Fimela.com, Jakarta Kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia sudah tak perlu diragukan lagi. Sayang, derasnya arus budaya asing yang masuk belakangan membuat kebanggaan publik, khususnya generasi muda terhadap kearifan lokal mulai terkikis. Berlandaskan dari keprihatinan itu, Pagelaran Sabang - Merauke pun diinisiasi.
Sejak awal tahun 2022, Pagelaran Sabang - Merauke sudah tiga kali naik panggung mempersembahkan keanekaragaman budaya bangsa. Setelah sukses digelar di Pelataran Candi Prambanan dan Djakarta Theater, iForte dan BCA kembali menggelar pertunjukkan serupa di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan pada 12 dan 13 November 2022. Hasilnya, banyak wajah Indonesia dari keanekaragaman budaya yang dimiliki kembali terpampang ke publik.
Total, Pagelaran Sabang - Merauke melibatkan 6 penyanyi nasional, 144 penari profesional dan 46 musisi modern dan tradisional. Selain itu, turut terlibat juga Batavia Madrigal Singers sebagai pendukung yang menampilkan 21 lagu daerah dan satu lagu nasional dalam durasi satu jam pertunjukkan.
Advertisement
Advertisement
Banyak Ekspresi
Meski terbilang singkat untuk menampilkan keragaman budaya bangsa, Pagelaran Sabang - Merauke sukses mempertunjukkan banyak ekspresi wajah budaya Indonesia dalam bentuk nyanyian, tarian, dan kostum yang diperagakan. Lagu Ibu Pertiwi dan Tanah Airku membuka pagelaran dengan suasana haru. Berikutnya, lagu Bungong Jumpa dan Tari Ratoh Jaroe dari Aceh menjadi wajah pertama budaya daerah yang dipertontonkan. Disusul lagu Sik Sik Sibatumanikam, Kampuang Nan Jauh di Mato, Injit Injit Semut, Soleram, dan Gending Sriwijaya merepresentasikan ragam ekspresi Indonesia dari Pulau Sumatera.
Berpindah ke Pulau Jawa, keriangan lagu Manuk Dadali dan Tokecang dari Jawa Barat kemudian dilengkapi dengan refleksi wajah terkini Ibukota Jakarta saat lagu Ondel-Ondel dibawakan. Tak muncul dengan busana daerah, para penari keluar dengan keanekaragaman kaum urban mulai dari anak sekolah, kaum pekerja, ojek online, preman, dan lapisan masyarakat lainnya. Disusul lagu Yen In Tawang, Gugur Gunung, dan Rek Ayo Rek, wajah budaya dari Pulau Jawa pun sukses terwakili.
Sisanya, wajah daerah lain seperti Bali, Kalimantan, NTT, Sulawesi, hingga Indonesia bagian Timur direpresentasikan lewat lagu Janger, Ampar-Ampar Pisang, Bolelebo, Gemufamire, Angin Mamiri, Sipatokaan, Rasa Sayange, Sajojo, serta Yamko Rambe Yamko.
Diajak Kembali Membumi
Yang kemudian menarik, kembali jika berkaca dengan durasi penampilan yang terbilang singkat, setiap peralihan lagu, tarian, hingga kostum yang ditampilkan tersusun rapi, hampir tanpa cacat. Selama pertunjukkan, perasaan penonton seolah disadarkan untuk 'mudik'ke daerah asal masing-masing.
Sampai pada akhirnya, lagu Ibu Pertiwi dan Tanah Airku kembali dilantunkan sebagai penutup. Setelah diajak kembali mengingat budaya daerah, lagu tersebut seolah menyadarkan para penonton jika ragam wajah dengan banyak ekspresi yang tersaji ialah milik Indonesia, negara yang belakangan terkontaminasi arus budaya asing.