Advertisement
Next
Ada yang sama antara Melissa Karim dan Maylaffayza di hari Sabtu (23/3/2013) lalu. Bukan dari sisi profesi mereka sebagai pekerja seni dan berkiprah di dunia hiburan, tapi lebih dari itu. Di akhir pekan silam, dua perempuan ini meninggalkan rumah mereka untuk bergabung dalam sebuah momentum hemat energi yang berlangsung secara global. Earth Hour 2013 kali ini mereka lewatkan di sebuah pusat perbelanjaan di tengah kota Jakarta dan merasakan minimnya lampu di tengan suasana mall yang biasanya terang benderang. Bukan jadi Earth Hour pertama untuk mereka, karena di tahun sebelumnya pemadaman lampu secara swadaya tersebut mereka lakukan di kediaman masing-masing.
Menanggapi Earth Hour yang digaungkan begitu kencang oleh banyak selebriti dalam macam-macam bentuk kampanye hingga terkesan komersil, Melissa justru menilainya sebagai sebuah kemajuan yang membahagiakan.
Advertisement
“Tidak apa-apa kalau Earth Hour dibarengi dengan gimmick discount untuk beberapa outlet produk atau dikampanyekan oleh selebriti, karena tujuan utamanya tetap baik yaitu berbuat sesuatu demi menyelamatkan lingkungan. Kita sebagai penduduk Bumi memang perlu momen perayaan seperti Earth Hour ini, karena manusia pada dasarnya sangat mudah lupa. Dengan menyisihkan waktu satu jam setiap setahun sekali, ada momennya untuk kembali ingat kewajiban kita sebagai penghuni planet ini, sesederhana mematikan satu lampu,” cerita Melissa.
Earth Hour juga punya definisi dalam untuk Maylaffayza. Mendiami Bumi sebagai rumahnya, Fay, panggilan violis yang tergila-gila dengan olahraga tersebut, mengatakan kalau hari istimewa tersebut jadi bagian dari lingkaran kepercayaannya bahwa karma does exist.
Next
“Saya adalah orang yang spiritual dan percaya bahwa apapun yang saya lakukan akan kembali pada saya kembali. Saya cinta lingkungan bukan di bulan adanya Earth Hour saja, tapi sudah dilakukan sejak lama. Keputusan saya untuk berhenti menggunakan plastk dan membawa tas kain kemana-mana bila berbelanja, adalah salah satu keyakinan saya bahwa plastik itu akan bisa kembali pada saya dalam bentuk lain, banjir misalnya,” ungkap Fay.
Anggap saja mereka terlalu sensitif, tapi Melissa dan Fay sungguh percaya kalau perubahan harus dilakukan secepat mungkin dan dimulai dari diri masing-masing.
“Di kalangan teman sendiri pun, saya melihat kalau kesadaran untuk lebih peduli dengan lingkungan dalam hal sekecil apapun, masih belum dilakukan. Menemui hal semacam itu, tentu bukan alasan untuk berhenti berinisiatif, karena kesadaran individual yang dilakukan secara kolektif dalam kurun waktu yang lama, tentu akan berefek besar untuk lingkungan. Bila hari ini saya yang memulainya, bukan tak mungkin di keesokan hari akan bertambah pengikutnya,” ucap Fay yang paling teliti soal penghematan listrik tersebut.
“Ya, berhemat itu seringkali dikaitkan dengan nominal uang. Memang benar adanya begitu, karena saya pun begitu. Berharganya uang yang didapatkan hasil dari kerja keras, menjadi alasan mengapa saya punya alasan untuk melakukan segalanya atas dasar keefektifan. Tapi, di balik nilai uang yang bisa saya potong dari penggunaan diapers, air, atau listrik, adalah bukti ucapan saya kalau saya benar-benar cinta lingkungan. Saya memulainya dengan mengurangi mengotori Bumi dan menggunakan energi dengan secermat mungkin,” sambung Melissa berjanji.