Advertisement
Next
Tentu masih segar menempel di kepala kita bahwa sebelum menjadi negara kesatuan, dulu Indonesia merupakan negara yang terdiri atas beberapa pemerintahan-pemerintahan lokal daerah yang berbentuk kerajaan. Kesultanan Jogja, Kesultanan Sambas, dan Kesultanan di Solo merupakan contoh kecil peninggalan pemerintahan kerajaan yang hingga saat ini masih masih bisa kita temui.
Jogjakarta, Solo, dan Sambas; jika berkunjung ke tiga daerah tersebut, pasti kita tidak ingin melewatkan untuk berkunjung ke bagian dari pemerintahan daerah lokal yang berjaya pada masanya. Saat kita mengunjungi tempat-tempat yang masih merupakan bagian dari sejarah kerajaan lokal, tentu kita berharap akan menemukan benda-benda atau setidaknya tempat yang mengandung nilai keindahan dan seni yang tinggi. Tapi sayang, itu tidak bisa kita jumpai saat mengunjungi museum yang ada di komplek Keraton Surakarta, Solo.
Next
Sebelum bisa memasuki komplek museum Keraton Surakarta, para pengunjung terlebih dahulu harus membeli tiket masuk seharga Rp10.000,-; bukan jumlah yang kecil tentunya, mengingat harga tiket masuk museum di Jakarta tidak setinggi itu. Namun jujur, rasa kecewa pun menghinggapi saya tatkala memasuki ruang Museum Keraton Surakarta. Kesan tua, menyeramkan, dan tak terawat melekat erat pada bangunan yang menyimpan benda-benda bersejarah pada masanya tersebut.
Ruangan museum yang besar, hanya diisi oleh lemari-lemari besar dengan isi yang ala kadarnya. Sehingga pengunjung pun lebih mendapatkan kesan mengunjungi sebuah ruang kosong daripada mengunjungi museum. Bukan hanya itu, cat tembok yang kusam, penerangan dalam ruangan yang seadanya, dan bau lembab yang cukup menyengat; sudah cukup membuat pengunjung untuk tidak berlama-lama di dalam ruang museum.
Advertisement
Next
Beberapa bagian langit-langit museum pun terlihat bolong serta ruang terbuka museum dipenuhi daun-daun kering yang berguguran dari pepohonan yang ada di sana. Ya, sangat disayangkan para pengunjung harus disuguhkan pemandangan seperti ini. padahal, dengan harga tiket masuk yang cukup tinggi dan traffic pengunjung yang juga tidak sepi, seharushnya pihak pengelola museum Keraton Surakarta bisa mengoptimalkannya untuk mengelola bangunan.
Pemandangan ini sangat bertolak belakang dengan pemandangan tempat serupa di Keraton Jogjakarta dan juga Keraton Sambas, Kalimantan Barat. Di Jogjakarta, setiap pengunjung yang hendak mengunjungi museum Keraton Jogjakarta harus membayar tiket masuk seharga Rp5.000,-; sebuah harga yang memang wajar ditetapkan untuk bea masuk museum.
Next
Kesan tua juga hinggap melekat pada bangunan museum Keraton Jogja, namun pemandangan di sini tentu jauh berbeda dengan pemandangan yang bisa kita saksikan di museum Keraton Surakarta. Museum Keraton Jogja memiliki bangunan yang lebih besar dari museum Keraton di Solo, beberapa ruangan pun memang terlihat memiliki penerangan yang ala kadarnya. Namun, setidaknya bangunan di wilayah Keraton Jogjakarta masih cukup terawat dan juga terjaga kebersihannya. Ruangan-ruangan di Keraton Jogja pun memang terlihat layaknya museum yang menyimpan berbagai barang-barang bersejarah bagi rakyat dan juga Kesultanan Jogja.
Selain Jogja, mengunjungi Keraton juga harus masuk ke dalam daftar tujuan wisatamu saat kamu berjalan-jalan mengunjungi Sambas, Kalimantan Barat. Ternyata wilayah yang terkenal karena sungainya ini juga menyimpan cerita sejarah di balik bangunan Keraton Sambas. Berbeda dengan dua museum Keraton yang ada di Jawa, Keraton Sambas tak banyak dikunjungi oleh wisatawan dan bahkan, sedikit pula wisatawan yang berkunjung ke Keraton Sambas bisa masuk ke menyusup dan melihat detail demi detail setiap ruangan dan benda yang ada di dalam keraton.
Advertisement
Next
Beruntung, FIMELA.com bisa menyusup ke dalam Keraton Sambas dan menikmati sisi sejarah dan detail bangunan yang menjadi salah satu benteng pertahanan pada masa penjajahan Belanda ini. Tanpa ada bea masuk dan tanpa ada pihak pengelola yang dikhususkan untuk merawat bangunan keraton, jika dibandingkan dengan Keraton Surakarta, Keraton Sambas masih jauh lebih layak dan lebih bersih terawat.
Penerangan dalam bangunan yang seadanya dan kondisi bangunan tua, tak bisa dihindari memang menciptakan kesan mistis ketika kita menginjakkan kaki ke dalam gedung yang terletak di pinggir Sungai Sambas tersebut. Namun, walaupun terkesan gelap dan mistis, bangunan dan benda-benda yang terdapat di Keraton Sambas masih dalam kondisi yang cukup terawat sehingga hasrat bisa betah berlama-lama menikmati jengkal demi jengkal Keraton Sambas walaupun hanya ditemani dengan penerangan yang ala kadarnya.
Sebagai bagian dari usaha untuk menumbuhkan kecintaan wisatawan domestik pada museum, seharusnya pemerintah bisa melakukan perawatan optimal pada bangunan-bangunan bersejarah yang ada di wilayah mereka. Terlebih lagi jika memang bangunan museum tersebut masih masuk ke dalam lingkungan kerajaan yang memang masih eksis hingga saat ini. Sangat disayangkan bahwa kenyataannya museum yang terdapat di dalam lingkungan Keraton Surakarta justru malah mengecewakan pengunjungnya. Jika keadaan ini dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin museum Keraton Surakarta bisa tinggal nama dan dengan cepat menjadi bagian dari sejarah kota Solo.