Fimela.com, Jakarta Bermusik sudah menjadi darah dan menghasilkan daging bagi Rio Febrian. Semenjak berkiprah di industri musik tanah air, dengan melempar sebuah album berjudul Rio Febrian pada 2001 silam, nama Rio sudah menjadi salah satu solois pria paling diminati.
***
Beragam pencapaian sudah diraih Rio Febrian selama memilih dunia tarik suara. Tahun 1992, sebelum ia menjadi penyanyi profesional, Rio sudah berhasil menjadi Runner Up Bahana Suara Pelajar, sebuah ajang pencarian bakat bergengsi kala itu.
Advertisement
BACA JUGA
Disusul pada tahun 1999, ia berhasil menyabet gelar pemenang dalam 8th Asia Bagus Grand Championship. Hal ini menjadi penghargaan tersendiri bagi penyanyi kelahiran Jakarta, 25 Februari 1981 tersebut. Pasalnya, dia adalah yang terbaik di antara talenta muda negara tetangga.
"Gue gak akan pernah menomorduakan musik. Karena gue sudah memilih hidup dari dunia ini," tegas Rio Febrian ketika ditemui tim Bintang.com di kediamannya, Graha Hijau 2, kawasan Kampung Utan, Ciputat, Tangerang Selatan, Selasa (27/12/2017).
Ketegasan pelantun Aku Bertahan ini menjawab keresahan fans yang takut kehilangan sosoknya di belantika musik tanah air. Pasalnya, memang banyak musisi atau penyanyi lain yang memutuskan untuk rehat. Sebagaimana kabar beredar, Rio akan meninggalkan Jakarta dan pindah domisili ke Yogyakarta.
Lalu apa yang membuat Rio Febrian bertekad hijrah dari kota kelahirannya menuju Kota Pelajar tersebut? Apa yang selanjutnya bakal dikerjakannya saat memutuskan pindah bersama keluarga kecilnya, Sabria Kono, sang istri, dan kedua anaknya, Jamaica Fosteriano Febrian (5) dan Kalampati Sinarra Febrian (3)?
Berikut petikan wawancara Bintang.com bersama penyanyi berdarah Betawi-Manado itu dengan reporter Ruswanto, fotografer Galih Sigit, dan stylist Indah Wulansari di kediaman nyaman Rio Febrian.
Advertisement
Pindah Kota, Hijrah Bermusik
Tak sekedar pindah dari Jakarta ke Yogyakarta, Rio Febrian pun juga mengalami perubahan dalam hal musik. Kini, dia telah memilih berkarya secara indie, dan akan menelurkan karyanya dalam waktu dekat.
Segera pindah ke Yogyakarta, karir musik bagaimana nantinya?
Ga (masalah) lah. Aman. Gue malah jadi punya banyak teman di Yogyakarta setelah mondar-mandir kemarin. Seru itu kota, culture art-nya sangat bagus. Tapi tetap akan nyanyi juga sebagai profesi. Cuman base-nya aja yang pindah ke Yogyakarta. Kan udah ada beberapa musisi yang pindah ke luar kota, ga di Jakarta, dan fine fine aja.
Kenapa pindah kota, apa tidak takut akivitas musik jadi terganggu?
Awalnya alasannya ya itu, ada project. Menurut gue, pindah dari satu kota yang kita tinggalin merupakan challenge ya. Gue yakin pasti dapet sesuatu yang baru. Teman baru pasti dapat, suasana baru yang pasti akan berhubungan dengan mood ya, sama karya gue juga nanti. Gue harap bisa bikin sesuatu yang baru nanti di sana.
Apakah musik akan jadi nomor dua nanti?
Gak lah. Kan bisnis ini runningnya juga karena gue bermusik. Gue ngebangunnya pakai duit dari musik. Ga mungkin jadi nomer dua. Sekarang kan masih ngebuang dulu, ngebangun (bisnis). Makanya saya pasti akan terus bermusik. Akan seiring sejalan pastinya, ini karena ada passion baru aja sih. Bisnis penginapan ini juga karena dari nyanyi ke mana-mana. Jadi sedikit banyak tahu sih ya karena kan nyanyi ke berbagai tempat. Jadi tahu penginapan. Terus jadi merasakan, nginep di tempat ini itu
.
Kini juga sudah keluar dari label, apa saja yang dikerjakan?
Jadi kontrak dah selesai di Juli 2016. Ada waktu 6 bulan ke depan, belum bisa keluarin apa-apa dulu. Belum bisa kerjasama ama label lain dulu atau keluarin karya. Jadi ada waktu/masa iddah, hahahaha. Desember ini selesai. Waktunya (buat karya) tahun depan emang.
Kenapa memilih indie?
Ada (tawaran) tapi lagi nimbang-nimbang. Gue di Sony kan dari 1999, panjang banget. Baru akhirnya bisa ga kerjasama lagi setelah beberapa kali diperpanjang. Masih dijalanin sih. Tapi semangatnya tetep indie sih. Lebih bebas lah pastinya.
Lalu ada project baru apa di musik sekarang?
Kalau sekarang lagi nyiapin album terbaru. Tahun depan rencananya rilis. Tapi masih single baru dulu. Tahun 2017 rencana rilis single ama albumnya, produksi aja dulu. Single sih udah ada beberapa. Tapi tinggal kita rekam, nanti konsepnya seperti apa. Produksinya tinggal dijalanin.
Bisa diberikan bocoran temanya?
Masih area pop. Lagu cinta. Masih di situ sih. Musiknya melihat dan mengikuti perkembangan musik sekarang. Tapi gak akan jauh-jauh keluar dari pakem Rio Febrian juga lah. Karena harus tetap ada di jalan gue selama ini. Tentunya akan beda dari album kemarin. Gue untuk album itu ngerjainnya di Swedia ya. Banyak warna baru sih karena gue ngerjain bersama musisi sana.
Rio Febrian, Musisi Tiga Zaman
Rio Febrian sendiri telah melalui berbagai fase dalam bermusik. Dari kemasan berbentuk kaset, kini zaman berubah sehingga karya disebarluaskan lewat dunia digital. Rio pun berusaha agar tidak sampai ketinggalan era.
Album baru bakal menggaet musisi luar juga?
Ga tahu juga, ada kepikiran mungkin akan ngisi string di luar. Cuman memang konsep general album mau dibawa ke mana, belum ada. Mau kerjain singlenya dulu. Satu dua ada warna, dari situ bisa ditentuin konsep albumnya.
Menurut Rio, apakah album identik dengan jualan?
Sebenarnya dari dulu bikin album, awal bikin ya gak mikir laku atau gaknya. Lebih kepengen ngasih sesuatu. Di luar itu, pastilah ada pikiran, nih produknya bakal dibeli orang ga ya, karena ujung-ujungnya ya jualan. Cuman berangkat jualan produk ini dari pengelolaan kemasan. Banyak cara sih sebenarnya sekarang. Fisik ga dibeli orang. Tapi banyak celah yang kita bisa masuk di era digital yang seperti sekarang.
Ada sesi rekaman zaman dulu yang tak bisa dilupakan?
Iya (ada kenangan ya). Bener-bener (rekaman diulang kalau salah). Kalau dulu misalkan salah harus diulang dari awal, nyambung-nyambungnya juga agak susah. Makanya kalau bisa dibilang sekarang lebih gampang iya benar, tapi bukan ga ada effortnya. Lebih gampang dari sisi teknis produksi aja. Tapi kalau prosesnya ya tetap harus pelajari. Kalau yang biasa dianalog terus ke digital kan harus belajar juga. Kalau dulu proses keseluruhan pasti lebih lama, dari rekaman, mixing, dan lainnya kan masih analog. Tapi kupingnya lebih tajam kalau artis jadul.
Pengalaman 3 jenis media yaitu kaset, CD, dan digital, bagaimana perbedaannya?
Gue tuh masuk di masa-masa transisi, ketika kaset ke CD. Masa rekaman Gue masih merasakan pakai analog, pita terus ke software, komputer. Sekarang jualan digital. Era transisi lah Gue, mulai dari analog banget sampai digital banget. Setiap transisi itu pasti ada masa galaunya ya. Wah gimana nih, kaset ga bisa jualan lagi, sekarang CD, pemutar kaset udah ga ada lagi. Tapi akhirnya lewatin juga. Yaudah kita fitted juga ternyata. Kita harus bisa ngikut, meski harus pelajari petanya lagi.
Ada masa yang menurut Rio paling sulit?
Yang agak berasa itu ketika sekarang dari fisik ke digital. Di mana semua orang jualannya udah digital semua. Ternyata bisa lewatin masa transisi itu, justru lebih banyak celahnya ya. Kalau dibilang (masa digital) ini lebih gampang, ya ada bahasa seperti itu untuk produksi sebuah album. Produksi rumahan aja bisa langsung upload di YouTube, bisa ngetop gampang. Asal kontennya emang disukai orang.
Apakah musisi juga perlu belajar media sosial?
Gue sih ngikutin. Dengan bermacam profesi bisa sharing ke teman-teman. Memang, dengan media sosial, kedekatan dengan penggemar ga ada batasnya. Kayak lagi whatsapp-an, kayak temenan. Udah seperti itu. Kita harus menyikapinya dan ikut. Kalau ga move on, kitanya yang ketinggalan kereta ya. Kita ga fitted lagi di era sekarang. Akhirnya, ujung-ujungnya berpikir untuk malas berkarya.
Mana era yang lebih baik di mata Rio?
Musiknya kan harus didukung oleh keretanya atau eranya. Sebenernya itu cara penyampaian dan diterimanya oleh masyarakat. Ujung-ujungnya ya jualan karya juga. Tapi dengan cara yang berbeda. Sekarang lebih simple tapi harus pelajari dulu petanya.
Perkembangan zaman memang bukan alasan bagi Rio Febrian untuk berhenti menciptakan karya yang bagus. Dengan formulasi yang tepat, pada akhirnya dia pun masih menempati ruang tersendiri di hati masyarakat.