Sukses

Entertainment

Merenungi Kehidupan & Merayakan Kematian Lewat Seni Visual Bernada Satire

Mengalihkan keruwetan hidup dalam kejenakaan, itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan karya Dodo Karundeng dalam pameran bertajuk “Otak Kartun”. Kartunis yang juga seorang foto jurnalis ini merangkum berbagai peristiwa dalam bentuk kartun, komik, maupun lukisan satire dengan lelucon yang ditampilkan dalam bentuk ironi, sarkasme, dan parodi.

Dodo menggunakan istilah ruwet untuk merepresentasikan peristiwa dari kacamatanya. Orang-orang cerdas yang sebenarnya bodoh, kepintaran yang hanyalah kamuflase, penguasa negeri yang culas, pejabat main sulap, rakyat melarat, itulah realitas yang terjadi, yang kerap membuatnya “tergelitik” menyampaikan kritik, mulai dari sosial, politik, kemanusiaan, korupsi, teknologi, sampai seks sekalipun lewat hobinya menggambar. Pameran ini dibuka 19 sampai 28 Februari 2013 di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki.

Lepas dari lelucon satire tentang kehidupan, kita beranjak ke kematian. Identik dengan kehilangan, duka, kematian nyatanya tak selamanya menyedihkan. Ada pula budaya yang menganggap kematian sebagai awal dari perjalanan baru setelah selesai di fase kehidupan. Berbagai pesta diadakan sebagai bentuk penghormatan kepada mereka yang telah meninggal, bukan dengan upacara berkabung yang menyedot tangis dan kebahagiaan. Perbedaan tafsir itulah yang ingin dihadirkan dalam pameran seni visual bertajuk “Grateful Dead” yang diadakan di Bentara Budaya Jakarta 8 sampai 16 Februari lalu.

“Grateful Dead” menghadirkan sekitar 40 karya dari 17 perupa: Ade Artir Tjakra, Aliansyah, Angga Aditya Atmadilaga, Aradea Nugraha, Aurora Benita, Citra Kemala Putri, Didi SW, Esti Lestarini, Firman Lie, Herman Widianto, Irawan Karseno, Munadianno Husni, Najib Amrullah, Neneng Ferrier, Putu Fajar Arcana, Widiyanto, dan Zusfa Roihan. Dan, proses penciptaan karya ke-17 perupa itu pun cukup unik. Mereka melukis bersama di area pemakaman San Diego Hills, Karawang, Jawa Barat, di atas kanvas berukuran 145x120cm.

Menilik “Otak Kartun”, kita seolah diajak membuka diri, merefleksikan berbagai hal yang terjadi maupun yang kita alami di sekitar kita, untuk kemudian menertawakannya, mengkritik, sekaligus merenungi arti kehidupan itu sendiri. Sementara berhadapan dengan kematian dalam “Grateful Dead”, kita diajak melihatnya dari sisi yang berbeda. Kematian bukan lagi tentang sesuatu yang menakutkan, menyedihkan, melainkan proses yang layak disyukuri karena toh pada akhirnya nanti siapa pun akan sampai ke tahap itu.

Kehidupan dan kematian. Dua fase bertolak belakang ini sama-sama menyimpan misteri yang mesti direnungi. Kehidupan dan kematian menghasilkan beragam interpretasi—tergantung dari sisi mana kita memandang—yang dari sana pula mampu “menyentil” para pelakunya, seniman (dan penikmat karya seni), untuk menciptakan (dan menikmati) karya seni indah yang juga kaya interpretasi. Kami misalnya, kemudian menafsirkan bahwa kematian bisa terlihat jauh lebih indah dari kehidupan yang sekadar penuh kamuflase.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading