Keputusan Brown mengundang reaksi. Banyak yang menganggap Newsweek sekadar korban perubahan zaman. Bagaimana tidak, Newsweek adalah majalah dengan oplah terbesar yang mundur dari media cetak. Keputusan itu tak lepas dari beralihnya budaya membaca ke situs internet. Namun, dengan yakin Brown mengatakan tak ada yang bisa dilakukan selain mengikuti perubahan itu sendiri. "Anda tidak bisa mengubah sebuah era inovasi yang memberi dampak sangat besar, tak seorang pun dapat membalikkan tren,” paparnya.
Pemimpin redaksi Newsweek dan The Daily Beast itu memang berhasil mengubah Newsweek menjadi majalah digital dan menggabungkannya dengan laman berita The Daily Beast, tapi pemutusan hubungan kerja menjadi risiko yang harus dihadapi. Perampingan staf menjadi tantangan baru untuk Brown. Perempuan yang bersama Angelina Jolie sempat mengumpulkan donasi untuk perempuan korban kekerasan di Pakistan, Malala Yousafzai, ini pun berlinang air mata saat mengungkapkan akan memberhentikan sejumlah karyawan, baik staf editorial maupun operasional di Amerika Serikat dan internasional, demi efisiensi pengeluaran perusahaan.
Selesai masalah tenaga kerja, eksistensi Newsweek pun kembali dipertanyakan. Salah seorang profesor jurnalisme dari Universitas Mississippi bahkan mengkritik konten selebriti yang dianggap merusak Newsweek karena sangat bertentangan dengan ciri khas majalah itu selama puluhan tahun. Belum lagi salah satu tulisan yang menjadi headline The Daily Beast dibuat tak akurat oleh seorang penulis asal Amerika Serikat, Howard Kurtz. Dia melakukan kesalahan fatal saat menuliskan kisah hidup Jason Collins sebagai seorang gay. Tulisan Kurtz mengenai sisi lain pebasket 34 tahun itu rupanya cacat fakta. Kurtz kurang membaca referensi dan mengatakan hal keliru soal Collins.
Advertisement
Brown bertanggung jawab dengan menghentikan kerja sama The Daily Beast dengan Kurtz awal Mei lalu. Namun, keputusan Brown lagi-lagi mengundang reaksi. Sebagian menganggap kalau dimuatnya tulisan Kurtz itu murni kecerobohan Brown yang akhirnya mengorbankan karier Kurtz. Tak lama dari kasus itu, Rabu kemarin (05/06) Brown kembali mendapat ujian dengan mundurnya CEO Newsweek/Daily Beast, Baba Shetty, rekan kerja yang selama 9 bulan membantu Brown mempersiapkan transformasi Newsweek.
Brown patah semangat? Tidak. Dia malah memperlihatkan keoptimisannya. Terbukti, di sela pengumuman pengunduran diri Shetty, Brown menunjukkan pertumbuhan The Daily Beast yang kini memiliki 16,6 juta pengunjung bulan Mei lalu, juga pertumbuhan iklan yang mencapai 30 persen. Belum lagi, Newsweek edisi digital ternyata masih sangat diminati pembaca.
Brown adalah salah satu tokoh besar di industri media. Buku karyanya yang menceritakan kehidupan Putri Diana, The Diana Chronicles, luar biasa laku di pasaran dan masuk dalam karya best seller versi New York Times. Tak cuma itu, Brown pun pernah merasakan berkarier di sejumlah media besar, mulai dari Tatler, Vanity Fair, The New Yorker, sampai Talk, juga menjadi host untuk acara “Topic A with Tina Brown” di stasiun televisi CNBC, sehingga pengalamannya tak diragukan lagi.
Di usianya yang kini 59 tahun, Brown masih giat mengembangkan Newsweek maupun The Daily Beast, dan berinovasi untuk membuat kedua media itu mampu bersaing dengan media lain yang menjamur di seluruh dunia. Ternyata, ada satu mantra yang membuatnya bisa berjuang sejauh ini. “So, either you believe in yourself and your ability to turn it around and make it work, or you shouldn’t be in the game,” Brown membocorkan rahasia. Dia selalu percaya petualangannya selama puluhan tahun di media massa dan keberaniannya menciptakan perubahan ibarat sebuah permainan, sehingga semua itu harus dia selesaikan dengan kemenangan, pembuktian bahwa langkah yang dia ambil memang yang terbaik.