Fimela.com, Jakarta Film A Man Called Ahok yang diantaranya dibintangi Denny Sumargo siap dirilis di bioskop di pekan ini. Di film ini Denny berperan sebagai ayah Ahok yang diperankan oleh Daniel Mananta. Denny Sumargo sepertinya memang sudah jatuh hati dengan dunia peran.
***
Padahal sebelumnya ia lebih dikenal sebagai atlet bola basket. Setelah sukses sebagai pebasket dan sempat menjadi pemain tim nasional (timnas), Denny Sumargo atau akrab disapa Densu ini mulai terjun ke dunia akting. Film pertamanya adalah Hattrick di tahun 2012. Uniknya, ia berperan sebagai pemain sepakbola di film besutan Robert Ronny tersebut.
Advertisement
BACA JUGA
Namanya mulai menanjak saat bermain di film 5 cm di tahun yang sama dan berhasil meraih jutaan penonton. Setelah itu Densu makin laris mendapat tawaran bermain film. Beberapa film yang dibintanginya seperti Samudra Hotel, Mall Klender, Rock N Love, Kartini dan The Doll termasuk sukses.
Denny Sumargo juga pernah menjadi salah satu pembawa acara di My Trip My Adventure. Di tahun ini, Denny Sumargo bermain film biopik A Man Called Ahok. Film ini menceritakan sosok Basuki Tjahaja Purnama atau lebih sering dipanggil Ahok. Bukan mengenai kiprah politiknya, namun masa kecilnya saat berada di Belitung.
Awalnya Denny Sumargo ditawarkan untuk menjadi Basuri, adik Ahok. Namun menurut PH memang harus ada perubahan, sehingga Denny berperan sebagai ayahanda Ahok, Kim Nam.
"Ikut casting jadi pak Basuri dan diterimanya jadi pak Kim Nam, bingung kan? Hehehe tapi bagus juga perannya," kata Denny Sumargo saat ditemui di kantor Fimela.com, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (30/10). Pria berusia 37 tahun tersebut sempat tak percaya diri bisa bermain dengan baik. Ditambah lagi sosok Kim Nam ini sudah tiada.
Meski begitu, Denny tetap berusaha untuk profesional dalam bekerja. Penasaran dengan cerita Denny Sumargo mengenai film terbarunya, A Man Called Ahok? Apa saja yang dilakukan Densu untuk lebih mendalami perannya? Berikut petikan wawancara eksklusif dengan Denny Sumargo dengan Fimela.com.
Advertisement
Tantangan di A Man Called Ahok
Film A Man Called Ahok menampilkan Daniel Mananta sebagai pemeran Ahok. Film yang disutradarai Putrama Tuta ini juga dibintangi sejumlah pemain terkenal seperti Jill Gladys, Edward Akbar, Eriska Rein, Donny Alamsyah, Ferry Salim, Chew Kin Wah, Donny Damara dan Denny Sumargo.
Seperti apa cerita film A Man Called Ahok?
Jadi film ini bercerita tentang masa kecil pak Ahok terutama tentang hubungannya dengan keluarganya, sampai kemudian dia menjadi Bupati Belitung Timur di tahun 2005. Jadi ini bukan film tentang politik, lebih ke drama keluarga yang kemudian terjun ke bidang politik.
Berperan sebagai siapa di film ini?
Saya jadi papanya pak Ahok, Kim Nam dimasa mudanya. Jadi ada yang di masa tua dan muda. Versi tuanya diperankan sama Chew Kin Wah.
Ada kesulitan dalam mendalami peran?
Kesulitan terbesar itu karena dia sudah berpulang. Sehingga saya hanya bisa melakukan riset dari foto serta cerita di masyarakat. Secara gestur pun saya tidak bisa mengikuti secara detail karena memang tidak ada video dalam digital, sehingga yang saya bilang tadi hanya mengandalkan foto.
Apa ada orang lain yang bisa jadi narasumber?
Ada, untungnya ada. Saya juga belajar banyak dari Pak Shu Yan, dia itu tangan kanan pak Kim Nam yang sudah 30 tahun bekerja bareng, sehingga dari situ juga saya belajar dan bertanya tentang sosok Kim Nam.
Kenapa tertarik ikut bermain?
Alasannya itu sebenernya saya memang mau coba-coba doang. Saya tadinya ditawarin sebagai pak Basuri, adiknya pak Ahok. Tapi pak Basuri sudah diambil Samuel Wongso. Setelah itu memang ditawarin untuk jadi pak Kim Nam. Saya jujur tidak siap dengan kondisi itu, tapi saya coba profesional aja. Gimana caranya saya memainkan karakter itu sebaik mungkin.
Berarti ikut proses kasting?
Iya, saya ikut proses kasting jadi pak Basuri dan ternyata diterimanya jadi pak Kim Nam, bingung kan? Hehehe.
Kenapa ada perubahan karakter?
Menurut mereka sayang sekali kalau misalnya menjadi Basuri karena mereka perlu sosok yang memainkan Kim Nam. Dan gak tau kenapa mereka percaya saya yang memainkannya, namun sebenernya saya tidak pecaya diri untuk memerankan itu sebelumnya. Maksudnya karakter ini susah namun saya terima saja tantangan ini dan saya meluangkan waktu cukup lama untuk mempelajarinya selama satu bulan.
Ini film tersulit kamu?
Iya saya bisa bilang ini film tersulit yang saya perankan karena karakternya sangat berbeda dengan apa yang saya mainkan sebelumnya. Yang lain lebih general, sedangkan ini spesifik karena tak banyak yang punya dan saya dituntut untuk membuat karakter ini hidup, ini jadi pe-er saya.
Bagaimana dengan dialeg Belitung?
Sempat terasa susah, tapi saya senang dengan PH ini yang menyediakan coach, mereka mendampingi dan memang asli Belitung. Dia selalu mengawasi saya, saat ada kesalahan dikasih tahu, jadi banyak take ulang ya. Membiasakan itu saya bergaul dengan masyarakat sekitar seperti jogging berbicara dengan masyarakat. Kalau lagi break juga seperti itu untuk membiasakan telinga.
Sempat kebawa di luar syuting?
Sempat kebawa sih, karena selalu saya latih tiap hari. Jadi sebelum tidur saya pakai earpiece, saya jadi teringat terus suaranya, malah sampai kebawa tidur. Itu sugestinya. Bahkan melepaskan bahasa itu menjadi susah, butuh waktu seminggu loh karena sudah enak pakai dialek dan bahasanya.
Ada adegan paling berkesan?
Ada adegan yang keluar dengan skrip dengan Donny Alamsyah. Jadi ada suatu adegan saya pukul Donny dan abis itu saya takut dan minta maaf. Terus Dony Alamsyah bilang nggak ada adegan mukul, tapi katanya bagus dilihatnya terasa natural. Jadi kebawa banget itu, lagi panas dan karakter pak Kim Nam marah, dan karakter Dony itu berbohong jadi saya kebawa emosi dan saya gaplok dia.
Bagaimana reaksi Donny Alamsyah?
Sempat di cut, saya kira salah ternyata dibilang bagus dan jadi masuk di scene. Donny juga profesional dan gak marah, tapi dia kelihatan kurang senang. Saya minta maaf lagi dan untungnya dia orangnya easy going. Jadi setelah itu ya kita bercanda aja. Adegan berikutnya dia malah ngasih tahu harusnya gaplok ke arah mana gitu hehehe.
Apa yang membuat kita harus nonton film ini?
Ini film tentang keluarga, ceritanya memang di Belitung dan tentang keluarga politikus. Tapi ini bukan film politik, ini tentang keluarga dan nilai-nilai positif yang harus ditanamkan dalam setiap keluarga di Indonesia. Kita bisa belajar banyak dari film ini tanpa merasa digurui.
Antara sukses di film dan olahraga
Sebelum terkenal menjadi aktor, Denny Sumargo adalah seorang pebasket profesional. Setelah sukses di dunia entertainment, apakah Denny Sumargo sudah melupakan dunia olahraga, atau justru ingin kembali ke dunia yang sudah membesarkan namanya itu.
Setelah A Man Called Ahok, ada proyek terbaru?
Ada proyek film lagi, tapi sori belum bisa bocorin sekarang, karena masih tahap persiapan.
Antara film dan olahraga, mana yang lebih dipilih?
Dua-duanya sebenarnya. Ya karena bisa sukses di olahraga dan di film juga. Pokoknya semua sikat. Kalau pilih satu saya pilih olahraga karena disana background saya.
Apa alasannya?
Saya menyukai keringat dan pasionnya. Mencintai keringat karena akan jadi sehat ya. Saya juga mencintai disiplin, sportifitas, dan juga filosofinya.
Kenapa bisa terjun ke dunia film?
Awalnya daya ‘dipaksa; sama salah satu PH. Karena kandidat yang mereka mau nggak bisa. Dan sepertinya mereka nggak nyari saya karena jago akting tapi fisik saja, hehehe. Terus yang tadinya nggak tertarik karena dihubungi terus saya jadi mau, saya mampir dan casting.
Bagaimana saat pertama kali kasting?
Saya tahu akting saya saat itu buruk, ya karena itu tadi saya dipilih kaena lebih ke fisik. Tapi ternyata saya justru dipilih. Saya bingung. Saya menyikapi dengan bijaksana dan minta dua kali lipat dan mereka mau. Mereka memilih fisik itu sangat serius untuk masalah tubuh. Dan disitu saya pertama kalinya main ke dunia film. Saya awalnya nggak mau serius karena nggak ada passion.
Kenapa akhirnya mau main lagi?
Saya merasa tertantang, saya melihat kalaupun saya masuk ke dalam suatu bidang, alangkah baiknya saya bisa menguasai bidang itu dimana saya sendiri masih mempertanyakan bidang aktor. Sehingga saya memulai mengeskplor, saya yakin Tuhan memasukkan saya ke dunia ini pasti ada maksud tertentu, jadi saya mau cari itu.
Caranya seperti apa biar akhirnya nyaman?
Selama tiga tahun ini saya mencari tahu untuk bisa menikmati peran yang diberikan. Kesulitan sih karena kita masuk ke suatu bidang tapi bukan passion dan akhirnya belajar menikmati. Dan saya baru bisa menikmati di tahun keempat saya bermain film.
Alasan sudah menikmati?
Karena terbiasa, saya akhirnya mau menerima kondisi itu. Tadinya saya belum bisa terima ya. Karena sebenernya dunia olahraga sudah melekat banget dalam diri saya.
Kangen dunia olahraga?
Masih dong, saya kadang kalau ada waktu dibandingkan melakukan perkerjaan yang tidak menyenangkan saya biasanya olahraga, terutama basket.
Dalam lima tahun ke depan, Denny Sumargo masih dikenal sebagai aktor?
Mungkin saja. Saya tidak mau pasang target, jalani aja apa yang ada dan selalu berusaha yang terbaik.
Film A Man Called Ahok yang akan tayang pada 8 November besok kembali memperkaya khasanah dunia akting Denny Sumargo. Tak banyak seorang atlet profesional di Indonesia juga bisa sukses di dunia akting dan sebagian besar film yang dibintanginya juga termasuk sukses. Dan Denny Sumargo termasuk salah satu dari sedikit yang bisa melakukannya.