Fimela.com, Jakarta Jumat (2/12/2016) perhatian seluruh negeri terpaku pada Demo 2 Desember yang berpusat di Monumen Nasional. Umat Islam yang merasa tidak terima dengan pernyataan Ahok soal Surat Al Maidah 51 merasa berkewajiban untuk menyelesaikan masalah ini, dan menuntut agar sang Gubernur mendapat hukuman yang setimpal.
Tujuan demo ini memang sudah jelas. Para pendemo tidak akan membiarkan penistaan agama terjadi di bumi Nusantara, walau itu dilakukan oleh sosok yang sangat dikagumi. Hebatnya, protes terhadap Ahok ini didukung oleh masyarakat dari segala penjuru, bukan hanya Jakarta. Mengingat besarnya massa, tidak heran jika kemacetan dan kepadatan di kawasan Jakarta Pusat semakin membludak dari biasanya.
Advertisement
BACA JUGA
Terlepas dari tujuan utama aksi, demo besar macam ini jelas tidak hanya berdampak pada Ahok dan umat Muslim. Banyak aspek yang lain yang mungkin akan terpengaruh karena momen akbar ini. Trauma atas kerusuhan yang terjadi saat demo 411 membuat orang memilih jalan aman. Kantor banyak yang tutup, dan banyak orang lebih memilih berdiam di rumah masing-masing.
Saya sendiri hari ini harus menerima dampak dari demo ini. Satu janjian penting dengan klien terpaksa dicancel. Alhasil, saya harus kembali menunda pekerjaan dan berusaha mencari alternatif lain untuk menghadapi dateline. Tapi sudahlah. Janjian saya hanya salah satu dari sekian banyak dampak yang muncul.
Kebetulan saya bekerja di media online. Kantor saya tidak libur di hari demo seperti kantor-kantor lain. Justru kerja keras kami akan lebih diuji pada momen seperti ini. Karenanya, mau tidak mau saya harus membelah kemacetan untuk mengabdikan diri saya sebagai seorang pegawai.
Perjalanan ke kantor pun bukan hal yang mudah. Saya biasa bermobilitas menggunakan ojek online, dan di masa seperti ini cukup sulit mencari driver yang mau mengantar saya ke tempat kerja. Terlebih lagi, kantor saya berada cukup dekat dengan Monas yang menjadi pusat demo. Untungnya, masih ada saja orang baik yang tidak segan melawan kemacetan di tengah situasi seperti ini.
Gara-gara Demo 2 Desember, jalanan di depan kantor memang telah dipenuhi banyak orang di kendaraan sejak pagi. Karena kemacetan tak kunjung usai hingga siang, mau tak mau saya pun berangkat ke kantor. Sempat mencari informasi tentang suasana kantor, saya pun berangkat menuju tempat kerja. Dan mari kita lihat apa yang akan saya temui nanti.
Advertisement
Hujan Menjelang Salat Jumat
Perjalanan saya cukup normal hingga saya sampai di kawasan R.P Soeroso. Demo 2 Desember tak ubahnya seperti Demo 411 lalu, pendemo dengan baju muslim masih memadati jalanan. Mobil-mobil dengan berbagai kalimat keras seperti ‘Penjarakan Penista Agama’ dan sejenisnya masih berkeliaran di mana-mana. Metromini, bus besar, bajaj, dan segala jenis kendaraan berjubel dan menambah sesak jalanan saat itu.
Kondisi ini membuat saya tidak tahan, saya turun dari ojek dan memutuskan melanjutkan sisa perjalanan dengan berjalan kaki. Tidak seberapa jauh memang, namun dengan kondisi yang carut marut seperti ini, perjalanan saya dibayangi rasa takut. Mungkin agak berlebihan, namun dalam suasana macam ini, kotoran burung dari atas pohon bisa saja dianggap peluru nyasar. Masih sempat saya amati ibu-ibu dan pemuda dengan wajah ramah membagikan makanan dan minuman pada orang-orang di jalanan. Para donatur yang baik. Namun nanti dulu, sebaiknya saya buru-buru masuk kantor.
BACA JUGA
Akhirnya saya di kantor dengan selamat. Harusnya saya senang. Tapi entah kenapa hati saya tiba-tiba menangis. Demo dijanjikan akan berakhir sebelum salat Jumat, dan kini hujan gerimis mulai datang di luar. Saya pun terdiam sesaat dan memikirkan lagi suasana di luar sana.
Apa yang terjadi pada orang-orang di luar sana? Apa yang terjadi pada orang-orang berbaju muslim yang dengan senyuman membagikan makanan dan minuman pada orang-orang di jalan? Apa yang terjadi pada driver yang mengantarkan saya? Apakah dia berhasil mencari tempat berteduh? Apakah orang-orang di luar sana masih punya kesempatan untuk mencari tempat yang nyaman di tengah kemacetan itu?
Sesaat kemudian, lamunan saya buyar oleh percakapan para lelaki di kantor. Mereka sedang meributkan soal di mana akan melakukan salat Jumat. Kantor saya sebenarnya dekat dengan masjid, dan tempat-tempat lain yang menyediakan tempat untuk salat Jumat. Namun untuk saat ini, semua jelas berbeda. Hujan, macet, demo, banyak kantor tutup, jumlah jamaah membludak. Yah tapi toh akhirnya mereka tetap berangkat, dan hal ini membuat saya salut.
Melepas pandangan dari rekan-rekan yang berangkat salat Jumat, sesaat perhatian saya mengarah pada TV yang menyiarkan tentang suasana demo. Masih tentang salat Jumat, rupanya masalah tak hanya dihadapi oleh rakyat jelata. Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla pun berjalan menuju Monas untuk menunaikan salat Jumat bersama.
Hujan tak menghalangi mereka. Salat Jumat pun digelar dengan khidmat di tengah hujan. Tanpa banyak alasan, para jamaah melindungi diri dari hujan dengan jas hujan dan penutup kepala. Pada akhirnya semua berjalan dengan lancar. Usai salat Jumat, Demo 212 pun berakhir dengan damai. Tak ada keributan dan kerusuhan seperti yang ditakutkan orang.
Usai Demo 2 Desember, suasana Jakarta Pusat tentunya tidak langsung lengang. Kemacetan masih tersisa pasca salat Jumat. Pendemo berbaju Muslim masih bertebaran, serta minuman, makanan ringan dan berat masih belum habis dibagikan. Namun kita patut bersyukur karena Jakarta tetap aman.