Fimela.com, Jakarta Hanya dalam hitungan bulan, MRT akan siap beroperasi di DKI Jakarta. Moda transportasi andalan negara-negara maju ini akan menjadi alternatif untuk kaum urban ibukota. Mengejar waktu dengan keefekifan kecepatan memang menjadi keunggulan dari moda transportasi ini.
Sejak dahulu, kereta memang digadang-gadang sebagai transportasi umum yang mampu memangkas kemacetan. Semua negara di belahan dunia ini memiliki kereta sebagai salah satu pilihannya, seperti Indonesia yang sudah memiliki Commuter Line sebelum MRT.
Advertisement
BACA JUGA
Bagi pekerja di ibukota, Commuter Line memang dirasa tepat untuk menjangkau lokasi kerja, mengingat kemacetan yang luar biasa di jam-jam sibuk. Dengan penawaran jarak tempuh, waktu singkat serta tarif yang terjangkau, tentu semua mengambil pilihan ini.
Meskipun pada kenyataannya, berdesak-desakan menjadi 'harga' yang harus dibayar dari keuntungan yang kita dapat di KRL. Nggak cuma itu, kita juga dipastikan bakal menemui beragam perangai orang. Dari yang simpatik, pemarah hingga tak peduli.
Advertisement
Belajar simpatik di KRL
Saya pribadi merupakan pengguna setia Commuter Line untuk menuju kantor. Saya sadar dan memaklumi, memaksakan kenyamanan saat menaiki KRL di jam sibuk adalah hal yang mustahil. Seperti kata suara yang bedengung setiap pintu kereta ingin terbuka, "Selalu utamakan keselamatan diri Anda".
Jangan cuma selamat, tapi kamu juga mesti memikirkan nasib orang yang berada di sekitar kamu. Berdesak-desakan mungkin hal yang sangat wajar, tapi memaksakan ruang yang sebeneranya sudah tak layak untuk dimasuki, apakah wajar?
"Masih muat kok, dorong aja!" Iya, dorong aja terus sampai tak ada ruang tersisa. Bahkan, berdiri pun terkadang sulit. Alhasil jadi Spider-Man dadakan di KRL. KRL memang cepat, tapi bukan berarti tak pernah ada masalah.
Penyatuan jalur antara KRL dengan kereta luar kota acapkali membuat jadwal kereta telat dan berantakan. Saya sebagai anker (anak kereta) jurusan Bekasi - Jakarta sering merasakannya. Tertahan di kondisi penuh sesak, sangat tidak nyaman. Iya kalau jalanannya lurus, kalau sudah berkelok? Menahan beban orang di belakang untuk waktu yang lumayan lama ya.... lumayan juga capeknya.
Dilema KRL di Hari Libur
Tapi dari drama kereta di hari kerja, sejujurnya saya jauh lebih miris melihat realita yang saya lihat di hari libur. Ya, di hari libur, banyak keluarga yang memilih kereta sebagai alternatif transportasi ke tempat wisata. Ayah, ibu, anak dengan beberapa tas berisi perlengkapan piknik.
By the way, KRL selalu menyediakan kursi prioritas di setiap sudut gerbong. Ibu hamil, ibu membawa balita, lansia dan penyandang disabilitas. Ya! Sudahkah kamu berada dalam kelompok itu?
Sayangnya, saat orang bermaksud memberikan tempat duduk untuk ibu dan anak, sang ibu malah asyik bermain ponsel sementara anaknya berlari kesana-kemari sementara pintu kereta akan terbuka tiap 3-10 menit sekali. Apakah slongan keselamatan itu tak orangtua terapkan?
Belum lagi saat kondisi kosong, KRL bak punya sendiri. Buang sampah, makan hingga mengangkat kaki adalah pemandangan yang sering saya temui. Apa yang bisa saya lakukan? Hanya menegor, tapi yang ditegor acapkali acuh dan malah tambah kesal sama saya. Lantas, apakah saya ikut tersulut emosi? Nggak perlu, kasih aja senyuman.
Aturan ada buat bikin orang tak semena-mena. Bukan untuk ngeribetin, tapi buat kamu menghargai orang lain di sekitar. Ada aturan aja sering dilanggar, bagaimana tidak? Lebih bijaklah dalam menggunakan transportasi umum karena itu bukan milikmu seorang. Nikmati kebersamaan dengan keluarga di transportasi umum dan tetap menghargai orang lain. Selamat Liburan!
Â
Regina Novanda,
Â
Editor Celeb Bintang.com