Advertisement
Next
Saya mantan loser yang akhirnya bisa berhasil
Advertisement
Saya melihat perkembangan karier saya di dunia hiburan sebagai sebuah berkah. Saya dulu sangat bukan apa-apa. Saya dulu adalah pemain band di kafe yang suatu hari mendapat tawaran casting. Pertama kali berakting saya menjadi figuran di sebuah FTV, lalu berkesempatan menjadi figuran satu scene di “Pintu Terlarang”. Setelah itu, saya perlahan mendapatkan peran utama di FTV dan porsi akting saya yang cukup besar di sebuah film pada “?” karya Hanung Bramantyo, berlanjut di “Arisan! 2”, “Garuda di Dadaku 2”, di produksi film Hollywood “Java Heat” bersama Micker Rourke, “Modus Anomali” besutan Joko Anwar yang, dan “Mursala”.
Di “Mursala”, saya berperan sebagai pengacara yang terbentur dengan adat istiadat Tapanuli dalam menyelesaikan kasus yang sedang ditanganinya. Mursala sendiri adalah nama tempat di Tapanuli Tengah dan sengaja digunakan sebagai judul film supaya dikenal dan bisa menarik turis untuk datang berkunjung. Hal itu dikarenakan Tapanuli Tengah adalah daerah termiskin ketiga di Pulau Sumatera. Film ini mendapat dukungan dari berbagai pengacara terkenal seperti Elza Syarief, Hotman Paris Hutapea, dan Rufinus Hutauruk, yang ikut berperan dalam film ini.
Melihat sederet judul film yang saya bintangi, saya nggak menyangka apa yang saya jalani ini bisa berhasil, karena sebenarnya dijalani apa adanya, sama sekali nggak ambisius. Tapi, ketika saya sudah berada di dalamnya, saya akan menjalaninya dengan sebaik mungkin sampai titik penghabisan. Saya juga bercita-cita ingin bisa memerankan semua karakter luar biasa dan teraneh sekalipun. Asal ceritanya menarik dan sutradaranya bagus, saya pasti mau.
Berakting itu enak
Saya mulai jatuh cinta dengan akting ketika masuk ke dunia film. Melihat proses kerjanya secara teknis, membuat saya sadar kalau akting itu nggak gampang, tapi tetap membuat penasaran. Makanya, ketika saya mendapatkan sebuah peran dan diberi waktu untuk mendalaminya, saya benar-benar dalami, saya kuliti karakter yang akan saya bawakan hingga mencari tahu segala detailnya, sehingga saya benar-benar bisa membawakan peran itu persis seperti yang diinginkan. Inilah yang menyenangkan, karena saya bisa menjadi orang lain dan kenikmatan itu semakin terasa ketika mendapat feedback positif dari penonton.
Sementara untuk belajar akting, saya mengandalkan berani bertanya pada banyak orang, terutama para senior, dan untungnya banyak dari mereka yang bersedia membantu dan mengajari. Saya belajar dari Ratna Sarumpaet yang membuka kelas akting, juga banyak sharing dengan Atiqah Hasiholan karena ia punya dasar pengalaman di bidang teater dan ia banyak memberi tahu kekurangan saya dengan menonton FTV yang saya bintangi, serta Tio Pakusadewo yang sudah seperti bapak saya sendiri karena membuka pintu rumahnya selebar mungkin untuk saya datangi dan banyak bertanya padanya.
Next
Akting menyelamatkan hidup saya
Sebelum masuk ke dunia akting dan menjadi seperti sekarang, saya adalah anak kuliahan biasa yang nggak punya ambisi sama sekali. Saya dulu nge-band karena suka nyanyi dan sempat bermimpi bisa jadi rockstar. Pendidikan saya di perguruan tinggi pun nggak lancar-lancar saja, karena pernah ambil jurusan Hukum tapi drop out, lalu melanjutkan ke jurusan Advertising hingga lulus tingkat Diploma.
Sebelum berkarier di dunia hiburan, saya nggak tahu harus berbuat apa. Pendidikan nggak benar, susah diatur, cuma bisa minta uang dari orang tua, mungkin ibu saya juga sudah hopeless melihat saya dulu. Saya bahkan pernah merasa nggak berguna karena nggak bisa berkarya, hanya bergantung pada orang tua. Namun ternyata, akting yang menyelamatkan hidup saya hingga bisa memiliki karier .
Saya nggak sadar kalau diidolakan perempuan
Saya nggak merasa kalau diperhatikan atau disukai oleh perempuan. Bila memang benar begitu keadaannya, saya berterima kasih atas perhatiannya dan senang kalau mereka bisa suka dengan apa yang saya kerjakan. Tugas saya sekarang adalah selalu mempertahankan prestasi agar bisa lebih baik dan nggak menjadi sombong. Soal saya selalu diperhatikan saat berada di tempat umum, mau gimana lagi? Saya bawa santai saja.
Padahal, sebenarnya saya adalah tipe pribadi yang nggak nyaman dengan keramaian, tapi harus belajar untuk berkompromi dengan itu dan harus bisa ramah dengan semua orang karena dikenal orang. Selain itu, saya juga memperbaiki kemampuan public speaking saya karena pekerjaan ini sesekali membutuhkan saya untuk berbicara di depan orang banyak dan saya nggak bisa membiarkan diri saya gagap dan nggak karuan saat bicara. Lagi-lagi, respon positif dari banyak orang atas apa yang saya kerjakan menjadi obat untuk menyembuhkan krisis percaya diri saya. Ternyata, saya ada gunanya juga (tertawa).
Advertisement
Next
Saya paling nggak bisa patah hati
Saya pernah punya masa lalu patah hati dan setelah menjalani itu saya sadar diri bahwa saya lemah dalam menghadapi itu. Saya paling nggak bisa patah hati dan sangat nggak bisa dikecewakan oleh perempuan yang saya sayangi, karena pasti akan depresi berat. Selingkuh adalah hal yang paling menghancurkan hati saya.
Hubungan saya dan Atiqah bukan untuk diumbar
Atiqah dan saya sejak awal berhubungan memang berkomitmen untuk nggak mengumbar cerita tentang kami. Karena, kami menganggap bahwa itu bukanlah sebuah prestasi kerja yang pantas diberitakan. Kecuali kalau kami misalnya menikah, pemberitaan tentang kami wajar dibuka untuk mengindari fitnah. Tapi kalau baru pacaran saja, untuk apa? Keengganan kami untuk diberitakan soal asmara juga bila hubungan kami ini akan selalu tertempel di nama kami masing-masing bila hubungan asmara kami punya jalannya masing-masing. Pilihan ini bukan untuk menutup-nutupi, malah kalau misalnya kami harus datang berdua ke sebuah acara dan diwawancara, kami nggak menolak. Asal jangan meminta kami untuk wawancara berdua yang memang sudah direncanakan, karena kami pasti akan menolak.