Advertisement
Next
Dan perubahan yang paling terlihat jelas darinya adalah ceritanya yang kontinyu tentang traveling. Ia bukan lagi “pengelana” konser musik seperti saat memegang mic MTV Asia, tapi kini menjadi penjelajah dunia. Sebelum tiba di Jakarta, ia baru saja kembali dari Abu Dhabi untuk syuting program acara traveling terbarunya, “Passage to Abu Dhabi”.
“Traveling is my life. Selain karena profesi saya yang membuat saya bisa banyak traveling, tapi ada banyak nilai lain yang saya petik dari itu. Beralih dari seorang VJ MTV, kemudian jadi host acara traveling, itu sebuah perubahan yang besar untuk hidup saya sebenarnya. Dulu saya memang banyak traveling, tapi hanya antara bandara, hotel, tempat konser musik, lalu hotel lagi, kemudian pulang.
Advertisement
Padahal bukan itu esensinya traveling, karena kita harus mengenal orang asli dari tempat yang kita datangi dan budaya setempat. Begitu banyak pelajaran yang bisa didapat dari traveling,” katanya.
Dari traveling pula, Denise harus bisa menjadi seorang bunglon, yang bisa cepat beradaptasi dengan perubahan besar. Dan satu lagi, jangan pernah manja.
“Program acara saya sebelumnya, ‘Passage to Malaysia’, banyak berlokasi di hutan. Lalu, untuk acara ‘Passage to Abu Dhabi’ ini saya beralih ke gurun pasir, dimana kalau dibandingkan seperti dari suasana yang sangat hidup ke suasana yang seakan nggak berpenghuni. Tapi saya sama sekali nggak keberatan dengan hal itu, karena di balik suasana sepi seperti itu, sebenarnya ada keuntungan untuk lebih mengenal diri kita sendiri, semacam meditasi. Selain itu, area gurun pasir adalah tantangan terberat karena panas dan susah untuk dilewati. Kalau memang nggak berniat untuk benar-benar traveling, itu berat untuk dilakukan,” ceritanya.
Next
Tapi, jangan mengira bahwa sosok model yang berpulas make up itu, tipikal perempuan modern yang biasanya senang untuk ditemani dan dilayani akomodasi berkualitas nomor satu saat liburan, karena pelaku olahraga yoga yang telah bersertifikasi sebagai guru Yoga ini, mengaku bukanlah sosok perempuan yang bergantung pada orang lain untuk traveling.
“Saya lebih suka traveling sendirian, I’m a solo traveler. Seperti ketika saya di Abu Dhabi yang masih saja memisahkan diri dari kru yang lainnya karena ingin menikmati sendiri keindahan kota yang saya datangi...kemudian tersesat. Tapi, itulah seninya traveling, tersesat membuat kita di satu sisi powerless, tapi di sisi lain ada kesenangannya tersendiri.
Lagipula, menemukan partner yang cocok untuk traveling adalah hal yang susah-susah gampang karena kita harus benar-benar akrab dengan orang tersebut. Setiap pribadi punya caranya sendiri untuk tidur atau khas masing-masing saat baru bangun tidur. Kalau dari hal kecil itu saja sudah nggak cocok, perjalanan saya malah jadi nggak menyenangkan lagi. Jadi, daripada pusing-pusing, saya memilih untuk pergi sendiri saja,” ujarnya enteng.
Namun, jangan sembarang menjadi solo traveler, karena Denise yang sudah melakukannya berkali-kali pun, menyarankan para perempuan untuk melakukan berbagai hal sebelum bepergian sendiri.
“Sebaiknya kamu mempelajari dulu tempat yang kamu akan tuju -seperti yang saya lakukan sebelum berangkat ke Abu Dhabi- untuk mengetahui apa yang boleh dan jangan dilakukan. Contohnya seperti di Abu Dhabi yang masih terhitung konservatif dan terikat dengan ajaran agama Islam, sementara saya bukan seorang Muslim, jadi harus tahu do’s dan dont’s.
Selain itu, sebaiknya lebih teliti juga untuk memilih tujuan traveling karena ada beberapa negara yang sangat nggak cocok untuk didatangi sendirian oleh perempuan, contohnya India, karena sangat rawan. Tapi, ada juga negara yang sebenarnya cukup berisiko, seperti Jepang, karena sudah sangat umum diketahui kalau laki-laki di sana suka minum alkohol hingga mabuk. Makanya, di Tokyo banyak terdapat dan disediakan hotel serta sarana transportasi khusus perempuan untuk menjamin kenyamanan dan keselamatan para solo traveler perempuan. Intinya, kita sebagai perempuan harus pintar untuk memilih tempat tujuan dan membekali diri dengan informasi agar bukan hanya datang tanpa tahu apa-apa,” sarannya.
Advertisement
Next
Beralih tentang fashion, Denise yang sudah lama berkecimpung di dunia modelling (look at her body, Ladies!), memuji hasil karya Priyo Oktaviano, salah satu desainer yang ikut dalam pagelaran Fashion Nation tahun ini. Tangan dan matanya yang jeli karena sudah biasa memegang dan melihat garmen kreasi desainer Internasional, mengakui bahwa desainer asli Indonesia pun punya karya yang sama bagusnya.
“Do I need to explain more about him? Kreasinya yang sangat funky dan edgy, bisa dikombinasikan dengan baik antara haute couture dan high street fashion. Ditambah lagi dengan sikapnya yang menyenangkan, karena menyempatkan datang langsung saat saya fitting dan merekomendasikan outfit mana yang bagus saya pakai. Ia juga bisa menggunakan songket untuk diubah ke bentuk lain, tahu caranya bagaimana melipat atau membuat drapery dari itu, tanpa mengurangi keindahan songket itu sendiri (seperti pada outerwear yang ia pakai saat wawancara-red). Padahal, saya sangat tahu bahwa untuk membuat songket Indonesia itu sangat rumit dan butuh keahlian khusus,” pujinya tulus. “Dan satu lagi, mengenakan kebaya Indonesia, membuat saya ingin menikah saat itu juga!,” candanya.
Tapi dari semua pahamnya tentang menjadi perempuan mandiri dan nggak mau tergantung orang lain saat bepergian, Denise tetaplah seorang pribadi urban yang modern. Ia boleh saja masuk ke hutan atau berkemah di gurun pasir, tapi Blackberry tetaplah item wajib dibawa.
“I let myself go, but I connect myself through my Blackberry. Silakan saja panggil saya ‘technology nut’ karena merasa gelisah kalau ponsel saya jauh dari jangkauan, tapi itulah saya dan banyak orang lainnya yang menjadi sangat bergantung dengan teknologi. Tapi, ketika saya harus traveling ke tempat yang sangat jauh dan nggak terjangkau sinyal, saya akan memberitahukan ke teman-teman terdekat dan keluarga tujuan saya agar mereka tahu keberadaan saya, sambil terus berusaha mencari sinyal kalau misalnya ada (tertawa),” gelaknya.
Nice to chat with you, Denise!