Advertisement
Next
Belakangan ini media di Indonesia dan juga beberapa media internasional sekelas CNN ramai-ramai memberitakan kasus penikahan siri Buoati Garut yang menuai kecaman dari semua golongan. Bupati yang sudah memiliki istri ini, menikahi seorang perempuan berusia 18 tahun hanya dalam kurun waktu 4 hari.
Adalah Fani, perempuan yang juga berasal dari Garut yang dinikahi secara siri oleh Aceng Fikri. Fani Oktora mengaku pada saat itu ia bersedia dinikahi oleh Aceng karena Bupati Garut tersebut mengatakan bahwa ia sudah resmi bercerai dengan istrinya. Akhirnya, ditambah dengan iming-iming akan disekolahkan lagi maka terjadilah pernikahan tanpa kejelasan status hukum Indonesia tersebut.
Namun sayang, pernikahan pertama Fani hanya berlangsung selama 4 hari. Empat hari pasca-ijab qabul, Aceng Fikri menceraikan Fani lewat sebuah pesan pendek dengan alasan Fani sudah tidak perawan lagi. Apakah ini merupakan salah satu alasan mengapa Aceng memilih untuk melakukan nikah siri dengan perempuan yang baru berusia 18 tahun tersebut, untuk segera menceraikannya setelah seutuhnya mendapatkan Fani.
Advertisement
Next
Dengan menikah secara siri maka Aceng bisa dengan mudah untuk menceraikan Fani dan ini tentu tidak akan terjadi jika pada saat itu Fani dan keluarganya menuntut Aceng untuk melangsungkan pernikahan secara hukum di Indonesia. Dan yang paling parah, konon Aceng menuntut dikembalikannya smua biaya pernikahan dan juga uang yang telah ia serahkan kepada keluarga Fani,
Ada beberapa pernyataan yang keluar dari mulut Aceng usai kasusnya tercuat ke media, bukan hanya termasuk ke dalam verbal bullying namun pernyataannya merupakan bentuk pelecehan kepada Fani dan juga perempuan lainnya. "Saya sudah keluar uang hampir habis Rp250 juta, hanya nidurin satu malam. Nidurin artis saja tidak harga segitu. Karena nikah itu kan perdata, perikatan, akad. Jadi kalau dianalogikan, tidak ada bedanya nikah dengan jual beli, kalau tidak sesuai speknya, ya tidak apa-apa dikembalikan.”
Advertisement
Next
Dari pernyataannya tersebut, Aceng tidak hanya memperlakukan mantan istrinya sebagai barang namun juga seolah menganggap Fani adalah perempuan bayaran yang bisa ditiduri sesuai dengan tarif. Jelas bahwa pernyataan Aceng merupakan bentuk verbal bullying yang mengarah kepada pelecehan. “Suatu perbuatan disebut sebagai bully kalau memang niat awalnya untuk menyakiti orang lain. Kalau tujuannya bukan untuk menyakiti orang maka tidak bisa disebut sebagai bully. Dan seseorang dianggap menjadi korban bully ketika salah satu fungsi dlm hidupnya mulai terganggu, misalkan tidak berani bertemu orang lain,” ujar Amanda Margia, Dosen Psikologi sebuah universitas swasta.
Entah memang Aceng berniat untuk menjatuhkan atau melecehkan Fani atau tidak, namun yang jelas pernyataannya tersebut tidak pantas keluar dari mulut seorang Bupati. Bahkan, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai Aceng telah melanggar UU Perkawinan dan UU Trafficking alias Perdagangan Orang dan meminta pihak yang berwajib untuk menindak tegas Bupati Garut tersebut.
Kita tidak tahu apakah memang kasus Aceng-Fani memang benar-benar kasus yang baru terjadi atau memang masyarakat umum yang tidak tahu kasus-kasus lain seperti ini. Namun yang jelas, perbuatan Aceng tersebut harus segera ditindak oleh Menteri Dalam Negeri dengan memberikan sanksi pencopotan jabatan dan juga ditindak lebih lanjut oleh pihak yang berwajib karena bisa diindikasikan sebagai salah satu bentuk ‘perdagangan orang’.
Empowered by