Advertisement
Next
Berbeda bukan berarti harus dibeda-bedakan
Kalau mau dicari perbedaannya, saya memang berbeda dibanding orang pada umumnya. Wajah saya unik, bentuk mata saya kecil, juga pilihan keyakinan saya yang sangat berbeda dengan agama orang pada umumnya. Yang mengherankannya adalah, semua hal yang bersifat pribadi itu menjadi seperti masalah untuk orang lain. Kalau wajah saya oriental seperti ini, memang kenapa? Kalau saya penganut agnostik, apa itu menganggu orang lain? Agama adalah hal yang paling privat untuk setiap makhluk, kenapa itu menjadi urusan orang lain dan ujung-ujungnya dipermasalahkan? Pertanyaan yang bersifat menyudutkan dan terkadang rasisme seperti itu, menyakitkan lho.
Advertisement
Pengalaman dianggap aneh atau lain itulah yang akhirnya membuat saya punya sistem sendiri untuk menyaring siapa yang bisa menjadi teman, dan siapa yang cukup ditemui sekali dan jangan didekati lagi. Saya jujur nggak mencari teman berdasarkan status sosialnya, tapi lebih penting etikanya. Dari situ, saya malah mendapatkan banyak teman dengan variasi yang seru.
"Papi Buddha, kakak ada yang Katolik dan Muslim, sementara saya dan mami agnostik. Berbeda-beda seperti itu, suasana rumah kami justru sangat hangat dan berwarna!"
Kru di lokasi syuting, jurnalis yang pernah mewawancarai saya, atau siapapun yang berkata dan berlaku sopan, bisa dengan mudah akrab dengan saya. Perbedaan itu indah, bukan malah harus dijadikan bahan mencela . Dari perbedaan saya bisa melihat kalau hidup itu serba nggak sempurna dan itu tugas kita sebagai manusia berakal untuk menyempurnakannya. Jangankan pertemanan, keluarga saya saja sungguh heterogen. Papi penganut agama Buddha, kakak ada yang Katolik dan Muslim, sementara saya dan mami agnostik. Berbeda-beda seperti itu, suasana rumah kami justru sangat hangat dan berwarna!
Next
Jangan buka mulut bila hanya ingin menjatuhkan!
Tahu rasanya tersakiti secara verbal, syukurlah saya nggak terikut untuk jahat. Saya cenderung menjadi orang yang bisa bersikap tenang ketika menghadapi orang yang berkarakter negatif. Bukan dengan balik marah-marah, tapi saya diamkan. Saya mengutip salah satu hadits Nabi Muhammad yang pernah saya baca, salah satunya adalah lebih baik tidak mengatakan apa-apa bila yang saya ucapkan hanya menjatuhkan orang lain. Boleh saja saya pernah menjadi korban verbal bullying, tapi bukan berarti saya menyebarkan kebencian itu. Tutup mulut itu lebih menyenangkan daripada jadi orang nyinyir.
"Saya malah “balas dendam” untuk verbal bullying ini dengan menjadi orang yang 10 kali lebih baik."
Saya malah “balas dendam” untuk verbal bullying ini dengan menjadi orang yang 10 kali lebih baik. Terbukti, dengan cara seperti ini, energi negatif yang datang dari praktek bully itu, bisa dikalahkan. Lama-lama pelaku akan jengah sendiri karena perkataan jahat mereka tidak berpengaruh untuk saya. Di dunia yang serba menjatuhkan ini, rasanya lelah juga kalau harus ikut-ikutan seperti itu. Terlahir berbeda itu indah, jadi jangan dijadikan alasan untuk melecehkan atau menghina. Speak4Peace is way much better!
Empowered by: