.
Biarpun ada juga orang yang mengenakan kaus band atau musisi tanpa tahu sedikit, apalagi banyak, tentang sang 'idola', kamu tetap bisa menyimpulkan sifat mereka. Tapi ingat, kesudahan pendapat ini bersifat sangat pribadi, bisa saja salah (namanya juga manusia) dan tak menggambarkan berbagai detail.
Karenanya, kamu herus tetap cermat, hati-hati dan jangan sampai tertipu dengan mereka yang (terlebih sering) mengenakan kaus band. Bagaimanapun, terdapat juga orang-orang yang memang ingin dilihat persis seperti ia memperlihatkan.
Seperti pakaian lain, sudah semestinya kamu tak lagi melihat kaus band semata busana penutup tubuh, namun juga representasi diri di bentuk nyata, namun juga tak nyata di saat bersamaan. Jadi, kamu tim pakai kaus band yang benar-benar disuka, dipakai aja dulu tahunya nanti atau malah nggak pakai kaus band?
Asnida Riani,
Editor Kanal Style Bintang.com