Fimela.com, Jakarta Rachel Amanda, sosoknya begitu melekat di ingatan banyak orang, mengingat ia telah menunjukkan dirinya di layar kaca sejak usia 2,5 tahun. Kini, di usianya yang menginjak angka 26, Amanda pun telah mengalami banyak liku kehidupan, juga tumbuh menjadi sosok populer yang dicintai banyak orang.
Bicara tentang kehidupannya, sebagai aktris perempuan Amanda mengaku pernah merasakan dianggap sebelah mata karena fisiknya. "Pernah ada masanya diragukan, 'Ini kayanya Manda perannya akan anak kecil terus deh atau ya range perannya akan segitu-gitu aja'," katanya berkisah dalam wawancara bersama FIMELA. "Pernah, pernah ada di masa itu dan sempat kaya agak ngedown juga digituin," tambahnya.
Seiring berjalannya waktu, Amanda pun memilih untuk mengambil hal positif dari pandangan tersebut dan hasilnya, ia bisa melangkah lebih ringan hingga membuatnya benar-benar mampu menunjukkan potensi diri dalam memainkan beragam peran yang ditawarkan.
Advertisement
Di usia yang semakin dewasa, Rachel Amanda menyadari banyak hal saat ia masuk dan mengenali dirinya, termasuk pentingnya memiliki batasan. "Ternyata nggak enakan itu masalah besar, bukan masalah kecil. Penting ya punya batasan, bahwa se-care-nya sama orang, kita harus menentukan juga batasannya," tutur Amanda.
BACA JUGA
Aktris bergelar Sarjana Psikologi ini juga menjelaskan bahwa menentukan batasan tak hanya dilakukan untuk diri sendiri, tetapi juga orang lain. "Kita menentukan batasan itu karena kita care sama orang di sekitar kita, karena kalau kita nggak membiarkan batasan itu, sadar nggak sadar kita akan (jadi) nyebelin sih," tuturnya.
Soal proses pendewasaannya, Rachel Amanda juga berkisah tentang dirinya yang kerap memiliki perasaan "nggak enakan" kepada orang lain, yang ternyata bisa menimbulkan hal negatif dalam diri, termasuk merusak kebahagiaan. "Nggak enakan itu bukan masalah kecil, itu masalah besar. Kita nggak akan pernah bisa menyenangkan semua orang. Nggak akan. Mungkin bisa, tapi bisa dipastikan lo-nya yang nggak senang," ujarnya mengenang kata-kata dosennya yang kemudian menyadarkan dirinya.
Mengubah masalah tersebut pun diakui Amanda bukan hal yang mudah. Ia pun menunjukkan salah satu hal yang ia lakukan untuk mengontrol dirinya dari rasa tersebut, yaitu dengan berani menyampaikan sesuatu yang tak ia sukai.
Memilih untuk menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya, Rachel Amanda juga menyadari bahwa tidak terlalu keras kepada diri sendiri dan menikmati segala proses kehidupan, juga menjadi hal yang harus dilakukan.
"Jadi dinikmati aja once step at the time. Satu-satu. Kayak yang aku pelajari juga, nggak semua hal bisa didapatkan dalam satu waktu and it’s okay. Semua orang juga ada waktunya," tukasnya.
Menikmati hidup dan proses kehidupan hanyalah sebagian dari obrolan panjang seru FIMELA dengan Rachel Amanda. Aktris kelahiran 1995 ini juga menyamaikan banyak hal termasuk soal kekerasan seksual, mengelola emosi, hingga caranya bahagia, yang bisa Anda ketahui secara lengkap di bawah ini.
Advertisement
Kehidupan
Malang melintang di industri hiburan tanah Air, bergam pengalaman pun telah diraih dan membentuk pribadinya saat ini. Menghadapi stereotip, ikut bergerak menyuarakan pelecehan dan diskriminasi perempuan di industri film menjadi sebagian hal berarti yang telah dilakukannya. Menariknya, lewat studinya Rachel Amanda menemukan bahwa sesama perempuan juga ternyata banyak yang saling menjatuhkan.
Sepanjang karier, sebagai perempuan pernah nggak sih dianggap sebelah mata atau menghadapi stereotip tertentu?
Mungkin stereotipnya lebih ke secara fisik bentukku kecil kaya masih anak kecil. Pernah ada masanya diragukan, ini kayanya Manda perannya akan anak kecil terus deh atau ya range perannya akan segitu-gitu aja. Pernah, pernah ada di masa itu dan sempat kaya agak ngedown juga digituin. ‘Hah apa iya ya? Apa fisik gue ga terlihat dewasa ya?’ sedangkan pada saat itu gue melihat teman-teman seumuran mendapat peran jadi wanita karier lah, istri lah, dan sebagainya.
Tapi itu dulu, masa transisi dulu sih, remaja akhir ke dewasa awal. Lagi mencari juga, posisi gue di industri ini tuh di mana sih? Tapi makin ke sini makin menerima, makin mensyukuri sih. Oh iya muka gue awet muda katanya jadi masih bisa jadi anak sekolah, masih mahasiswi tapi nanti di lain project bisa jadi cewek pekerja juga. Tapi aku lebih kesitu sih dianggapnya. Kalau kompetensinya sebagai perempuan untungnya sampai saat ini nggak pernah.
Amanda menjadi salah satu aktris yang menyuarakan soal kekerasan seksual, apakah kamu pernah mengalami atau menyaksikan langsung seperti apa bentuknya?
Kalau lihat dengan mata kepala sendiri, Alhamdulillah nggak. Kemarin sempet bikin campaign sama mba Ghina ka Hanna bahwa itu terjadi juga di berbagai industri dan tidak terkecuali film. Dan memang iya, yang aku denger ya, bisa bener bisa salah. Misal ada satu kru di kamera department yang satu-satunya perempuan, pada zaman dulu, mungkin sekarang ngga, untuk dianggap mampu atau pantas jadi bagian camera department, harus tough, ga baperan, sedangkan teman-teman di sekitar ngeledekin.
Atau misal dipegang di bagian apa badannya, 'nggak boleh marah dong, kan cuma bercanda'. Padahal menurut aku, lo tuh berhak ngamuk dan tetap pegang kamera loh. Ngga berarti lo jadi baper dan merasa ‘ah lo nggak antes sama kerjaan ini, kerjaan ini butuh mental yang tough'. Buat aku itu toxic banget pemikiran gitu. Jadi kasarnya gitu, dan banyak juga pada saat itu yang (mengharuskan) 'lo nggak boleh baperan, nggak boleh lenjeh dan lo harus bersikap tough seperti laki-laki, padahal menurut ku 'lo bisa loh lemah lembut, pakai rok dan tetap pegang kamera. Emang kenapa?'.
Untungnya setauku makin kesini makin berkurang dan bergeser, karena industri film mulai aware tentang diskriminasi perempuan ya tentang pelecehan. Mereka mulai bikin sistemnya di lokasi bagaimana melapor, dan sebagainya. Dan itu bukan cuma buat perempuan ya, perempuan, laki-laki dengan status gender apapun, biasanya ditulis. Dibikin semcam poster untuk kalau merasa ada apa, lapor ke sini, nomor produsernya langsung. Mudah-mudahan ga terjadi dan yang aku lihat langsung.
Bagaimana jika hal tersebut terjadi di ruang publik, menurut kamu apa yang harus dilakukan?
Aku akan ngamuk langsung sih di depan. Jujur aku jarang marah orangnya. Sebenarnya aku tipe yang menghindari konflik, sebenarnya nggak apa-apa cuma asal dihadapi dengan baik. Aku kesel banget dan akan confront kalo orang di-catcall. Aku paling sebel orang nge-catcalling aku.
Dan aku udah berapa kali misal ada yang suit-suitin aku, aku berani tuh samperin langsung, siapa tadi yang ngesuit-suit? Sampai orangnya diem. Kalo udah bagian itu aku bisa segalak itu karena aku sangat nggak nyaman dan kita nggak kenal dan gue lagi di jalan di jalanan rame yang safety aja belom tentu, ini tiba-tiba ada yang nyautin gitu, aku lumayan galak di situ. Jadi mungkin kalo aku liat yang lain diperlakukan secara tidak baik kayanya aku cukup berani untuk negur langsung sih.
Masih banyak orang yang tak tahu apa yang harus dilakukan saat dirinya mengalami kekerasan atau pelecehan seksual, menurut kamu apa yang mestinya segera dilakukan?
Cari bantuan sih dan mungkin yang paling pertama untuk sadar bahwa ‘bukan salah lo ya’. Karena biasanya kan kaya… aku ga tau dan ga akan pernah tau rasanya teman-teman yang pernah ngalamin pelecehan seksual, tapi berdasarkan cerita teman-teman yang menangani teman-teman yang mengalami pelecehan, biasanya mereka punya tendency nyalahin dirinya sendiri dulu.
Satu ya jangan nyalahin diri, karena mau ada kejadian apapun ya intensi dari pelakunya. Itu satu yang harus disadari. Dan yang kedua, segera cari bantuan sih. Mungkin kalo misalnya belum berani cari bantuan ke professional, cari ke teman terdekat dulu. Karena kadang-kadang kasus pelecehan seksual kita ga tau pelakunya. Bisa jadi dari orang terdekat sekalipun gitu.
Aku tau itu berat banget untuk ngomong ke orang professional yang kita nggak tau. Jadi tetap share ke orang ternyaman dan percaya untuk ceritain ini, karena mungkin akan bisa nyambungin ke orang professional dan melindungi ke ancamana selanjutnya. Kalian tuh berharga, bukan barang yang harusnya mudah dilecehkan.
Namun seringnya perempuan yang disalahkan, entah karena pakaian dan sebab lain yang digadang membuat dirinya "patut digoda", bagaimana pendapat kamu?
Ini Pr kita semua sih menurutku, karena dari budaya yang kita tumbuh besar selama beberapa tahun, nggak usah orang-orang, aku menyadari perempuan juga suka meragukan perempuan. Kebetulan selama kuliah kemaren aku malakukan riset skripsi.
Ada salah satu variable tentang gender juga bahwa intinya perempuan juga meragukan sesama perampuan. Ini PR kita juga untuk pelan-pelan belajar, bahwa oh jangan-jangan dari kita juga yang sebenarnya ‘ah ceweknya gini sih’. Ya kayak istilah pelakor, kan yang salah dua-duanya ya. Kenapa perempuannya aja yang dicecer, kita punya budaya yang panjang lah ke belakang, itu sesuatu yang seharusnya pelan-pelan kita ubah juga.
Memang menurutku jadi tugas orang-orang di sekitarnya juga sih ya namanya korban itu 'di luar kontrol gue'. 'Itu yang melakukan orang lain, bukan gue yang mau'. Dari situ kita harus sadar bahwa itu pikiran yang harus diubah yang nyasar ke korban sih.
Bicara soal perempuan berdaya, saat ini ada banyak kesempatan untuk kaum hawa, tapi tidak semua perempuan bisa dapat mendapatkan itu. Menurut kamu apa yg harus dimiliki seorang perempuan untuk berdaya?
Hmm.. kalau kita ngomongin tentang perempuan-perempuan yang punya kesempatan tapi nggak melakukan itu jujur aku ga terlalu bisa banyak bicara kenapa. Karena again kita ga tau situasinya seperti apa, kaya.. karena gini, aku merasa perempuan yang berdaya dengan baik itu dipengaruhi support system yang baik. Jadi kadang-kadang bukan Cuma perempuannya yang mau atau ngga, mungkin mau tapi kita lihat pasangannya gimana, orangtuanya gimana, kakak-adiknya gimana. Itu sangat mempengaruhi. Aku sih membiasakan untuk ga ngejudge juga kalau perempuan ‘kok dia ga ngapa-ngapain sih? Kok dia ga bikin sesuatu atau gimana. Terlepas dianya mau atau ngga, harus liat juga sekelilingnya gimana. Beneran support dia atau ngga. Menurut aku, support system itu penting banget.
Emosi dan Proses Kehidupan
Bicara soal emosi, kamu tipikal yang suka memendam atau meledak-ledak?
Sebenarnya dulu mungkin sampai sekarang, tapi sekarang way much better. Kalo dulu ya dipendam aja sampai ada satu titik meledak, dan aku sadar itu tidak baik. Jadi, untungnya karena aku kuliah Psychology, benar kalo kata orang (belajarnya seperti) berobat jalan, jadi kaya mempelajar diri sendiri sebenarnya.
Jadi makin tau sih, kalo gue nggak coba mengeluarkan yang ada di pikiran efeknya gini. 'Oh ternyata nggak enakan itu masalah besar bukan masalah kecil. Itu kata dosenku sendiri yang bilang. Dari hal-hal itu belajar banyak tentang, pentingnya punya batasan dan boundaries, bahwa se-care-nya sama orang kita harus menentukan juga batasannya. Aku belajar itu di psikologi.
Kita menentukan batasan itu karena kita care sama orang di sekitar kita, karena kalau kita nggak membiarkan batasan itu, sadar nggak sadar kita akan nyebelin sih. Misal, teman lagi curhat sama aku terus aku awal-awal ngerasain 'Kok gue capek banget ya tapi dia temen gue'. Nah saat aku belajar psikologi, aku konsultasi ke psikolog juga, dan dia juga ngajarin untuk menentukan batasan.
Jadi penting untuk menentukan dan bilang ‘eh sorry gue Cuma bisa dengerin lo 30 menit, karena setelah itu gue capek banget percuma yang lo omongin juga ga masuk di gue. Jadi gue izin ya setelah 30 menit gue cabs’. Itu kita care sama dia, kita pengen selama 30 menit sesi ngobrolnya maksimal. Karena kalo dia lebih, yang ada gue cemberut sama lo karena capek atau lainnya.
Di media sosial, kamu pernah membahas soal mengelola emosi, bisa kasih tips kah? Biasanya bagaimana kamu mengendalikan amarah?
Sebelum aku memberikan tips mengelola emosi, disclaimer dulu: aku bukan professional, baru sarjana psikologi S1, belum Psikolog, jadi bisa benar, bisa tidak.
Kalau dari aku pribadi sebenarnya untuk mengelola emosi itu belajar ambil jeda, belajar nggak jadi reaktif. Misalnya, punya rasa kesal terhadap sesuatu, atau sama seseorang ya kalau bisa jangan langsung mengeluarkan yang ada di kepala. Diproses dan diserap ke diri sendiri dulu. Kemampuan untuk mengenali diri itu penting sih, jadi ambil jeda buat pikirin sebenarnya kita kesalnya kenapa. Jadi kemampuan utuk meredakan diri sendiri itu penting. Misalnya marah, untuk tidak menyakiti orang lain tuh misal pergi dulu kemana.
Mengelola emosi itu bukan berarti menolak emosi. Emosi itu harus dirasain, misal lagi kesal, ya kesal aja dulu jangan malah ‘jangan marah, jangan marah. Kok gue marah sih? harusnya kan ga marah'. Justru itu ga efektif sih. Itu akan menjadi bom di kemudian hari.
Diterima dulu emosinya, apapun. Seneng, sedih, marah, diterima dulu. Setelah reda, baru deh bisa ngomong ‘Aku tuh sebenernya tadi kesel karena…' Nah salah satu yang aku dapat dari kuliah psikologi juga selalu menggunakan bahasanya I statement. Jadi kalo ngomong sesuatu tuh jangan ‘Kamu sih… atau soalnya lo tuh….’. selalu bilang dengan cara ‘Aku sedih karena aku dicuekin sama kamu’ gitu. Selalu berangkat dari aku, jangan kamu dulu. Jadi lebih efektif.
Soal prinsip hidup, apa yg menjadi pegangan kamu?
Prinsip hidup, maksudny, ini yang pop up di pikiranku ya. Prinsip hidupku adalah Do good because it feels good. Misal kalau kita percaya dengan agama yang kita yakini atau ajaran orangtua yang kita yakini, pasti hal-halnya baik lah yang diajarkan. Tapi aku berpikir gini, gue juga berbuat baik karena rasanya menyenangkan, bukan karena gue pengen dilihat baik sama orang atau mendapat apa. Jadi berbuat baik karena it feels good. Itu satu. Selalu hargai waktu orang, karena ya lo juga nggak pengen waktunya diganggu orang kan? Jadi hargai waktu orang.
Arti bahagia menurut kamu?
Arti bahagia. Bahagia itu proses, bukan tujuannya, karena hidup akan selalu ups and down. Kalau kita mau senang terus nggak mungkin, kecuali kita hidup sendirian di dunia ini dan nggak ada siapa-siapa. Itu aja akan membosankan. Selama ada dua orang pasti akan ada konflik, akan ada keributan, jadi bahagia itu proses sih dalam menjalankan apapun. Naik turunnya hidup asal dilakukan dengan baik dan maksimal harusnya kita happy dan bahagia. Rachel Amanda bahagia saat orang-orang yang dia sayang bahagia.
Terakhir, pesan untuk anak muda saat ini yang masih mencari jati dirinya.
Pesannya adalah be gentle to your self. Nggak usah terlalu keras, karena hidup selamanya akan berproses dan mencari kita siapa. Nggak perlu liat kiri kanan, yang satu udah gimana, yang satu udah gimana. Ya kadang-kadang perasaan itu nggak bisa dihindari.
Percaya aja di dunia cuma lo, nggak ada yang lain, jadi ceritanya eksklusif hanya untukmu, cerita kehidupan ini. Jadi dinikmati aja once step at the time. Satu-satu. Kayak yang aku pelajari juga, kayanya nggak semua hal bisa didapatin dalam satu waktu and it’s okay. Semua orang juga ada waktunya. Di dunia yang penuh dengan paparan sosmed dan berita dan bagaimana kehidupan orang kita bisa tahu dalam satu detik, be gentle to your self, sih. Dijalanin aja apa yang bisa lo jalanin. Jangan liat kiri kanan.