Fimela.com, Jakarta Belakangan, nama Iqbaal Ramadhan kembali diperbincangkan lantaran memerankan sosok Minke di film Bumi Manusia. Bukan hanya lantaran memajang Iqbaal sebagai pemeran utama, tapi memang sudah bukan rahasia lagi hak cipta memfilmkan novel Bumi Manusia 'berlari' dari satu produser ke produser lain. Kendala dana menjadi salah satu kendala utama yang membuat film Bumi Manusia tak segera terwujud. Dengan setting awal 1900, jelas butuh banyak biaya untuk membuat setting film Bumi Manusia.
Kendalanya, di Indonesia tidak memiliki setting kuno yang mumpuni. Selama ini jika film Indonesia membutuhkan setting kuno, rumah produksi putar otak untuk menggunakan kawasan wisata kota tua di beberapa kota untuk membuat lokasi syuting. Sebagai Sutradara, Hanung Bramantyo memilih langkah berbeda ketika membuat film Bumi Manusia.
Advertisement
Ia membangun permanen set kota di kawasan studio alam, Dusun Gamplong, Desa Sumberrahayu, Sleman, Yogyakarta. Hanya untuk membangun settingnya saja, film Bumi Manusia yang diadaptasi dari novel karya Pramoedya Ananta Toer, menghabiskan dana hingga sebesar Rp4 miliar. Dana ini bisa untuk membuat 2-3 film Indonesia dengan biaya rata-rata.
Hanung mengungkapkan pemilihan lahan Studio Alam ini milik Dusun Gamplong, Desa Sumberrahayu, Sleman, Yogyakarta lantaran dirinya bekerjasama dengan pihak desa. Satu hal yang diharapkannya, bagaimana menumbuhkan kawasan ini sebagai pusat kebudayaan, pusat film.
Ia menjelaskan pembangunan kota di studio alam disini dilakukan secara bertahap yang dimulai saat proses pembuatan film Sultan Agung yang menghabiskan dana sekitar Rp3 miliar untuk membangun pendopo dan kawasan pecinan. “Nah film Bumi Manusia juga disini sekitar Rp3,5 – Rp4 miliar. Jadi begitu terakumulasi terus," ujar Hanung.
Perlu diketahui, lokasi syuting di studio ini bukan satu-satunya Lokasi. Hanung akan melakukan syuting di Kota Tua semarang dan beberapa tempat lain. Itu artinya, untuk biaya lokasi syuting saja, film Bumi Manusia membutuhkan lebih banyak modal dibanding dengan film lain di Indonesia.
Yang terlihat nyata kebutuhan biaya dimulai dari honor kru dan pemain, pembuatan kostum, proses CGI dan post production, dan tentu saja biaya promosi. Hanung tentunya ingin memuaskan para pembaca Bumi Manusia seperti menikmati novelnya.
Tapi bayangan itu sempat buyar ketika tahu Iqbaal Ramadhan yang memerankan tokoh Minke. Ditambah pernyataan Hanung yang menyebut Bumi Manusia adalah kisah tentang cinta Minke dan Annelies. Kecaman yang bergulir bukan sebatas tokoh Minke yang diperankan oleh Iqbaal Ramadhan namun juga ketakutan akan akurasi cerita yang ditayangkan dalam durasi terbatas.
Kembali ke modal besar yang dibutuhkan untuk membuat film Bumi Manusia, produser tentu sudah menghitung kemungkinan untung dan rugi dalam membuat film. Film tak bisa dilepaskan sebagai sebuah karya seni yang mengandung banyak nilai kehidupan. Tetapi film juga tak bisa dinafikkan sebagai sebuah karya industri. Pada akhirnya, produser membutuhkan setidaknya balik modal agar bisa membuat film lagi ke depan.
Baik Hanung maupun Falcon Pictures nampak berusaha keras menyelaraskan untuk seni dan industri tersebut. Disamping Iqbaal sebagai Minke dalam Bumi Manusia ada Ine Febrianty, Donny Damara, Ayu Laksmi. Mereka jagoan teater dan film yang sudah kenyang makan asam garam. Di beberapa kasus, aktor watak bisa ‘menyeret’ aktor muda untuk mengimbangi akting mereka. Jika Iqbaal cukup cerdas memanfaatkan kesempatan ini maka dia akan mampu sekali lagi membuktikan kemampuan aktingnya.
Iqbaal adalah bukti keberhasilan seni dan insdutri film termutakhir. Sebagai Dilan, Iqbaal mendapat penolakan pada awalnya oleh para penggemar novel kraya Pidi Baiq tersebut. Tapi, setelah film jadi Iqbaal bisa membuktikan kemampuan aktingnya melebihi ekspektasi orang-orang yang meragukannya. Ditambah penggemar fanatiknya juga membuat Dilan sukses mencapai box office terlaris kedua sepanjang masa setelah film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss dengan perolehan 6.315.096 penonton.
Bioskop adalah dunia anak muda, ini fakta lain. Berdasarkan rilis yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia terkait sektor ekonomi kreatif, peningkatan jumlah penonton pada 2017 lalu tercatat hingga 42,7 juta orang. Jumlah ini meningkat drastis apabila dibandingkan dengan capaian 2015 lalu yang hanya sebesar 16 juta.
Remaja dan anak muda menjadi penonton utama di bioskop. Film Dilan menjadi contohnya, antrian panjang film ini dipenuhi oleh anak- anak muda. Jadi, Iqbaal dengan 6,9 juta follower di instagram adalah simbol usaha untuk mencapai titik balik modal pembuatan film Bumi Manusia.
Nilai positif yang ditawarkan dengan pemilihan Iqbaal adalah meregenerasi pembaca novelnya. Anak-anak muda yang sudah tak tertarik lagi dengan novel Bumi Manusia jadi penasaran karena terpikat oleh Iqbaal sebagai pemainnya.
Sudah barang tentu Hanung dan Salman Aristo sebagai penulis skenario harus berjibaku membuat film Bumi Manusia bisa dinikmati anak muda generasi XYZ. Tak heran jika Hanung menyebut Bumi Manusia adalah kisah cinta Minke dan Annelies. Meskipun untuk usaha itu, mereka harus menghadapi kritik bahkan kecaman dari penggemar Tetralogi Buru, termasuk pemilihan Iqbaal Ramadhan sebagai pemeran utama.
Advertisement
Kontroversi Iqbaal Ramadhan jadi Minke di Bumi Manusia
Impian seorang Hanung Bramantyo untuk memfilmkan novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer memang sudah jadi kenyataan. Film yang diproduksi Falcon Pictures ini juga berjudul Bumi Manusia dan mendapuk Iqbaal Ramadhan dan Mawar Eva de Jongh sebagai pemeran utama. Dibanding pemain lainnya, pemilihan Iqbaal yang berperan sebagai Minke sepertinya paling banyak mendapat sorotan terutama di media sosial.
Rupanya banyak pembaca novel Bumi Manusia yang mengklaim dan merasa kalau Iqbaal tidak bisa memenuhi ekspetasi mereka pada tokoh Minke. Alasannya beragam, seperti faktor usia yang dianggap terlalu muda, diragukan memahami esensi novelnya dan ditambah lagi, sosok Iqbaal yang sudah terlalu populer lewat sosok Dilan yang sukses diperankannya di film Dilan 1990.
"Kenapa harus Iqbal? Minke ini punya karakter yang kuat, dan ekspetasi para pembaca Pram pasti besar... Semoga Iqbal tidak menganggap ini sekedar kisah cinta pribumi dan londo yang receh," tulis akun @nurlatipah***.
Ekspresi mereka berbeda-beda, ada yang merasa kecewa, protes tapi ada juga yang masih berharap Iqbaal Ramadhan mampu mengemban peran Minke dengan bagus meski mereka kurang setuju. Namun ada yang lebih ekstrim lagi. Ada yang tak setuju sama sekali dan berharap Iqbaal digantikan pemain lain meski mereka tak menyebutkan siapa yang pantas memerankan Minke.
Bahkan ada yang membuat petisi untuk menolak Iqbaal Ramadhan berperan sebagai Minke. Petisi itu berjudul "Tolak Iqbal Ramadhan (Dilan) Memerankan Minke dalam Film Bumi Manusia" dan langsung muncul setelah Hanung Bramantyo mengumumkan nama-nama pemeran film Bumi Manusia. Petisi ini diketahui dibuat kali pertama oleh warganet bernama Ady Gilang.
Keterangan petisi itu bertuliskan kalau sang inisiator mengaku tidak membenci Iqbaal Ramadhan, hanya saja meminta pemeran Minke untuk diganti karena sosok Iqbaal dianggap tidak cocok. Mereka juga khawatir film Bumi Manusia hanya akan menjadi mesin uang bagi pelaku komersil melalui target jumlah penonton. Salah satunya karena pemilihan Iqbaal Ramadhan yang dinilai sebagai faktor utama untuk membuat filmnya laris.
Walaupun banyak yang memprotes, tak sedikit juga yang mendukung. Mereka yakin kalau Iqbaal bisa kembali membuktikan keraguan publik terhadap kemampuan aktingnya, seperti dilakukannya di film Dilan 1990. Mereka meyakini karakter Minke sesuai dengan usia Iqbaal yang masih muda dan bisa mengajak generasi milenial untuk mengetahui karya-karya Pramoedya Ananta Toer.
Lalu apa sebenarnya pertimbangan Hanung Bramantyo mendapuk Iqbaal Ramadhan sebagai Minke? Benarkah karena lebih mengedepankan faktor popularitas dan profit-oriented? Hanung tentu tak mau sembarangan mengambil keputusan, apalagi ia sedang mewujudkan mimpinya membuat film dari karya terbaik Pram.
Menurut Hanung, karakter Minke tak beda jauh dengan karakter asli Iqbaal. Meski berlatar di sekitar tahun 1908, karakter Minke seperti menggambarkan karakter anak muda zaman sekarang atau zaman now.
Bagi Hanung, Mawar dan Iqbaal adalah generasi milenial yang mengalami gegar kebudayaan.
“Dulu anak-anak menjadi Eropa, sekarang menjadi global. Jadi saya tak perlu memberi buku yang tebal, tinggal saya kasih baju; itulah Minke dan Annelies, tinggal bahasa Inggrisnya saya ganti menjadi bahasa Belanda," ucap Hanung yang ditemui di Desa Wisata Gamplong, Yogyakarta, beberapa hari lalu.
“Soal Dilan itu salah satu momentum kalau film Indonesia disambut generasi milenials. Orang moderen itu aku, berpikir maka aku ada, jadi kebanyakan mikir. Kalau milenials ngetik dulu baru kemudian mikir," sambung Hanung. Penjelasan Hanung sepertinya cukup logis.
Apalagi baru-baru ini beredar pendapat warganet yang tidak diketahui namanya dan jadi viral. "Lagian Pramoedya itu siapa sih? Cuman penulis baru terkenal kayaknya... masih untung dijadiin film, dan si Iqbal mau meranin karakternya.. biar laku bukunya," tulis postingan warganet tersebut.
Postingan itu langsung banyak diprotes dan mendapat komen nyinyir dari warganet. Bahkan ada yang menilai kalau yang memposting status itu adalah fans grup Coboy Junior atau disebut Comate. Sebaliknya, banyak juga yang merasa maklum dengan generasi milenial yang mengaku tak tahu siapa Pram. Apalagi kalau di sekolah mereka tidak diajarkan atau diperkenalkan karya sastra Pramoedya Ananta Toer.
Pendapat terakhir ini menarik karena bisa jadi momen pembuatan film Bumi Manusia bisa menjembatani generasi milenial dengan karya-karya sastra Pram yang luar biasa.
Mungkin saja lewat sosok Iqbaal Ramadhan, semakin banyak yang mengenal dan mengapresiasi karya seorang Pramoedya Ananta Toer. Soal pantas dan tidak pantas memang selalu bisa dilihat dari berbagai sisi. Lalu, bisakah ‘gelombang’ protes dan kontroversi berubah menjadi ‘gelombang’ pujian dan kekaguman saat film Bumi Manusia dirilis nanti? Menarik untuk ditunggu.
Akhir dari Jalan Panjang dan Berliku Menuju Produksi Film Bumi Manusia
Tetralogi Buru, julukan untuk empat novel karaya Pramoedya Ananta Noer yang dikerjakan ketika Pram dipenjara di Pulau Buru. Berawal dari cerita yang dituturkan lantas menjadi novel Bumi Manusia, Jejak Langkah, Anak Semua Bangsa, dan Rumah Kaca. Sebagai kekayaan sastra novel ini tak cuma dinikmati di Indonesia namun juga di berbagai negara.
Bumi Manusia merupakan novel karangan Pramoedya Ananta Toer yang rilis pertama kali pada tahun 1980. Setahun berselang, bagian pertama dari Tetralogi Buru ini dilarang beredar lantaran dituding mempropagandakan paham komunisme.
Karena dilarang beredar, penggemar novel ini justru makin jatuh cinta. Selain karena nilai-nilai kehidupan yang ditawarkan sangat kuat, bisa membaca novel terlarang membuat Bumi Manusia sebagai simbol pemberontakan pada masa Orde Baru. Meskipun hanya membaca fotokopi, orang mesti sangat berhati-hati agar tak ikut-ikutan dicap komunis.
Di luar kekuasaan politik yang mengekang peredarannya, novel Bumi Manusia memang layak dicintai. Buktinya, Bumi Manusia rupanya sempat ditawar oleh sineas asing yakni Oliver Stone sutradara film Platoon untuk diadaptasi ke layar lebar. Sayangnya Pramoedya membatalkan hal tersebut lantaran ingin karyanya difilmkan oleh sineas Tanah Air.
"Waktu itu memang ada pihak asing yang mau buat, nilai (pembelian adaptasi) yang fantastis. Tapi kemudian Pram berpikir kenapa orang Indonesia tidak mau membuat film saya? Jadi kalau ada yang membuat film saya, ini dibatalkan. Kemudian ada beberapa tawaran dari sineas tanah air sehingga dibatalkan. Tapi proyek itu tidak berjalan," terang Astuti Ananta Toer selaku anak Pramoedya ditemui di Desa Wisata Gamplong, Yogyakarta, Kamis (24/5/2018).
Setelah masa reformasi, Bumi Manusia dan kawan-kawan kembali boleh beredar secara luas. Tentu saja, generasi pembacanya sudah mengalami perubahan. Tapi semangat reformasi membuat Tetralogi Buru tak kehilangan pesonanya.
Suara pembuatan film Bumi Manusia kembali terdengar pada 2004 seperti dirangkum dari berbagai sumber. Ialah PT Elang Perkasa dengan Citra Sinema milik Deddy Mizwar menandatangani kontrak adaptasi memasang Garin Nugroho sebagai sutradara dan Jujur Prananto sebagai penulis skenario.
Tapi kabar itu tak lagi terdengar hingga ada kabar lain pada tahun 2008 salah seorang produser menawarkan Hanung mengadaptasi Bumi Manusia. Hanung sempat meminta kepada Salman Aristo untuk menulis skenario walau berujung pada penolakan lantaran pria yang akrab disapa Aris itu mengaku belum siap. Kabar adaptasi ini nyaris tak terdengar sebelum ada pengakuan langsung dari Hanung baru-baru ini.
Pada 2010 produser kawakan Mira Lesmana mengungkap rencana adaptasi Bumi Manusia dengan Riri Riza sebagai sutradara. Sama seperti sineas sebelumnya, proyek ini pun gagal terlaksana. Mira mengaku dikarenakan masalah pendanaan yang jelas tidak murah.
Tahun 2015 sutradara nyentrik Anggy Umbara membocorkan bila rumah produksi Falcon Pictures telah membeli hak adaptasi Bumi Manusia. Kala itu Anggy sangat antusias membicarakan penulisan draft skenario film Bumi Manusia. Namun, ketika Anggy bekerjasama dengan rumah produksi di luar Falcon Pictures maka kabar ini jadi angin lalu.
Kabar kejelasan adaptasi novel Bumi Manusia menjadi film akhirnya muncul ketika Falcon Pictures mengundang media untuk mengunjungi lokasi syuting film Bumi Manusia di kawasan Yogyakarta. Hanung Bramantyo didapuk menjadi Sutradara dengan penulis skenario Salman Aristo.
Bagi Hanung Bramantyo, menfilmkan Bumi Manusia adalah impiannya sejak SMA. Dengan sumringah, Hanung Bramantyo menceritakan betapa dirinya sangat mengagumi Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Ketika duduk di bangku kuliah, sutradara film Kartini itu pun bermimpi bisa memfilmkan buku pertama dari Tetralogi Buru tersebut.
Awal kisahnya, Hanung Bramantyo mendatangi langsung Pramoedya Ananta Toer di sebuah tempat. Ia kemudian mengungkap mimpinya di depan sang sastrawan.
"Ini berawal dari mimpi. Saya pertama kali membaca novelnya sejak SMA, lalu saya lanjutkan lagi kuliah. Lalu saya mendatangi Pram dan bilang saya mau membuat film Bumi Manusia. Dia cuma ketawa," ujar Hanung Bramantyo saat jumpa pers Bumi Manusia di Sleman, Yogyakarta, Kamis (24/5/2018).
Saat itu, Pramoedya Ananta Toer tak bermaksud meremehkan atau menolak mimpi mahasiswa bernama Hanung Bramantyo mentah-mentah. Hanya saja, saat itu, Bumi Manusia sudah ditawar oleh rumah produksi internasional.
Kini, mimpi Hanung Bramantyo akan segera menjadi kenyataan. Bumi Manusia digarap oleh tangannya sendiri akan mulai proses pengambilan pada akhir Juli 2018 mendatang di Indonesia (Yogyakarta dan Semarang) dan Belanda.
Film Bumi Manusia akan memulai syuting Juli 2018. Film ini dibintangi oleh Iqbaal Ramadhan sebagai Minke, Mawar De Jongh sebagai Annelies dan Sha Ine Febriyanti sebagai Nyai Ontosoroh.