Advertisement
Next
Perkembangan teknologi dan internet yang sangat pesat, membuat dunia maya lebih laris dibandingkan media lainnya. Hal ini menyebabkan maraknya bermunculan media online dan blogger baru setiap hari.
Masyarakat pun hampir setiap saat menggunakan internet dalam aktivitas mereka. Setiap menit, selalu muncul berita baru yang bisa langsung diakses secara online. Bukan hanya itu, hampir setiap orang dengan mudahnya menyebarkan opini mereka terhadap suatu hal dan bisa langsung dilihat oleh seluruh dunia secara serentak dalam waktu bersamaan, tanpa butuh waktu berhari-berhari.
Namun, rupanya kebebasan mengutarakan pendapat di dunia maya di Singapura cepat atau lambat akan segera “dipenjara”. Sebuah regulasi baru yang mengatur tentang media online pun muncul di Singapura. Setiap media online harus memiliki lisensi untuk bisa mengeluarkan berita. Pemerintah ingin memperlakukan media online sama dengan media cetak, terlebih dahulu harus memiliki ijin sebelum bisa menerbitkan berita. Menurut kabar, terhitung mulai 1 Juni, setiap media online di Singapura harus mendapatkan ijin dari Media Development Authority (MDA).
Advertisement
Namun, tentu tidak mudah mendapatkan ijin dari MDA. Ada 2 persyaratan yang diajukan MDA agar sebuah media online (baru) bisa mendapatkan ijin, website tersebut harus dikunjungi oleh sekitar 50.000 IP address berbeda dari Singapura setiap bulannya, selama 2 bulan berturut-turut; dan harus menerbitkan setidaknya satu berita terkini lokal Singapura.
Next
Di luar itu, ada 10 website besar yang menjadi sasaran regulasi ini, salah satunya adalah Yahoo. “Saya rasa peraturan tersebut terlalu berlebihan. Seperti yang telah terjadi, bahwa ini semua hanya menimbulkan kebingungan pada pengguna internet dan juga media online,” ujar Alan Soon, Country Manager Yahoo Singapura dan Managing Editor untuk wilayah ASEAN. Dikabarkan, 10 website tersebut harus segera mengurus ijin mereka dan membayar S$50.000 sebagai denda atas konten-konten terlarang yang mereka pernah terbitkan sebelumnya.
Tentunya regulasi ini mendapat tentangan dari berbagai pihak, terutama dari media online, blogger, dan para internet savvy lainnya. Tanggal 7 Juni lalu, beberapa orang pun melakukan unjuk rasa terkait dengan kebijakan baru tersebut. Sekitar 150 bloggers dan website berpartisipasi dalam aksi 24 jam mengubah halaman mereka dengan layar hitam bertuliskan ‘#FreeMyInternet’.
Bukan hanya itu, sekitar 2.000 orang lebih berkumpul untuk menolak kebijakan baru pemerintah Singapura yang mengharuskan sebuah situs mendapatkan ijin sebelum menerbitkan berita. Di antara beberapa demonstran mengusung papan bertuliskan ‘(not to) tell me what to read’ dan ‘our silence is not for sale’.
“Tujuan kami sebenarnya sederhana saja, meminta pemerintah untuk menarik kembali peraturan tentang internet yang telah mereka keluarkan beberapa hari lalu. Seetiap warga Singapura memilik hak jurnalistik,” ujar Andrew Loh, Editor publichouse.sg, salah satu juru bicara dalam aksi tersebut.
Selain itu, peraturan juga mengatakan bahwa dalam waktu 24 jam, sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan, media online harus mencabut konten berita yang tidak sesuai dengan standar pemerintah.
Mungkinkah pemerintah Singapuura menggubris permintaan rakyat mereka untuk menarik kembali peraturan ‘komersil’ dunia maya? Atau mungkin justru pemerintah Singapura justru berhasil “menertibkan” media online di negaranya?
*foto: berbagai sumber