Advertisement
Next
Publik heboh pertengahan Oktober lalu akibat ulah mahasiswa hukum National University of Singapore (NUS) asal Malaysia itu. Bersama sang pacar yang juga berkewarganegaraan Malaysia, ia tanpa sungkan memublikasikan aktivitas seksual berdua. Bermacam pose bercinta, foto bugil, sampai video erotis ada dalam blog yang masuk dalam kategori porno dan dianggap ilegal itu. Anehnya, walaupun mendapat reaksi keras di Singapura maupun Malaysia, keduanya tak merasa bersalah.
Alvin dan Vivian malah merasa senang dan beranggapan bahwa seks merupakan proses reproduksi yang terjadi secara alami, sehingga tak seharusnya ditanggapi berlebihan, apalagi sampai dikecam. Baru beberapa hari muncul, blog mereka pun langsung ramai dikunjungi dan gambar maupun videonya laris-manis diunduh. Tak ada yang mesti disesalkan dari kasus ini, aku Alvian. Vivian yang mengaku sama sekali tak malu dan khawatir akan kecaman publik pun mengatakan hanya ingin menunjukkan bagaimana dalamnya cintanya kepada sang pacara, demikian pula sebaliknya.
Advertisement
Mereka berkenalan lewat Facebook sebelum akhirnya menjalin hubungan. “Pacarku memiliki ide untuk berfoto bugil. Setelah mengambil beberapa foto, kami pun ingin agar karya kami mendapat pengakuan publik, jadi kami mengunggahnya ke Facebook, tapi kami memburamkan bagian-bagian vital,” aku Alvin. Mereka lalu beralih ke Sumptuous Erotica karena foto-foto itu diblokir Facebook. Akibat beragam reaksi yang muncul, tak lama blog sensasional itu pun tak bisa diakses lagi. Namun Alvin terlanjur dituding melanggar kode etik mahasiswa dan harus siap menerima konsekuensinya, entah beasiswa dari pemerintah diberhentikan atau ia benar-benar dikeluarkan dari NUS.
Next
Tak lama setelah blog ditutup, Alvin dan Vivian yang merasa tak mendapat ruang “berekspresi” pun kembali menyapa dunia maya, tapi kali ini tanpa menyuguhkan adegan syur. Mereka mengunggah video yang berisi penjelasan mengapa blog yang baru beberapa hari dipublikasikan itu akhirnya ditutup. Mereka mengaku mendapat tekanan dari keluarga, tapi tak akan menghentikan kebiasaan mendokumentasikan keintiman mereka selama ini. Dan tak menutup kemungkinan kembali memublikasikan keintiman mereka, dalam versi terbaru tentunya.
Social media, salah satunya Facebook, memang jadi media menyenangkan untuk pamer segala hal, dari kegiatan, barang, sampai kemesraan dengan pasangan. Menurut Varkha Chulani, psikolog sekaligus pemilik situs varkhachulani.com, seharusnya kita sendiri yang membatasi fungsi blog, social media, juga media lainnya, apakah untuk berbagi informasi, atau menjalin relasi, bukannya memamerkan emosi, apalagi sampai memasukkan unsur pornografi dengan dalih ekspresi cinta. Itu sama saja dengan mengeksploitasi diri sendiri. Bagaimana menurutmu, Fimelova? Kita seringkali, sengaja maupun tidak, mengungkapkan perasaan kita pada pasangan di media sosial, tempat siapa pun bisa mengakses atau melihatnya. Tak ada yang melarang, tapi mesti diingat dunia maya juga bagian dari ruang publik yang di dalamnya pun mengandung batasan karena menyangkut budaya, moral, dan kepentingan banyak orang. Bebas berekspresi, tapi bukan berarti kebebasan itu dibiarkan saja memberi efek negatif untuk diri sendiri dan publik, kan? Kalau kelewat batas, pembuktian cinta yang seharusnya terlihat manis jadi salah kaprah.