Advertisement
Next
Image by Bryan Seah
Akhir September lalu Danny O’Donoghue, Mark Sheehan, dan Glen Power dari The Script berkunjung lagi ke Singapura untuk menggelar showcase album terbaru mereka “#3” di klab bernama Avalon, Crystal Pavilion Marina Bay Sand dan menjalani sederetan press junket. Berikut adalah petikan obrolan kontributor kami Icha Rahmanti (@cintapuccino) dengan band rock hip hop yang terkenal dengan single mereka “The Man Who Can’t be Moved” dan “Breakeven” itu.
Advertisement
Bagaimana cara membaca #3? Ada cerita khusus di balik judul ini?
Tergantung. Tergantung umur kamu. Untuk yang muda-muda dan terkena imbas jaman pasti akan membacanya: hash tag three, ala twitter. Ada banyak pertanda yang membuat kami pada akhirnya merasa menamainya #3. Misalnya, nomor di pintu studio tempat kami rekaman adalah nomor 3, ini album ke-3 kami, rumah Danny pun nomor 3, dan kami bertiga… Angka tiga adalah angka yang mistikal. Angka yang ajaib.
Dengan kedua album kami sebelumnya, album ini pun ibarat trilogi dan di album ini kami betul-betul jadi diri kami sendiri dan sudah nggak malu-malu lagi untuk menunjukkan akar hip-hop pada musik kami. Bila di album pertama dan kedua kami masih jaga image (tertawa)… nggak kebayang kalau MC memanggil kami ,”…and here’s The Script – Irish hip hop band,” terdengar konyol dan absurd, kan? Band Irlandia tapi beraliran hip hop …(tertawa), tapi sekarang kami sudah nyaman dengan keberadaan kami dan musik kami.
Tentang angka 3 lagi, kami punya 3 pedoman dalam membuat musik: yang pertama kepala perlambang ide dan inspirasi – musik kami harus menginspirasi, lalu hati – artinya bisa kena di hati, dan kaki, alias bisa bikin kaki bergoyang saat mendengarkan iramanya.
Lagu andalan kalian di album ini?
Selain “Hall of Fame” di mana kami berkolaborasi dengan Will.I.Am, kami juga menjagokan “Good Ol’ Days” – lagu bertempo cepat ini akan membuat kaki bergoyang dan orang bersenang-senang. Selain itu juga “Sex Degrees of Separation.” Ini lagu slow yang bercerita tentang usaha seseorang untuk melangkah maju setelah patah hati yang lumayan parah.
Di Avalon, The Script membawakan 7 lagu, termasuk “Six Degrees of Separation.” Musiknya catchy, manis sekaligus juga dalam. Tipe-tipe lagu yang akan merajai Broken Heart Song Chart alias lagu wajib kala gundah gulana. Penampilan mereka di Avalon terbukti mampu mengubah suasana Avalon yang formal dan glamor menjadi hangat dan akrab.
Next
Image by Fahmi Ismail
Kolaborsi kalian dengan Will.I.Am, bagaimana awalnya?
Danny dan Will.I.Am sama-sama menjadi mentor di acara The Voice UK. Will.I.Am itu hebat. Kami mulai berteman dan menemukan kecocokan, dari situ muncul ide kolaborasi ketika saya (Danny) memperdengarkan hasil rekaman kami. Will tertarik dengan “Hall of Fame.” Buat kami begitulah seharusnya hasil kolaborasi music tercipta: natural, lewat proses pertemanan. Nggak ada yang dipaksakan atau dijodohkan pihak label atau studio.
Kalian nampaknya adalah jenis laki-laki yang simple?
Betul sekali! Simple adalah kata yang tepat untuk menggambarkan kami. Kami apa adanya seperti ini. Jeans, tee shirt… simple.
Lagu kalian begitu romantis dan kadang mellow sekali, ibarat orang yang menderita sekali karena cinta. Misalnya lagu “Breakeven” dan “The Man Who Can’t Be Moved.” Apa itu benar-benar kalian?
We are happy people and probably the reason is because we put our dark sides in our songs. Kami ingin dikenal juga sebagai band yang membuat lagu dengan lirik-lirik yang berkesan dan inspiratif. Karena menurut kami sekarang ini seni menulis lagu (songwriting) sudah mulai ditinggalkan, dan kami ingin meneruskannya.
Kalian juga sangat ramah dan rendah hati. Itu bawaan lahir sebagai laki-laki Irlandia?
Ya dan tidak. Rata-rata orang Irlandia memang ramah. Tapi ini pun hasil didikan orang tua kami dan pengalaman kami sebagai orang yang sudah lama meniti karir di industri musik, mencoba untuk sukses. Kami tahu susahnya menembus industri dan kami juga tahu bahwa popularitas ini bisa hilang dalam sekejap. Makanya kami selalu mencoba menghargai semua pihak yang terlibat dan membantu kami mencapai impian kami.
Glen kemudian bercerita mengenai satu nasehat Ayahnya yang selalu diingatnya hingga sekarang. Ayahnya selalu berkata “Kalau kamu ingin minum teh, jangan pernah meminta, tapi tanyakan di mana ketelnya!”
Hal tersulit apa yang kalian hadapi sepanjang karir kalian?
Dari dulu sampai sekarang kami sudah merilis album ketiga, ternyata buat kami masih sama. Pergi ke berbagai belahan dunia untuk tour dan promosi meninggalkan keluarga. Mungkin terdengar konyol ya, kami pikir setelah semakin sering kami lakukan akan lebih mudah. Ternyata nggak. Setiap harus melakukan rutinitas traveling, kami justru merasa semakin susah untuk melakukannya. Ada rasa sakit yang menyelinap di hati karena harus meninggalkan orang-orang yang kami sayangi di rumah. Aneh sekali. Hal lainnya semakin mudah karena kami semakin berpengalaman, tapi justru untuk meninggalkan keluarga ini justru semakin sulit dilakukan.
Interview was conducted by Icha Rahmanti