Advertisement
Next
Siapa sih yang tidak mengenal sosok lelaki yang selalu tampil gondrong ini? Penulis, aktor, penyanyi, dalang, pemusik, masih banyak lagi label yang bisa dilekatkan pada lelaki pemiliki nama lengkap Hadi Sujiwo Tejo ini. Tejo, begitu ia akrab disapa, menempuh pendidikan tinggi di Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia pun kemudian sempat menjalani profesi sebagai wartawan sebuah harian besar di Indonesia selama 8 tahun.
Berhenti sebagai wartawan, bukan berarti ia juga berhenti dari hobi menulisnya. Label ‘Dalang’ yang melekat pada dirinya tentu saja membuatnya lebih fokus memerhatikan masalah seni budaya Indonesia. Tak sekadar masalah kebudayaan, politik pun tak lepas dari pengamatannya. Teman karib dari Butet Kertaradjasa ini terkenal dengan komentar-komentar nyeleneh-nya yang tidak jarang membuat orang tertawa miris. “Guyonan” dan sentilan yang dilemparkan Tejo kerap berlawanan dengan opini publik yang beredar. Antimainstream, sepertinya kata yang cocok untuk menggambarkan sosok dan pribadi lelaki asal Jember ini.
Next
Sebagai Budayawan dan juga Dalang, Tejo seperti punya “kewajiban” untuk menyelamatkan wayang di negeri sendiri. Menandai 25 tahun kiprahnya di dunia seni budaya, Tejo menggelar sebuah paggelaran bertajuk ‘Maha Cinta Rahwana’. Perpaduan seni budaya Jawa dengan musik modern yang dibumbui dengan komedi politik satire membuat penonton terpaku diam di bangku penonton, padahal durasi pertunjukan yang digelar di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki pada akhir pekan lalu ini nyaris 3 jam.
Di luar dugaan, penonton yang hadir bukan hanya orang dewasa, tapi anak-anak dan remaja juga hadir dalam pertunjukan ini. Walaupun sebenarnya, saya akui, cukup banyak konten pertunjukan yang tidak sesuai untuk dikonsumsi anak-anak. Namun, Bahasa Jawa yang digunakan selama pertunjukan pun menjadi “filter” sehingga anak-anak tidak bisa langsung menyerap konten-konten yang tidak sepantasnya.
Advertisement
Next
Konser ‘Republik Jancukers Maha Cinta Rahwana’ ini menggandeng sejumlah nama-nama besar, seperti Dewa Bujana, Glenn Fredly, Tya Subiakto, Syaharani, Butet Kartaredjasa, Sruti Respati, Putri Ayu, Sitok Srengenge, Joshua Pandelaki dan Trio GAM (Joned, Gareng, Wisben). Walaupun acara ini pada dasarnya merupakan konser musik, namun Tejo mengemasnya secara teatrikal sehingga penonton mendapat sensasi menonton sebuah pertunjukan teater musikal. Sesuai dengan jiwa Dalangnya, Tejo mengangkat cerita cinta Rama-Sinta-Rahwana dalam pertunjukannya.
Lagi-lagi, sisi seorang Tejo pun jelas terlihat dalam ‘Maha Cinta Rahwana’. Jika pada umumnya orang mengagung-agungkan sosok Rama dan Sinta dalam cerita ini maka Tejo pun menonjolkan sikap satria seorang Rahwana mampu menjaga kesucian dan tidak menyentuh Sinta sama sekali. Tejo mengaku bahwa konser ini mengandung banyak elemen dan ekspresi seni yang selama ini ia geluti. Tak ada batasan antara seni tari, nyanyi, dan bersastra. Semua melebur jadi satu dalam konser ini. Happy 25th anniversary, Cuk! Pastinya masyarakat berharap Mbah Tejo bisa tetap memberikan napas pada dunia seni budaya Indonesia.