Advertisement
Next
Bermula dari pertemanan Vero, Abigail, dan Diana yang masing-masing dekat karena pasangan mereka lebih dulu bersahabat, ketiganya makin akrab karena memiliki kesamaan hobi. Vero dan Abigail senang berkutat dan berkreasi dengan pernak-pernik lucu, sementara Diana dikenal tak pernah absen dari berbagai party. Ketika Diana dan Vero kemudian mempersiapkan pernikahan mereka, juga seiring banyaknya teman mereka yang menikah dan mengadakan pesta lajang, ketiganya turun langsung mempersiapkan dekorasi dan table setting-nya.
Dari sanalah muncul ide untuk lebih mengembangkan kreativitas mereka, sekaligus membagi keyakinan pada orang lain bahwa nggak cuma dekorator andal yang bisa membuat dekorasi cantik, tiap orang pun bisa melakukannya. Lahirlah Gudily pada Februari 2012. Vero bertanggung jawab di desain, Diana fokus ke masalah keuangan, sementara Abigail di bagian produksi. Kini, Gudily terus menambah lini produknya untuk memenuhi permintaan customer yang kian meningkat, sekaligus mengembangkan kreativitas orang-orang yang mulai tertarik DIY.
“Pertama pernak-perniknya aku pakai sendiri untuk persiapan pernikahanku, lalu iseng-iseng menawarkan ke teman dekat,” Vero mengenang ide awal membuat DIY. “Ternyata banyak yang tanya, ya,” Abigail meneruskan. “Mencari namanya itu yang susah banget,” kata Diana tak ketinggalan. “Kita mau nama yang punya arti bagus, tapi biasanya yang punya arti bagus itu nggak catchy. Sampai akhirnya kita menemukan gabungan kata good dan ideally hasil diskusi bersama, jadi Gudily deh,” ujar Abigail kemudian.
Advertisement
Ketiga perempuan ini, selain disibukkan dengan Gudily, ternyata juga masih aktif bekerja. Diana bekerja sebagai staf keuangan di sebuah perusahaan, sementara Abigail dan Vero mengurusi usaha pribadi. “Karena Gudily masih merupakan side job, kita memilih usaha yang pengoperasian dan pengeluarannya paling bisa dijangkau, ya lewat online shop. Sekarang pun penjualannya sudah lumayan jalan. Mungkin nanti kalau workshop-nya juga sudah berjalan dan penjualan makin bagus, kita akan membuka toko yang jadi satu dengan arena workshop,” papar Vero.
Next
Walaupun mengaku masih menjadikan Gudily sebagai usaha sampingan, mereka rupanya tak mau setengah-setengah. Tiap Sabtu atau Minggu mereka sengaja meluangkan waktu untuk bertemu. Biasanya, ketika bertemu akan muncul ide-ide baru dan mereka pun saling bertukar pendapat yang diakhiri dengan vote supaya keputusan yang diambil adil. “Kebetulan kita punya selera dan pandangan yang hampir sama, jadi selama ini nggak ada masalah,” kata Diana. “Untuk saat ini kita memang sedang berkonsentrasi ke Gudily,” Vero kembali menjelaskan, “Kita sudah mempersiapkan banyak rencana untuk Gudily. Ke depannya, bakal ada workshop kecil untuk meningkatkan kreativitas yabg idenya muncul saat kita berpameran di Brightspot Market. Banyak yang tanya ini untuk apa, kegunaannya apa. Mereka belum terlalu paham dengan barang-barang semacam ini dan bagaimana mengaplikasikannya.”
Gudily sendiri berencana membagi workshop untuk beberapa segmen, dari mother sampai anak-anak SD. “Sebenarnya baru-baru ini kita sempat ngobrolin tentang anak sekarang yang kreativitasnya memudar. Zaman serbateknologi membuat mereka cuma akrab dengan iPad atau iPhone, tanpa mengenal kegiatan semacam ini lagi,” ujar Vero, yang kemudian diikuti dengan Abigail, “Jadi, kita mencoba menghadirkan alternatif baru selain gadget dan mall. Rencananya, proyek ini akan kita mulai setelah Lebaran.”
Ketika ditanya mengenai proyek terdekat yang akan Gudily kerjakan, mereka dengan kompak menjawab tengah sibuk mempersiapkan pesta ulang tahun pertama anak semata wayang Diana dan pernikahan Abigail di Bulan Oktober nanti, sembari mempersiapkan konsep workshop dan proyek Gudily yang lain. “Intinya, kita ingin membawa Gudily menjadi one stop shop for party supplies. Jadi, customer yang berkunjung ke toko kita, bisa mendapatkan semua perlengkapan party yang dibutuhkan, lengkap dengan pengetahuan baru tentang cara pengaplikasiannya!” tutup mereka bersemangat.