Fimela.com, Jakarta Salah satu film paling ditunggu di bulan Mei ini adalah Critical Eleven. Wajar saja karena film ini punya banyak keunggulan, terutama dari sisi pemain utamanya yaitu Reza Rahadian dan Adinia Wirasti. Dua nama itu saja sudah cukup buat menarik perhatian para pencinta film Tanah Air.
Mereka bukan saja pernah meraih banyak penghargaan seperti Piala Citra, tapi juga menjalin chemistry yang menarik. Ini kali ketiga Asti (sapaan akrab Adinia Wirasti) berpasangan dengan Reza, setelah sebelumnya di film Jakarta Maghrib (2010) dan Kapan Kawin? (2015). Dari beberapa jajaran aktris terbaik di negeri ini, nama Asti pantas termasuk di dalamnya.
Advertisement
BACA JUGA
Wanita kelahiran 19 Januari 1987 ini sudah memainkan berbagai peran yang menantang di beragam genre. Nama Adinia Wirasti di dunia seni peran diawali dengan film Ada Apa Dengan Cinta? (AADC?) di tahun 2002. Baru pertama kali tampil di layar lebar, Asti langsung menarik perhatian dengan perannya sebagai si tomboy Karmen.
Memulai karir dari dunia model, Asti ternyata mendapatkan bidang yang lebih pas baginya yaitu akting. Meski bukan aktris yang bermain di banyak film, Asti memang cukup selektif dalam menerima tawaran peran. Karena itu bisa dibilang semua film yang dibintanginya punya kualitas yang bagus.
Bahkan di film keduanya, Tentang Dia (2004), Asti berhasil meraih Piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI) 205 di kategori Pemeran Pendukung Wanita Terbaik. Lewat film yang sama, Asti juga meraih piala di Festival Film Bandung (FFB). Akting Asti di film Ruang dan 3 Hari Untuk Selamanya juga mendapat banyak pujian.
Di film Laura & Marsha, Adinia Wirasti kembali meraih Piala Citra. Kali ini sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik di FFI 2013. Setelah sukses berpasangan di Jakarta Maghrib dan Kapan Kawin?, Asti merasa senang dan antusias bisa reuni lagi dengan Reza di Critical Eleven yang dibesut duo sutradara Robert Ronny dan Monty Tiwa.
“Reza itu aktor yang very talented, kalau main bareng dia semuanya seperti mengalir begitu saja,” ucap Asti saat berkunjung ke redaksi Bintang.com, beberapa waktu lalu. Seperti di dua film sebelumnya, Reza dan Asti kembali menjadi pasangan, bahkan diceritakan sebagai pasangan kekasih yang kemudian menikah dan tinggal di luar negeri.
Film Critical Eleven yang diproduksi Starvision Plus dan Legacy Pictures ini merupakan adaptasi dari novel laris berjudul sama karya Ika Natassa. Asti sendiri merasa perannya di film yang berlokasi syuting di Indonesia dan New York (Amerika Serikat) ini bisa menjadi refleksi dirinya sendiri di kehidupan nyata. Hal itu ternyata juga dilakukan Adinia Wirasti di film-filmnya yang lain.
Seperti apa perannya di film Critical Eleven dan apa yang membuatnya merasa dekat dengan perannya itu? Lalu seperti apa Adinia Wirasti menjalin chemistry kembali dengan Reza Rahadian? Apa saja pertimbangan Asti dalam menerima tawaran bermain film dan peran seperti apa lagi yang ingin dimainkannya? Simak hasil wawancaranya berikut ini.
Advertisement
Lebih Connect dengan Reza Rahadian
Nama Adinia Wirasti memang seperti melekat dengan karakter Karmen di film AADC pertama dan kedua. Tapi Asti lebih dari itu. Banyak peran yang dibawakannya dengan memukau dan mendalam. Aktingnya di Critical Eleven sepertinya juga akan termasuk salah satunya.
Apa peran dan karakter kamu di film Critical Eleven?
Saya jadi Tanya Baskoro atau Anya, dia ini seorang wamita karir yang sangat modern. Dia seorang financial advisor yang cukup ternama di Indonesia. Jadi dari muda Tanya ini sudah terbiasa dengan kegiatan yang sangat mandiri. Setelah lama terbiasa sendiri, lalu dia bertemu Ale yang diperankan Reza (Rahadian) di sebuah pesawat. Lalu terjadia apa nantinya, tonton aja filmnya, hahaha
Bagaimana mendapat peran sebagai Anya?
Dapet peran ini saya di screen test dulu dan baca dua adegan dengan emosi yang berbeda dan setelah itu langsung depat peran sebagai Anya.
Berpasangan lagi dengan Reza Rahadian, apa kesan-kesannya?
Iya saya berpasangan sama Reza lagi. Saya dan Reza bisa sangat fluid, karena bagi saya Reza adalah salah satu aktor yang very talented di Indonesia, jadi semuanya ngalir gitu aja sih.
Tak ada kesulitan lagi dong menjalin chemistry dengan Reza?
Nah, soal chemistry ini adalah pertanyaan yang sangat susah saya jawab. Karena kita kerja kan harus ada chemistry juga. Saya nggak tahu itu soal sparks atau apa, tapi yang jelas rasanya lebih connect aja sama Reza. It’s very effortless, saya rasa itu magic-nya seni peran.
Sudah baca novelnya?
Saya sudah baca novelnya. Saya jatuh cinta dengan ceritanya. Saya juga jatuh cinta dengan karakter Ale dan Anya, baru setelah itu saya bisa masuk ke dalam karakternya.
Ada persiapan khusus sebelum dan selama syuting?
Ada, persiapan khusus untuk gimana memerankan orang hamil. Saya harus banyak tanya sama mereka yang pernah merasakan kejadian seperti itu. Gimana rasanya tendangan pertama, gimana tentang perkawinan muda, ya pokoknya harus bisa mengarang imajinasi bagaimana besikap seperti ibu hamil. Karena saya belum punya pengalaman tentang itu semua, ya itu yang cukup tricky bagi saya.
Ada kesulitan selama proses syuting?
Kalo kesulitan ya standar aja sih kayak soal cuaca, terutama di New York yang beda jauh sama di Indonesia. Kalo untuk peranin ibu hamil, bisa berjalan cukup lancar, apalagi di New York ada alat khusus untuk perankan ibu hamil. Alat ini bisa disesuaikan dengan usia kandungan dan berat badan kita dan lumayan membantu buat menghayati peran saya sebagai Anya.
Apa yang menarik dari film Critical Eleven?
Ini pilihan untuk nonton sesuatu yang lain. Menurut saya drama di film ini beda dengan yang biasa kita temui di film-film romance yang lain. Karena drama di fim ini memang tentang cinta dan harapan tapi diselimuti kesedihan yang luar biasa dalam. Iini bukan soal putus cinta atau apa, ini soal rasa kehilangan, bagi saya ini bukan sesuatu yang enteng. Kalo buat saya, semoga dengan adanya film ini bisa membuat orang ingat kembali, bahwa di dalam kebencian sebesar apa pun, cinta dan harapan itu masih ada kok.
Pelajaran yang bisa dipetik dari Critical Eleven?
Pelajarannya, bahwa jadi wanita modern di kota besar seperti ini adalah hal yang sangat sulit dicapai. Kita harus belajar banyak dan membuat pilihan-pilihan yang bijaksana. Perempuan di jaman modern ini sudah beda artinya, kita harus jadi ibu, istri yang kuat dan teman hidup yang kuat buat suami dan anak-anak kita.
Film ini membuat saya berasa naik kelas dan menyadarkan saya kalau saya bukan berada di usia 20-an lagi. Saya mau menempatkan diri saya di lingkungan kerja atau keluarga seperti apa. Pilihan kita sekarang ini sudah banyak sebagai wanita, kita bisa menikah muda, bisa memilih karir atau dua-duanya.
Tak Membatasi Peran
Tiap aktor tentu punya beragam cara untuk menghayati dan mendalami perannya. Begitu juga dengan Adinia Wirasti. Ia punya cara tersendiri untuk 'masuk' ke dalam karakter yang dimainkannya. Lalu apakah pemain film sekelas Asti berminat bermain sinetron?
Ada persamaan dengan film kamu bersama Reza sebelumnya, Kapan Kawin?
Ada juga persamaannya. Kalau di Kapan Kawin? jelas pertanyaannya, kapan saya kawin? Kalau di Critical Eleven, peran sebagai Tanya membuat saya berpikir kembali dimana saya berada sekarang. Tanya Baskoro di usia segini udah jadi ini, kalo saya udah jadi apa ya? Kadang kalo kita main filkm jadi apa hubungan emosional dengan karakter yang saya mainkan. Karena ada proses yang cukup panjang, mulai dari saya datang di lokasi syuting sampai di depan kamera, ada proses yang membuat kita harus tune-in, antara Adinia dengan Tanya. Saya harus masuk ke dalam karakter yang saya mainkan. Otomatis hubungannya memang jadi deket.
Sejauh apa keterlibatan penulisnya, Ika Natassa?
Mbak Ika sangat hands on di dalam proyek ini, karena kita semua sadar Critical Eleven adalah bayinya Ika Natassa. Dan jadi bayi kita semua juga. Passion kita semua hampir rata di film ini. Kita semua beursaha memberikan yang terbaik dan berusaha semaksimal mungkin supaya film ini pantas buat adaptasi novelnya. Saya sendiri suka diskusi sama mbak Ika, karena ngobrol sama dia nggak bikin bingung. Saya sendiri banyak dapet bocoran dan mbak Ika, karena kan otak cerita ini ada dari dia semua. Saya bahkan pernah minta play listnya mbak Ika waktu menulis cerita Anya di adegan tertentu supaya bisa dapet mood yang sama.
Bagaimana rasanya diarahkan dua orang sutradara?
Dua sutradara sangat dinamis sekali. Satu aja sudah sangat dinamis apalagi dua. Tapi mereka berdua bisa membagi tugas dengan pas dan sepertinya sudah ada perjanian men-direct bagian apa aja. Keuntungannya rasanya seperti punya dua tokoh protagonis, jadi karakter Ale datang dari Ronny dan emosinya Tanya datang dari Monty. Menarik dan unik banget, terutama kalo sutradaranya bisa sinkron. Kita sebagai pemain harus punya kacamata kuda juga, kita harus denger kata DOP, asisten sutradara, ya kita harus bisa berbicara dengan kamera. Kalo kita nggak bisa dekat dengan cameraman ya agak susah jadinya. Kita harus sadar kalo ini kolaborasi.
Siapa aktor favorit kamu?
Aktor favorit, saya suka Cate Blanchett, Jeremy Irons, Gary Oldman, Liam Neeson. Belakangan saya lagi suka sama Amy Adams. Dia itu dari main sebagai princess Disney sampai Arrivals yang semuanya flat, saya liat aktingnya dia di film itu suka banget. Di dalam negeri favorit saya masih Jajang C Noer.
Ada keinginan buat bermain sinetron?
Main sinetron bukannya nggak mau, tapi kembali lagi soal jadwal. Misalnya lagi main sinetron atau serial, tiba-tiba ada peran yang ingin saya mainkan. Ya pastinya nggak bisa saya ambil karena selain terikat kontrak saya harus komit saya yang saya kerjain. Karena passion saya kan di seni peran di film terutama. Ya harus pinter-pinter milih dan diskusi sama tim.
Kamu termasuk sangat selektif menerima tawaran peran, benarkah?
Soal peran, saya biasanya minta ketemu sama sutradara atau yang punya ‘gawe’, simpel aja sih. Kalo ada skirpnya, saya baca dulu dan kalo saya sudah ada greget di 10 menit/halaman pertama, biasanya saya terima. Saya nggak membatasi peran apa pun termasuk di genre horor atau action. Sebagai aktor saya harus terus berkembang, dan bisa main di beragam genre yang di luar zona nyaman saya.
Apa harapan kamu terhadap film Critical Eleven?
Harapannya, Critical Eleven bisa jadi tontonan yang menghibur masyarakat dan punya dampak yang bagus. Walaupun filmnya mengharu-biru, mudah-mudahan penonton bisa keluar dari gedung bioskop dengan penuh harapan dan cinta. Karena di kota besar seperti Jakarta ini, kita kayak tegangan tinggi kayak udah siap perang. Mudah-mudahan film ini mengingatkan kita semua kalo masih ada harapan dan cinta di hidup ini.
Banyak hal yang sudah dicapai oleh Asti. Wanita yang masih betah melajang ini sudah meraih banyak penghargaan dan beberapa filmnya juga menjadi box office. Film Critical Eleven seperti kembali menjadi penegasan kualitas akting seorang Adinia Wirasti. Para penyuka film Indonesia tentu akan menunggu ‘pameran’ akting Asti berikutnya yang mungkin saja akan semakin menarik.