Advertisement
Next
Saktiana Dwi Hastuti: Tinggalkan Kesempatan Kerja Demi Mengajar Di Limboro
Adalah Saktiana Dwi Hastuti, seorang perempuan kelahiran 1987 yang mengambil keputusan besar dalam hidupnya untuk berangkat dan mengabdikan diri menjadi Pengajar Muda pada tahun 2010. Hm, bagaimana tidak, untuk akhirnya bisa menjadi seorang Pengajar Muda, Perempuan lulusan Universitas Indonesia tahun 2009 ini harus menentang semua keluarga yang tidak mengijinkannya berangkat dan juga meninggalkan kesempatan menjadi seorang Pegawan Negeri Sipil (PNS) di Departemen Keuangan yang ada di depan matanya.
“Sejak SD hingga kuliah, saya menimba ilmu di sekolah negeri yang mendapat subsidi dari uang rakyat. Lalu, saya berpikir ‘apa yang bisa saya lakukan untuk membayar kembali semuanya? Satu tahun mengabdi rasanya nggak ada salahnya’, dan kebetulan kesempatan itu datang dari Indonesia Mengajar. Akhirnya, saya membulatkan tekad mengambil kesempatan tersebut sekalipun semua keluarga marah atas keputusan yang saya buat,” Sakti mengawali cerita pada tim FIMELA.com.
Advertisement
Next
Pada saat ia memutuskan untuk menjadi seorang Pengajar Muda 2 tahun lalu, mungkin baru beberapa gelintir orang yang mengenal lembaga Indonesia Mengajar. Sakti adalah salah satu Pengajar Muda angkatan pertama yang berangkat ke Desa Limboro, Majene, Sulawesi Selatan, untuk mengabdi di sebuah sekolah dasar negeri selama satu tahun. Jika dibandingkan dengan menjadi seorang PNS di sebuah departemen bonafit di Indonesia, rasanya menjadi seorang sukarelawan di tempat terpencil adalah sebuah pilihan yang tidak bisa dibandingkan.
Namun, pada kenyataannya, atas nama passion dan fokusnya untuk berbagi dengan sesamalah yang menggerakan Sakti untuk terus melangkah maju dan berangkat menuju Desa Limboro. Tentunya keadaan di sana sama sekali tidak bisa disamakan dengan kehidupan yang ia jalani di Jakarta. Bayangkan saja, untuk keperluan makan sehari-hari, Sakti yang tinggal bersama orangtua angkatnya ini biasanya hanya makan nasi bersama dengan lauk ikan, jangan salah, satu ekor ikan kecil harus dibagi untuk 6 orang anggota keluarga. Tapi, itu semua tidak membuat anak ke-2 dari 2 bersaudara ini menyesali keputusan dan perjalanannya selama 1 tahun di Desa Limboro.
“Passion saya memang untuk berbagi. Saya yakin bawa semakin banyak yang kita berikan maka kita juga akan semakin banyak menerima. Banyak sekali pengalaman yang saya dapat selama 1 tahun di sana yang tidak bisa dibayar dengan uang. Klise memang, tapi seperti itulah kenyataannya. Dan saya sama sekali tidak menyesali apa yang telah saya jalani karena ini adalah sebuah kehormatan, bukan pengorbanan,” ujar Sakti dengan nada sedikit menggebu-gebu.
Jauh dari kata ‘nyaman’ dan jauh dari keluarga, itulah yang harus dirasakan perempuan asli Jawa Tengah ini selama 1 tahun mengabdi sebagai guru kelas 5 di SDN 19 Limboro. Usai mengabdikan diri sejak November 2010—November 2011, kini Sakti bekerja di sebuah penerbit buku anak-anak di bilangan Jakarta Selatan.
Advertisement
Next
Intan Nuni Wahyuni: Memperjuangkan Anak Bengkalis untuk Kembali Ke Bangku Sekolah
Beruntung tim FIMELA.com bisa berbincang-bicang dengan perempuan asal Bogor ini di tengah kepadatan aktivitasnya sebagai trainer. Intan, perempuan lulusan Institut Teknologi Bandung ini memutuskan untuk menjadi salah satu pengajar muda setelah mendengarkan penjelasan dari Bapak Anies Baswedan, pendiri Yayasan Indonesia Mengajar, mengenai tujuan didirikannya yayasan ini. Beruntung, saat berhasil menjadi salah satu pengajar muda, Intan tidak mendapat hambatan yang berarti dari pihak keluarga.
“Saya tahu program Indonesia Mengajar saat IM sosialisasi di ITB. Pak Anies mengenalkan gerakan ini, mulai dari latar belakang, tujuan, visi misi, dan teknis pelaksanaannya. Saat itu, saya merinding mendengar penjelasan Pak Anies dan langsung muncul keinginan untuk bergabung. Saat pertama kali tahu saya diterima menjadi pengajar muda, yang pertama kali saya lakukan adalah meminta maaf kepada orangtua karena sebelumnya saya tidak meminta ijin kepada mereka untuk bergabung dengan Indonesia Mengajar. Agak sulit memang meyakinkan orang tua untuk melepas saya merantau ke daerah asing selama satu tahun. Namun, saya selalu memberi pengertian kepada mereka bahwa tujuan gerakan ini sangat mulia,” Intan bercerita.
Next
Selama satu tahun, pemilik nama lengkap Intan Nuni Wahyuni ini ditempatkan di Pulau Bengkalis, Riau, sebuah Pulau kecil di Selat Malaka. Perubahan kondisi geografis yang harus dialami oleh Intan pun tidak menjadi sebuah halangan dan menurunkan semangatnya untuk berjuang di Pulau Bengkalis, walaupun terkadang Intan dibuat repot dengan keterbatasan fasilitas yang ada di sana, terutama saat ia sakit. “Sekolah Dasar tempat saya mengajar baru didirikan saat saya datang. Di sini saya mengajar kelas 4 (yang terdiri dari 6 orang murid) dan juga kelas 3 (yang terdiri dari 4 orang murid). Saya memang hanya memegang 10 orang anak, tapi itu menjadi tantangan yang cukup berat bagi saya karena tidak adanya motivasi mereka untuk belajar,” Intan kembali berbagi cerita.
Satu tahun mengabdi di sebuah tempat terpencil dan menghadapi kondisi anak-anak yang tidak memiliki motivasi belajar, tentu merupakan tantangan bagi perempuan yang sekarang bekerja sebagai trainer di Indonesia Mengajar ini.
“Hasil yang paling saya syukuri selama satu tahun mengajar adalah saat melihat murid-murid saya bisa berubah jadi semangat belajar, senang datang ke sekolah, dan kami bisa berteman baik, tidak sebatas guru dan murid. Dan yang paling berkesan bagi saya adalah saat saya berjuang bersama-sama kepala sekolah memperjuangkan beberapa anak di sana supaya mereka bisa kembali belajar di sekolah. Yang paling saya ingat adalah saat saya membantu Khairul, seorang anak pindahan dari Malaysia. Khairul berbagai alasan, Khairul sulit untuk melanjutkan pendidikan di sekolah kami. Namun, karena perjuangan yang keras dari Kepala Sekolah, akhirnya siswa pindahan dari Malaysia ini bisa belajar di sekolah lagi. Dan ternyata Khairul adalah murid yang cerdas. Saya baru menerima kabar kalau dia masuk menjadi salah satu peserta olimpiade sains nasional ke tingkat Kab. Bengkalis dan itu adalah berita yang paling membahagiakan buat saya,” tutur Intan. Saat ini Intan mengisi harinya sebagai Training Officer (by project) di Indonesia Mengajar sebelum ia kembali melanjutkan pendidikan Masternya di ITB.