Fimela.com, Jakarta Industri musik konvensional mungkin identik dengan peran musisi dan major label di belakangnya. Seiring perkembangan zaman, para musisi indie kini memiliki jendela peluang yang hampir sama besarnya. Payung Teduh adalah grup musik yang mampu menembus batas major dan indie tersebut.
***
Beberapa tahun belakangan reputasi Payung Teduh terbilang stabil dengan musikalitas yang dimilikinya. Di kalangan Jakarta dan sekitarnya, Is dkk juga dikenal sebagai band yang membuat venue acara jadi panggung bernyanyi bagi seluruh penonton.
Advertisement
BACA JUGA
Terdiri dari 4 personel, Payung Teduh menyajikan musik-musik yang membuai. Seperti filosofi namanya, mereka jadi pengayom yang meneduhkan dengan sentuhan khas bebunyian instrumen akustik, serta lirik-liriknya yang puitis.
Namun di penghujung Juli, band yang terdiri dari Is, Comi, Cito dan Ivan ini membelokkan kemudinya ke arah berbeda. Lagu Akad mereka rilis dengan kemasan yang tak biasa, yang mungkin tidak se-Payung Teduh biasanya.
Manuver ini menurut Is merupakan eksplorasi yang ditampilkan untuk gambaran album ketiga. Di album yang pengerjaannya memakan waktu lebih dari 3 tahun ini, Payung Teduh memperkaya warna yang selama ini belum tampak.
"Kalau bikinnya kayak yang kemarin-kemarin ya kita lari di tempat. Di lagu Akad ini gue 'ngerusak' aransemennya, sebagian besar yang komentar isinya cemoohan. Secara perubahan musik Akad mewakili album ketiga," ujar Is ditemui di Harper Recording Studio di kawasan Tebet belum lama ini.
Terus ditagih karya oleh para penikmat musiknya, album ketiga ini akan menjadi jawaban mantap Payung Teduh. Pasalnya selain memiliki spektrum berbeda, ada sejumlah campur tangan para musisi yang disegani reputasinya. Salah satunya adalah Steve Lillywhite yang turut menggarap proses produksi album ini. Simak bincang-bincang Bintang.com dengan Payung Teduh soal fenomena lagu Akad dan secercah petunjuk tentang album ketiga mereka berikut ini.
Advertisement
Akad yang jadi Fenomena
Payung Teduh kali ini merayu dengan lagu bertema cinta yang mungkin sudah banyak diusung musisi lain. Membahas tentang ikatan janji suci dalam pernikahan, grup musik asal Jakarta ini menerima pro dan kontra.
Perubahan yang diusung Is dkk kurang bisa diterima sebagian kalangan. Seperti bukan mendengar Payung Teduh, mereka merasa kehilangan karakter khas yang selama ini familiar di telinga. Akad, mungkin jadi eksperimen yang terlalu berhasil.
Viral dan raih jutaan viewers, melebihi ekspektasi lagu Akad?
Is: Mungkin ekspektasi gue adalah pendengar Payung Teduh akan berkurang, karena musiknya gue rusak banget. Buktinya saat video liriknya keluar isinya cemoohan semua, sebagian besar ya. Komentarnya 'kok musiknya jadi begini' dan segala macem. Makanya di setiap manggung gue bilang terima kasih buat apresiasinya.
Comi: Kita nggak pernah berekspektasi sih. Karena waktu bikin ya kita bikin aja sih. Kalau viewersnya banyak ya syukur, kalo nggak ya udah. Mungkin orang Indonesia butuh cerita, jadi pas klipnya keluar jadi rame. Terlalu berhasilÂ
Sengaja mengubah image lewat lagu Akad?
Is: Sengajanya kita pengen bermusik lebih luas lagi. Dari dulu kita kalau ditanya genrenya apa, kita nggak bisa jawab. Suatu hari nyanyi dangdut kenapa nggak. Salah satu executive producer kita Pak Arul memprediksi kita akan mendapat followers baru. Pendengar lama mungkin nggak suka tapi akan ada pendengar-pendengar baru bagi musik Payung Teduh, karena liriknya dari dewasa sampai anak kecil bisa nyanyiin.
Klip lagu ini sempat bermasalah soal hak cipta foto?
Is: Itu foto orang Jepang, Ibu Kaori. Kita serahin klip ini ke tim yang juga soundman kita, tapi tetep dengan kontrol. Mas Bayu udah sempat crosscheck berkali-kali, dan kita anak bandnya pun nggak tahu soal itu. Beliau mempermasalahkan karena foto itu dipakai tanpa izin. Nggak menuntut materi kok, hanya minta videonya diturunkan.
Apa imbas diturunkannya video klip Akad?
Is: Monetize kayanya nggak masalah, karena udah kita freeze. Tapi tim digital kita masih ngecek, karena ada video cover yang sampe 10 juta lebih viewsnya, karena namanya juga udah gede. Gara-gara video kita di-take down, jadi agak rancu lagu Akad dikira lagunya penyanyi itu. Makanya kita berharap penulisan judul cover lebih diperhatikan, dan paling tidak ada izin dari pihak label atau artisnya. Sekarang udah mulai banyak yang kirim email dan minta izin buat ngecover lagu ini. Pada dasarnya seneng kita mendapat respon yang baru buat Payung Teduh.Â
Respon terhadap pro dan kontra lagu Akad?
Is: Secara musikal Payung Teduh lebih kaya. Secara eksplorasi bermusik lebih dapat ilmu baru. Secara penambahan followers jadi lebih luas. Segmennya Payung Teduh tadinya kan mahasiswa, sekarang pensi SMP aja pernah manggil. SMA juga mulai banyak. Namun kita tetep nggak menghilangkan estetika lirik kita yang poetic.
Menebak Arah Musikal Payung Teduh
Album ketiga Payung Teduh sudah di depan mata. Meski belum bisa memastikan detail rilisnya, materi sudah rampung dan tinggal menunggu proses finishing. Akankah album yang memakan waktu lama ini berkesan bagi penikmat musik Payung Teduh yang lama dan yang baru?
***
Apakah Akad mewakili nuansa album ketiga Payung Teduh?
Ivan: Menurut gue sih nggak menggambarkan album ketiga, karena masih banyak lagu yang lain.
Is: Kalau secara perubahan musiknya iya.
Seberapa berat album ketiga ini sampai memakan waktu 3 tahun?
Is: Prosesnya dari 2014. Sebelumnya aku pernah bilang bahwa energiku udah habis buat rekaman lagi karena kesedot di manggung. Trus sama manager kita disemangatin, 'ini bukan hanya buat kalian lho, tapi kalian punya pendengar'. Kayanya harus diginiin, dilock jadwal dan disisipin di sela manggung. Paling sisanya tinggal masukin orkestra, mixing dan mastering.
Referensi yang menginfluence album ini?
Cito: Sebenarnya dua album pertama kurang bisa eksplor karena banyak yang dadakan. Dapat idenya pas di waktu rekaman itu dan harus segera beres, gitu-gitu. Jadi karena sekarang waktunya lumayan banyak kita menuangkan referensi-referensi yang sebelumnya nggak bisa dipake.
Is: Kalau referensi warna sih banyak banget. Kayak di lagu Muram itu Queen kental, lagu-lagu rock Jepang kental juga. Kalau yang lain-lain sih lebih ke musik-musik rock Brazil sih, kayak Los Hermanos, yang raw, main-main overdrive.Â
Sepertinya sangat beda dengan sebelumnya, sudah tak lagi akustik?
Is: Akustik tetep ada sih, cuman kalau kayak dulu-dulu kita lari di tempat aja. Maksudku bermusik harus berkembang, bass elektrik banyak di sini, nggak semua contrabass.
Single kedua sudah ada rencana?
Is: Di Atas Meja, judulnya. Lagi mixing, dan yang mixing Steve Lillywhite yang pernah produserin U2, Rolling Stones, The Killers, Morrissey. Kita nggak nyangka sih karena awalnya beliau yang menawari untuk bantuin album kami. Kerjasamanya sangat menyenangkan, dia sangat terbuka dan tetep menyerahkan keputusannya di kami. Sempet agak takut mau ngasih masukan tapi ternyata diskusinya enak. Kalau nggak Oktober ya November sekalian menjemput launching album ketiga di tengah November.
Sudah berapa persen album, dan sudah ada judul?
Is: Sudah 90%, tinggal finishing. Judul masih belum fix, tapi ada dua yang sedang kita pertimbangkan. Antara 'Ruang Tunggu' atau 'Menunggu' karena menggambarkan prosesnya yang lumayan lama. Intinya album ini masih tentang kerinduan, tapi mungkin nuansanya agak lebih gelap.
Di sela wawancara, kami pun sempat diperdengarkan cuplikan beberapa lagu baru Payung Teduh. Sangat menjanjikan, pendengar akan dibuat mengernyit di beberapa part, dan mungkin lebih teroicu lagi untuk menyelami evolusi musik Payung Teduh.