Fimela.com, Jakarta Menjelang Hari Film Nasional, 30 Maret 2018, timeline media sosial saya beberapa kali muncul update status teman yang membagikan tautan untuk nonton film Indonesia secara streaming. Kemajuan tehnologi dan tingginya kecepatan internet memudahkan pembajakan. Tanpa mereka sadari yang mereka lakukan adalah pencurian.
Karena pembajakan adalah pencurian. Karena banyaknya kenikmatan kita sering mengabaikan pembajakan adalah tindakan haram. Kerja keras semua tim pembuat film terabaikan begitu saja begitu Anda menonton film bajakan karya mereka.
Bayangkan saja film itu motor, lalu kita mencuri motor dari yang punya, kemudian kita memamerkan motor curian itu di media sosial kita dengan bangga. Menurut saya itu penyakit hati. Mencuri saja rupanya tidak cukup, haruskah dipamerkan dan mengajak orang lain untuk mencuri?
Advertisement
BACA JUGA
Dulu, sebelum era digital dan internet kuat, menonton film bajakan di rumah dilakukan lewat kepingan DVD, hanya dengan modal Rp 6.000 sudah dapat satu film. Tidak perlu repot ke bioskop, tak perlu membayar parkir, pakai dasterpun ok untuk nonton film di rumah. Masih banyak alasan kenikmatan lain yang membuat ‘roda setan’ pembajakan sulit dihapuskan.
Proses pembuatan sebuah film bukanlah proses yang mudah dan butuh waktu lama. Dari ide cerita, menjadi skenario, dibentuklah tim produksi, lalu pemilihan pemain, proses reading untuk pendalaman karakter, perencanaan setting dan lokasi syuting, syuting, editing, promosi, baru kemudian sampai di lyar bioskop untuk dinikmati penonton.
Tentu butuh banyak orang yang bertalenta untuk membuat satu film. Butuh kerjasama hebat juga agar bisa membuat film bagus. Kerjakeras mereka terbayar dengan penjualan tiket. Disetiap penjualan tiket itulah pembuat film mendapat untung. Untung itu juga baru bisa didapat jika jumlah penontonnya cukup banyak untuk menutup biaya produksi.
Advertisement
Pembajakan Digital
Jika kurang, tentu saja rugi. Pembajakan yang dilakukan akan mengurangi potensi pendapatan sineas. Siapa yang dapat untung? Mereka adalah ‘tikus-tikus’ pembajak. Bermodal satu tiket bioskop, alat rekam, dan alat penggandaan CD mereka membuat DVD bajakan. Menjualnya dengan harga murah karena mereka sama sekali tidak terlibat proses produksi.
Karena itulah mereka sama saja dengan pencuri. Dan Anda yang menikmati film bajakan, adalah penadah barang curian. Nikmat yang mungkin tidak Anda sadari ketika menonton film bajakan, adalah menikmati dosa. Dosa mencuri.
Saya termasuk orang yang menikmati musik dari pita kaset hingga CD. Pernah mencoba membeli kaset bajakan, tapi telinga saya sudah biasa mendengar yang original. Jadi terasa tak nyaman, karena kualitasnya tentu berbeda.
Nonton Streaming Resmi
Alasan tidak ada bioskop di daerah mungkin bisa jadi alasan utama. Tapi, kenyataannya banyak platfom resmi untuk menonton film dengan cara berlanngganan seperti ifli, HOOQ, dan Tribe. Platfom ini beda dengan bajakan, karena kerjasama dengan produser secara resmi dan ada pembayaran yang dilakukan setiap pemutaran film.
Beberapa film yang terlewatkan di bioskop saya bisa tonton. Serunya, bisa nonton kapan saja dan dimana saja. Paling sering saya nonton di kereta saat perjalanan pulang pergi. Download dulu deh saat kerja. Pas di perjalanan nonton tanpa hambatan, tahu-tahu sudah sampai Depok Baru. Asyik….
Jadi masih ingin terus menikmati hasil pencurian dengan membeli DVD bajakan? Atau menontonnya di internet yang hasinya kuliatas tak terjamin? Mari berhenti mencuri dan belajar lebih menghargai karya orang lain. Lagipula dengan kecanggihan digital juga, proses pembajakan itu gampang ditelurusi dan mengancam denda juga penjara bagi pelakunya. Bagaimana film Indonesia bisa jadi raja di rumah sendiri seperti cinta-cita Hari Film Nasional kalau begini? Sedangkan rakyatnya bangga mencuri film dari pemiliknya. Penyakit hati kok dipelihara....