Fimela.com, Jakarta Nama Hannah Al Rashid sudah dikenal publik sebagai seorang aktris bertalenta. Namun rupanya saat menginjakkan kaki pertama kali ke Indonesia, Hannah tidak ingin terjun ke dunia hiburan.
Hal itu diungkapkan Hanna saat menjadi bintang tamu di Playfest secara virtual, beberapa waktu lalu. Ia mengungkapkan sebenarnya datang jauh-jauh dari Inggris ke Indonesia untuk menjadi bagian dari United Nation (UN).
Advertisement
BACA JUGA
"Iyak nggak (pengin jadi model awalnya). Dulu aku tertarik UN. Dulu waktu kuliah aku punya ketertarikan dengan konflik di Maluku, Poso, Sulawesi. Pengin di situ, pas sampe 2008 programnya sudah selesai dan juga konfliknya selesai. Dulu kuliah Jurusannya Indonesian development studies," kata Hannah Al Rashid.
Tak menjadi anggota United Nation, akhirnya Hannah ikut casting iklan dan menjadi model video klip. Dari situlah, awal mula dirinya menjadi seorang selebriti Tanah Air. "Sempat ikut iklan dan model video klip, akhirnya nggak dapat kerjaan di UN. Terus ambil yang ada dulu ya dunia hiburan," jelas Hannah Al Rashid.
Advertisement
Soal Kesetaraan Gender
Meskipun gagal menjadi anggota United Nation, pemain serial Serigala Terakhir itu tetap menjadi seorang aktivis. Sebab ia memiliki jiwa sosial yang tinggi pada isu kesetaraan gender dan kekerasan seksual pada perempuan.
Pada kesempatan itu, Hannah bercerita sejak kecil dirinya memang sangat tertarik pada isu tersebut. Karena sempat mengalami adanya kesetaraan gender.
"Aku merasa dari kecil punya kesadaran hal-hal yang menurut aku nggak adil, aku selalu speak up. Waktu SD sadar aku diperlakukan berbeda karena aku perempuan. Kayak dulu SD, di Inggris suka main bola. Dulu pernah main sama cowo tapi mereka selalu bilang 'kamu kan cewek nggak bsa main bola'. Padahal sebenarnya aku gila-gilaan sama bola," jelasnya.
Tak terima diperlakukan itu, akhirnya Hanna meminta kepala sekolahnya agar tidak membandingkan seseorang karena perbedaan gender. Semenjak itu ia justru dimusuhi teman laki-lakinya.
"Akhirnya aku dan bestie ngelobi ke kepala sekolah agar ada satu hari dalam seminggu yang dilakukan hanya untuk perempuan saja dan diizinkan. Dari situ, semua cowo musuhin gue. Dari kecil emang ngga mau di limited dengan gender karena aku bisa melakukan sesuatu apapun," katanya.
Ingin Selalu Speak Up
Saat tiba di Indonesia, ternyata Hannah merasa lebih banyak mengalami kesetaraan gender. Tak senang dengan itu, akhirnya ia selalu speak up di depan umum.
"Pas sampai ke Indonesia, tiap hari mengalami, mengamati kesetaraan gender dan kekerasan pada perempuan, jujur aku nggak srek. Jadi pengin speak up dari situ," jelasnya.
Dari apa yang sudah dialaminya, menurut Hannah, isu kesetaraan gender sudah sangat global. Namun penangan di Indonesia masih kurang memuaskan.
"Global isu si, dari negara ke negara beda di handle-nya. Kalau di Indonesia karena masih patriarki, jadi lebih kekerasan gender lebih hadir dibandingkan aku di Inggris," jelasnya.
Advertisement