Fimela.com, Jakarta "Wah, hidupnya sempurna banget, ya! Sudah cantik, pintar, kaya, baik lagi. Andai aku jadi dia!". Pujian semacam ini amat sering diartikan sebagai bentuk rasa iri dalam diri pengucapnya. Namun, pernahkah kamu berpikir dari sosok sebaliknya?
Satu hal yang selalu saya yakini, tak ada yang sempurna di dunia ini. Setiap manusia diciptakan Tuhan lengkap dengan kekurangan serta kelebihannya. Jika dia terlihat begitu sempurna, mungkin ada kekurangan yang sedang ia sembunyikan.
Advertisement
BACA JUGA
Layaknya kekurangan dan kelebihan, kebahagiaan dan kesedihan juga bagai dua sisi mata uang yang tak terpisahkan dalam diri manusia. Pun kehidupan seperti roda, ia selalu berputar dan tetap berporos.
Ada puluhan atau bahkan ratusan cerita kehidupan yang sudah saya dengar dan baca. Setiap cerita pun memiliki ciri khasnya sendiri. Yang paling sering dan selalu sukses membuat saya berdecak kagum saat saya mendengar cerita orang-orang yang tetap tersenyum di balik 'luka'.
Bukan perkara mudah tentunya untuk menutupi luka. Meski tak kasat mata, namun luka dalam hati memiliki kekuatan lebih besar dalam mengubah aspek dalam diri manusia.
Seperti luka di kulit, luka dalam hati pun saya yakini akan sembuh. Jika luka kulit butuh betadine, perban serta alkohol agar pulih, maka luka hati cuma perlu dua 'obat' mujarab: ikhlas dan waktu.
Advertisement
Semua Ada Alasannya
Selain nggak ada yang sempurna, saya juga percaya kalau segala sesuatu yang terjadi di dunia ini punya alasan. Ada alasan-alasan mengapa orang tetap memilih tersenyum walau hatinya terluka. Terlena dalam kesakitan? Ya, mungkin saja.
Tapi marilah coba untuk belajar memahami keputusan mereka. Ada alasan yang mereka pegang teguh mengapa memilih untuk tetap tersenyum. Bukan karena nyaman memendam lukanya, tapi mereka ingin waktulah yang menyembuhkannya. Membiarkan luka 'menikmati' prosesnya untuk sembuh.
Orang-orang yang memendam luka tidak melulu mereka yang pribadi pendiam. Ada segelintir orang yang cukup vokal di lingkungannya tapi memilih untuk tidak menceritakan 'luka'. Mereka yang kerap bercerita namun tetap menutup rapat luka memang telah membiarkan luka itu 'diam' di sudut hatinya.
Lewat tulisan ini, saya hanya ingin menyampaikan pendapat tanpa bermaksud menggurui, bahwa alangkah baiknya jika sikap saling menghargai selalu didahulukan dalam berinteraksi sosial. Jangan menganggap remeh luka yang dimiliki orang lain, karena kamu tak pernah tahu alasan dan seberapa berat perjuangan ia menyembuhkannya.
Pun saat kamu memiliki luka yang mungkin sama, alangkah baiknya jika tidak membanding-bandingkan. Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk menyembuhkan luka. Last but not least, belajarlah untuk tetap menghargai ruang privasi orang lain. Karena kamu tak pernah tahu apa yang sebenarnya dirasakan mereka. Tetaplah menebar senyum dan aura postif untuk sekitar, ya!
Regina Novanda,
Editor Kanal Celeb Bintang.com