Kebebasan Masih Jauh Untuk Prita Mulyasari

Nama Prita Mulyasari banyak dibicarakan pada bulan Juni 2009 lalu, sejak surat elektroniknya yang mencurahkan pengalamannya tentang bagaimana perlakuan dan kelalaian pihak Rumah Sakit Omni Internasional dalam menangani penyakitnya di tahun 2008 lalu, menjeratnya dengan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan gugatan perdata atas pencemaran nama baik. Ibu dari 3 anak ini, lalu diputuskan bersalah oleh Pengadilan Negeri Tangerang dan sempat dikurung di Lapas Wanita Tangerang mulai 13 Mei 2009 lalu. Namun, pada 3 Juni 2009 ia keluar dari tahanan berkat permintaan Komisi III DPR yang meminta MA untuk membatalkan tuntutan, walaupun ia tetap berstatus sebagai tahanan kota. Ia akhirnya benar-benar resmi terlepas dari segala dakwaan pada 29 Desember 2009, karena menurut Pengadilan Negeri Tangerang ia tidak terbukti melakukan secara sah dan meyakinkan melakukan pencemaran nama baik.

Dan, pada 30 Juni 2011 ini, Prita kembali disibukkan dengan masalah hukum, karena ia mendapat keputusan dari Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa kasasi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum diterima oleh Majelis Hakim dan mereka menolak kontra memori kasasi yang diajukan Prita. Efek dari ini adalah, status Prita kembali menjadi terpidana dan terancam hukuman penjara 6 bulan. Reaksi pertama Prita atas keputusan ini adalah bingung, karena datangnya sangat tiba-tiba dan keputusan terakhir yang dikeluarkan oleh PN Tangerang adalah dirinya tidak bersalah. Tiba-tiba, dengan menggelar sidang tertutup tanpa dihadiri olehnya atau kuasa hukumnya, dengan bentuk proses yang tak jelas bagaimana, ia seketika menjadi terpidana lagi.

"Mari sejenak melihat sisi positif masalah ini. Prita sebagai pihak yang kembali dijatuhi vonis saja, nggak mengeluarkan kalimat umpatan yang memprovokasi publik untuk membenci,"

Prita beserta kuasa hukumnya, Slamet Yuwono, dan suaminya, Andre Nugroho, lalu menumpahkan kebingungannya pada Komisi III DPR Selasa (12/7/2011) kemarin, untuk mencari solusi bagi kasusnya maupun kasus hukum serupa lainnya. Sampai sejauh ini, dukungan sudah didapatkannya dari berbagai fraksi yang ada di komisi tersebut. Seperti Eva Kusuma Sundari dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang menilai bahwa perbedaan keputusan antara perkara perdata dan pidana Prita menunjukkan kelemahan administrasi MA. Prita sendiri, selain menjalin dukungan dari wakil rakyat, juga sedang mengusahakan Peninjauan Kembali (PK).

Tapi, mari sejenak melihat sisi positif masalah ini. Prita sebagai pihak yang kembali dijatuhi vonis saja, nggak mengeluarkan kalimat umpatan yang memprovokasi publik untuk membenci suatu rumah sakit tertentu atau seseorang secara spesifik. Memang dalam isi e-mail yang tersebar, ia mengeluarkan pendapat tentang kualitas Rumah Sakit Omni Internasional beserta dokter dan staf rumah sakit, namun itu semua hanya bernada menceritakan. Keterangan Roy Suryo sebagai saksi yang mengajukan diri secara inisiatif, yang mengatakan bahwa tindakan Prita untuk menyebarkan e-mail tersebut bukan tindakan yang wajar bila dari awal ia memang nggak berniat untuk menyebarkan, juga nggak dibalasnya dengan tindakan emosional. Dari awal masalah menyeruak, Prita hanya memikirkan anak-anaknya yang masih kecil sambil terus berjuang untuk mencari keadilan.

(Dari berbagai sumber)