Fimela.com, Jakarta Nirina Zubir bukan sosok biasa di industri hiburan tanah air. Belasan tahun berkarier sebagai aktris, beragam penghargaan pun telah diraihnya dan bagi Nirina, menggeluti dunia film tak hanya sekadar mengukir karya tetapi juga menggali rasa dan pembelajaran untuk diri.
Menurut Nirina itu adalah hal yang mahal hingga membuatnya merasa kaya akan rasa dan pengalaman. "Sebagai pemain film tuh banyak mengenali rasa, banyak pengalaman, menjadi orang yang bukan kita di kehidupan sehari-hari, gitu. Itu membuat (saya) merasa jadi orang kaya saja dalam hal bukan materi ya, tapi lebih (kaya akan) rasa, pengalaman, itu tuh lebih mahal sih," ucapnya saat berbincang dengan Fimela baru-baru ini.
Bercerita tentang perjalanannya berkarier di industri hiburan, Nirina menyebut dirinya kini lebih selektif dalam menentukan proyek mana yang akan ia ambil. Bukan tanpa alasan, sebagai seorang ibu, Nirina ingin selalu ada dan menjadi bagian dari pertumbuhan anak-anaknya.
Advertisement
"Na tuh kalau sekarang nih milih banget kalau main film atau dikasih tawaran-tawaran tuh milih banget. Karena, first thing I have to know lingkungannya sehat apa enggak? Terus kedua jam kerjanya aman apa enggak? Karena satu, Na sudah (harus) memposisikan diri, waktu itu sangat mahal. Mahal dalam arti karena Na udah punya anak dua, sudah beranjak dewasa, keberadaan diri Na sebagai seorang ibu itu kan sangat penting ya buat anak-anak yang lagi mau beranjak dewasa ini," tutur Nirina.
"Jadi, Na pengen kehadiran Na itu ada. Kalau misalnya ada kerjaan nih sekarang kayak, timang-timangnya itu banyak banget. Jadi, ya Na udah di titik itu banget sekarang, sangat milih, orangnya nyaman apa enggak, sekelilingnya, jam kerjanya juga gitu. Karena menurut Na harusnya kita bisa bekerja di jam kerja yang nyaman ya, karena kan kesehatan kita tuh di atas segalanya juga gitu. Apalagi sekarang, kesehatan tuh mahal kan," lanjut Nirina menggambarkan pertimbangannya dalam memilih tawaran kerja yang datang.
Bicara soal hidup sehat, baru-baru ini Nirina mencetak sejarah baru di usianya yang kini menginjak 43 tahun, yaitu lari maraton sejauh 42,2 km. "Ternyata umur itu bukan pembatas untuk kita eksplorasi lagi dan mencapai sesuatu," ucapnya.
Nirina pun mengungkap perasaan tak menyangka jika kondisi fisiknya bisa mencapai batas yang dianggap tak mungkin di usia yang hampir menginjak setengah abad. "Ternyata di usia 43 tahun ini, alhamdulillah masih bisa menjalankan sebuah maraton yang adalah 42,2 kilo. Itu adalah perayaan buat Nirina, selebrasi untuk diri sendiri bahwa Alhamdulillah di usia segini masih bisa melakukan hal-hal yang sebenarnya di luar batas normal," lanjutnya.
Bercerita tentang olahraga lari yang digeluti, Nirina menyebut kegiatan ini adalah salah satu yang ia tunda. Bukan tanpa alasan, tumbuh di lingkungan pelari dan tahu banyak tentang cedera yang dialami, membuat Nirina sempat enggan untuk memulainya. "Lari itu sebenarnya olahraga yang memang buat Nirina tunda-tunda. Ada tiga olahraga yang Na tunda-tunda. Satu itu lari, dua itu tenis, ketiga itu golf," ucapnya.
Namun seiring berjalanya waktu, Nirina tahu apa masalah dan rasa sakit yang muncul saat menjadi pelari adalah karena ada sesuatu yang salah dalam melakukannya, seperti langkah yang tak tepat, terlalu cepat, hingga terlalu ambisius.
"Di awal kan semua orang pada 'Pace berapa lo? Kencangnya seberapa lo?', gitu. Jadi kayak, 'Oh main kencang-kencangan'. Padahal in the end of it all, it's not about how fast you are, but how you can actually play mind games. Karena lari itu kan mind games ya. It's you and your pace. It's you and yourself," tutur Nirina.
Dalam kesempatan ini, Nirina pun tak hanya bercerita tentang dirinya dan dunia lari, tetapi juga bagaimana olahraga tersebut memberikan warna baru dalam kehidupan asmaranya dengan sang suami, Ernest Coklat. "Kalau kita mengerjakannya bersama-sama, saling ngerti, bisa jadi malah lebih harmonis," kata Nirina tentang bagaimana ia dan Ernest menjadi lebih seirama dan mengerti satu sama lain karena menggeluti hal yang sama.
Perbincangan dengan Nirina Zubir pun terasa begitu hangat di mana ia banyak bercerita tentang hubungannya yang semakin berkembang dengan Ernest Coklat, pandangan hidup, serta bagaimana senyum di wajahnya tetap tercipta di tengah banyaknya masalah hidup yang di hadapi. Semua itu terangkum dalam kutipan wawancara yang bisa Anda temukan di bawah ini.
BACA JUGA
Advertisement
Lari dan Irama Cinta
Berlari tak hanya membuat Nirina memebus batas dirinya, tetapi juga membawa irama baru dalam kehidupan cintanya dengan Ernest Coklat.
Bagaimana kalian menyukai dan menjalani olahraga lari bersama? Olahraga ini bikin kalian lebih harmonis kah?
Banget. Sebelum Nirina dan Ernest lari bersama ini kan memang sebelumnya kita juga pernah suami-istri ride. Itu bersepeda bareng, dan ternyata kalau kita bikin sebuah kegiatan olahraga yang bersama pasangan, kita tuh jadi satu irama. Satu irama tuh dalam arti, kalau kita lagi latihan dam latihannya lagi berat banget, kalau kita sama-sama ngerjainnya, kita pulang, kita istirahat, kita power nap tuh kan pasangan kita bakalan ngerti.
Sedangkan kalau misalnya aku olahraga sendiri, pasangan aku enggak ngerti, begitu aku pulang, “Yang bikinin itu dong". “Bikinin?! Kamu enggak tahu aku capek banget?", gitu. Jadi iramanya tuh pasti akan berbeda. Tapi kalau kita mengerjakannya bersama-sama, saling ngerti, dan bisa jadi malah lebih harmonis.
Bagaimana maraton 42,2 km kemarin menumbuhkan rasa yang kuat untuk cinta kalian?
Waktu kemarin pas kita marathon bareng itu Ernest dalam kondisi tidak fit. Tapi Na jadi makin kenal sama dia. Di KM 18 dia baru bilang ternyata dari kilometer sebelumnya dia tuh sudah enggak enak badan tapi dia nahan sampai di kilometer 18, dia bilang “Yang aku meriang”, itu berarti dia sudah gak bisa tahan banget. Wah baru kilometer 18. OMG belum ada setengah, gitu kan. Terus aku langsung bilang, “Yaudah terserah kamu mau bagaimana, aku dengerin kamu dan aku minta kamu dengerin badan kamu. Kalau kamu mau jalan, kamu mau lebih pelan lagi, aku ikutin ketukan kamu.”
Terus kita masih lari-lari kecil, lari-lari kecil sampai ke kilometer 30 akhirnya dia bilang “Aku enggak kuat. Yuk kita jalan saja atau lari saja tapi semampu kita aja, yah”. Masing-masing jadi cheerleader-nya masing-masing. Ayok, bisa, bisa, bisa!
Tapi di situ lah akhirnya jadi kayak teamworknya tuh terasa. Mangkanya dibilang tadi, keharmonisan kebangun gitu kan. Dan akhirnya sudah masuk Central Park, sudah mau di garis finish tuh bener-bener udah liat kiri kanan, "Ayang dikit lagi yang”. Campur aduk tuh rasanya. “Yuk, we did it. We did it. C’mon. C’mon”.
First time and we did it together. Dan waktunya yang lebih kita enggak percayanya lagi, waktu kita tuh sama plek ketiplek sampe ke microsecond-nya. Kita liat-liatan sampai "Hah?" Sebegitunya kita memang menggaungkan suami-istri run atau pacaran tuh bener-bener kayak bener-beneran terjadi yah gitu.
Dan senang banget karena habis dari situ orang-orang tuh pada ngomong “Ternyata enak yah lari (sama pasangan)". Maksudnya seirama sama suami apa atau sama pasangan gitu yah, kita pun merasa begitu dan semoga itu menular lah ke yang lainnya juga.
Menurut Anda apa yang harus dilakukan pemula saat hendak menjadi pelari?
Pakai coach. Itu penting banget. Satu, karena coach itu kan ada dengan pengalamannya masing-masing, dan mereka ada juga untuk jagain kita. Make sure research dulu coach-nya. Siapakah dia? Pernah megang siapa saja? Pengalamannya dia apa? Karena Na pernah bertemu dengan satu orang coach yang dia sendiri belum pernah full marathon tapi dia sudah jadi coach.
Terus Na pikir, pada saat itu Na sudah ketemu dan enggak lama kemudian dia baru tuh full marathon. Na pikir, kenapa ya kok dia belum pernah full marathon? Ternyata dia tipe orangnya yang very detail. Jadi dia latih dulu, latih dulu, sampai kemampuannya sampai di titik tertentu yang dia inginkan. Makanya pas lagi full marathon ternyata 3 jam selesai full marathon. Berarti kan “Oh nih orang menjunjung tinggi proses dan kesempurnaannya” gitu kan. Jadi enggak yang “Pokoknya gue harus coba dulu, harus coba dulu.” Tipe orang kan beda-beda dan di sini keliatan tuh karakter orang tuh.
Nah, jadi Na malah respect orang-orang yang kayak coach tadi itu, yang belum pernah full marathon tapi dia udah jadi coach. Tapi begitu dia memenuhi apa yang dia belum pernah itu waktunya bagus banget.
Di awal menggeluti lari, Nirina sempat fisioterapi, pernah ingin menyerah kah menggeluti olahraga lari?
Nggak sih. Memang kayaknya di dalam diri tuh kayak penasaranan banget orangnya gitu ya. Gak ada rasa pengen berhenti. Malah justru banyak pertanyaan yang pengen kejawab tuh dengan cari tahu gitu. "Ini kenapa ya? Kok gue salah sih? Kok gue sakit sih? Orang yang disabilitas aaja bisa gitu, masa gue?". Coba deh, coba, cari tahu gitu. Makanya disitu akhirnya pake coach, ikut komunitas dan akhirnya jadi tahu.
Hati Senang adalah Obat
Di usia yang kini menginjak 43 tahun, banyak yang mengatakan sosok Nirina tak banyak berubah alias awet muda. Nirina pun mengungkap bagaimana ia menjalani hidup dan memaknai berbagai kejadian tak menyenangkan di balik senyum yang selalu ia tunjukan.
Dalam menghadapi berbagai cobaan hidup, apa yang penting ada dalam diri seseorang?
Mungkin yang paling penting sih sebenarnya ‘hati senang adalah obat’ itu benar sih yah, enggak ada satu pun manusia yang tidak dihadapi dengan ujiannya masing-masing. Cuman kan bagaimana caranya kita menghadapinya. Kalau dipikir-pikir empat tahun terakhir adalah empat tahun yang paaaaaaling gilaa buat Nirina.
Karena empat tahun terakhir ini dari Ibu meninggal, kasus tanah mencuat, dua tahun kemudian lagi bapak meninggal. Jadi kayak, "Der der der". Sampe seorang teman, Uus komedi, dia bilang, “Teh udah teh nikmatin aja” dia bilang gitu. “Teteh kan sudah sejauh ini berprestasi enggak pernah punya masalah dalam karir. Nah sekarang lo lagi di kasih ujian, nikmatin aja”.
Anj*r nikmatin aja gitu kan. Cuma dipikir-pikir ya sudah, belajar juga dari beberapa teman yang hidupnya juga dihadapi masalah, kayaknya selama kita masih bisa bernafas tuh kan enggak ada masalah yang enggak bisa diselesain kan. Jadi ya sudah, face it and let's see what it's gonna give.
Na mencoba untuk tidak menjadi orang yang pemarah, karena amarah yang memendam itu menjadikan penyakit ada di badan kita, karena kita yang memberikan trauma itu ke badan kita.
Meredam amarah itu juga kemudian menjadian Nirina awet muda?
Kenapa kita mungkin jadi kelihatan lebih muda, ya mungkin itu cara kita membawa diri dan juga pola makan, pola istirahat, dan itu dua penting sih. Istirahat tuh paling penting, banget.
Ternyata kemarin itu bersama Ringgo Agus Rahman, kita berdua bener-bener ngejar menurunkan berat badan. Nirina sampai 13 kilo, Ringgo sampai 10 kilo. Itu semua tidak bisa terjadi kalau kita tidak bisa tidur cepat. Jadi itu yang Na bilang kenapa istirahat itu penting banget.
Bagaimana dengan diet yang dijalani?
Ada beberapa pola yang Na jalankan dan diet itu please jangan strict dengan satu diet saja. Jadi, jadikan diet itu journey dalam mencapai goal. Kayak misalnya orang ada yang intermittent, yes intermittent bisa. Tapi kan intermittent terus di dalam titik dan jam yang sama untuk waktu yang terlalu lama itu juga akan ada mentoknya juga.
Jadi buat Na, Na lakukan semua tuh, jus detox Na kerjain, makan sayur Na kerjain, ngurangin garam iya. Banyak yang bilang, "Ya sudah lah Nirina, hidup tuh cuma sekali". Justru itu hidup cuma sekali, jadi gimana caranya Insya Allah kalau diizinkan sama Allah, Na pengen bisa menjalankan hidup yang sehat di umur yang panjang, bisa lihat anak-anak gede terus nemenin kan enak kan menjadi nenek yang keren.
Soal pandangan hidup, hal apa yang selalu Anda pegang?
Na sih selalu melihat apapun itu senyumin saja deh. Karena ya itu, enggak ada orang yang enggak ada masalah. Semua orang pasti ada cobaannya masing-masing. Dengan pola pikir dan menghadapi (masalah) yang tenang, anggap sebagai perjalanan, bukan beban. “Oh nih perjalanan gua lagi di bawa ke sini nih. Apa yah yang bisa gue kerjain? Apa yah hal baik setelah kejadian ini.”
Terkahir, pesan untuk sahabat Fimela?
Buat Sahabat Fimela, semuanya. Sering banget Nirina dapat kata-kata, “Nirina ketawa mulu, enggak pernah ada masalah yah? Nirina kayaknya gak ada beban hidupnya”. Hmmmm gak dong.
Semua kembali lagi bagaimana cara kita menghadapi hidup kan. Dan satu lagi adalah, kalau mau cerita sama siapapun mendingan ceritain yang baik-baik saja deh. Kalau ada yang tidak baik, kalau yang kurang menyenangkan hadapin dan selesaikan (sendiri).
Karena kalau kita terlalu banyak curhat, nanti terlalu banyak yang tahu tentang masalah kita, bukannya jadi dapat solusi malah kita jadi bahan untuk ghibahan orang lain. Hahahahaha. Jadi, stay strong, face your life with the smile in your face and you know what, we are that strong.