Advertisement
Next
Tergila-gila Layaknya Remaja
Advertisement
Komentar pedas sampai ekpresi heran pernah diterima Septa (26, karyawan swasta) dari sahabat, keluarga, dan rekan kerja, saat mengetahui kegemarannya dengan K-Pop. Perempuan yang berprofesi sebagai kordinator Quality, Health, Safety, & Enviroment di sebuah kontraktor pengeboran ini mengaku menjadi penggemar berat K-Pop sejak 2010. Big Bang disebut sebagai grup musik Korea favoritnya.
Demi memuaskan rasa sukanya, Septa rela mengeluarkan uang yang cukup besar untuk membeli CD, DVD, dan menonton konser. Sebagian besar CD dan DVD-nya dibeli secara online langsung dari Korea dan Jepang. Untuk sekeping CD import ini harganya bisa mencapai Rp200 -600 ribu, sementara harga DVD bisa mencapai Rp.600 ribu sampai Rp.1 juta. “Kalau konser Big Bang, pasti diusahakan nonton. Selain pernah dua hari berturut-turut nonton konser mereka yang diselenggarakan di Indonesia, aku juga bela-belain nonton saat mereka sempat tampil di Singapura,” ujar Septa yang sempat membuat atasannya geleng-geleng kepala karena menempelkan poster Big Bang di ruang kerja.
Kesukaan terhadap Korea juga dialami Desi (26, dokter). Kalau awalnya Desi hanya menyukai idol group Jepang seperti Arashi dan News, sejak 2010 dia mengaku mulai mengenal dan menyukai grup musik Korea TVXQ. Sama seperti Septa, Desi juga rela mengeluarkan uang untuk membeli CD, DVD, dan merchandise import idolanya. Uniknya lagi, dia juga menggunakan akun Twitter-nya untuk meng-update segala hal tentang idola mulai dari berita terbaru tentang idolanya ini sampai komentar pribadi saat mereka tampil di suatu konser atau acara TV.
Next
Cuma sebatas membeli CD, DVD, merchandise, dan nonton konser? Ternyata nggak berhenti di sini, keduanya juga bergabung di fanbase grup idola masing-masing. “Biarpun nggak sering, tapi aku beberapa kali datang saat gathering fanbase. Soalnya waktu gathering, semua update terbaru dan terdalam soal idola kita dapat,” cerita Septa.
Septa dan Desi, hanya dua dari sebagian besar perempuan usia dewasa di atas 25 tahun yang menjadi penggemar berat K-Pop. Fenomena K-Pop ini memang terbilang dahsyat, perempuan usia dewasa dengan pekerjaan matang pun bisa dibuat tergila-gila layaknya remaja.
Advertisement
Next
Berpikir Realistis Jadi Self Control
Tidak ada larangan memang untuk seseorang menyukai sesuatu atau memiliki idola. Namun menurut, Ayu Soetomo, psikolog, menyukai idola secara berlebihan layaknya remaja untuk perempuan berusia dewasa sudah tidak sesuai lagi dengan tugas perkembangan manusia. “Perempuan usia 25 ke atas seharusnya sudah mencapai tahap tugas perkembangan orang dewasa seperti mengembangkan karier atau menentukan pilihan. Saat mereka menyukai idola secara berlebihan layaknya remaja, ini menunjukan adanya ketidaksesuaian dengan tugas perkembangan atau immature,” ujar Ayu.
Memiliki pekerjaan yang settle atau karier yang bagus, bukan jaminan seseorang tidak bersikap immature. Apalagi setiap manusia memiliki sisi childish yang harus dikendalikan dalam dirinya. “Rasa suka dan mengidolakan seseorang itu sesuatu yang wajar tapi kalau kebablasan bisa jadi fanatik. Maka itu berpikir secara realistis jadi self control saat kita menyukai atau mengidolakan sesuatu. Misalnya, jangan memaksakan diri membeli merchandise, CD, atau nonton konser ke luar negeri padahal kita nggak mampu,” jelasnya kembali. Bahayanya saat kita tidak bisa mengendalikan diri dan berpikir secara realistis, sikap fanatik terhadap idola ini bisa saja berubah jadi delusinasi (saat kita menganggap idola sebagai sosok paling sempurna dan hanya milik kita).
Next
Lalu, apakah para perempuan dewasa ini sudah dapat digolongkan sebagai penggemar fanatik? “Sekarang sih, aku lebih realistis, cuma menganggap kesukaanku ini sebagai hobi dan nggak pernah maksa untuk membeli barang idola yang harganya terlalu mahal. Tapi dulu aku pernah di tahap terobsesi, dimana semua tentang idolaku juga jadi keseharianku, semua sosial mediaku isinya tentang idola, dan teman-teman jalanku pasti sesama fangirl,” cerita Desi.
Sama seperti Desi, Septa juga nggak merasa sebagai fans fanatik. “Hmmm… aku lebih suka menyebut fans berat. Ada beberapa teman di fanbase Big Bang yang lebih fanatik dengan idola, sampai menamai anaknya sesuai dengan nama idolanya dan mendadani anaknya dengan style idolanya,” kata Septa.
Advertisement
Next
K-Pop Jadi Masalah dalam Cinta?
Mengidolakan para seleb K-Pop ini, sempat juga membuat Septa dan Desi memiliki tipe laki-laki idaman seperti para anggota boyband idola. “Biarpun sekarang bisa membedakan mana yang realita dan mana yang nggak mungkin terjadi. Tapi dulu sempat juga ingin punya pacar kayak salah satu anggota Big Bang itu. Hehehe…,” ujar Septa.
Sementara, Desi mengaku tetap berharap tipe pacar idamannya memiliki kepribadian mirip salah satu idolanya. “Bukan secara style ya, tapi lebih ke personality si idola,” katanya.
Menurut Ayu Soetomo, harapan berlebih memiliki pacar idaman seperti para idola ternyata bisa menjadi masalah dalam hubungan. Memiliki tipe pacar seperti idola, membuat kita memiliki ekpektasi besar pada pasangan untuk bersikap dan memiliki kepribadian persis seperti si idola. “Saat pasangan tidak bisa memenuhi ekspektasi tersebut, akhirnya masalahpun muncul. Ekspektasi yang terlalu besar ini juga akhirnya membuat seseorang tidak bisa memiliki hubungan real dengan seseorang,” tutup Ayu.
Memang tidak pernah ada batasan umur untuk mengidolakan seseorang. Tapi sebagai perempuan dewasa, kita harus mampu mengendalikan diri dan tahu batas wajarnya. Bukan begitu, Fimelova?