Fimela.com, Jakarta Saat menyebut nama Tompi, mungkin sebagian besar pencinta musik tanah air akan langsung mengaitkannya dengan musik jazz. Memang, saat pertama kali muncul ke industri musik Indonesia, lagu Selalu Denganmu miliknya langsung memalingkan pandangan penikmat musik lewat suara khas yang dibalut musik 'kalem' nan groovy di telinga.
***
Tompi, lewat album musik pertamanya berjudul T yang dirilis pada tahun 2005 seolah menjadi daya tarik tersendiri di tengah maraknya lagu-lagu bernada melayu yang berjejal di telinga pendengar musik Indonesia kala itu. Nama Tompi pun seolah menjadi simbol jika musik jazz bukan hanya musik komunitas, tapi juga bisa mendobrak persaingan di industri musik tanah air.
Advertisement
BACA JUGA
Setelahnya, hampir setiap tahun Tompi selalu menelurkan album yang konsisten dengan irama jazz yang kental. Lagu-lagu seperti Salahkah, Menghujam Jantungku, Sedari Dulu, Tak Pernah Setengah Hati merupakan beberapa lagu lain yang turut membesarkan pemilik nama lengkap Teuku Adifitrian itu di industri musik Indonesia.
Tak ayal, keberadaan Tompi pun semakin diperhitungkan sebagai musisi yang tidak terbawa oleh arus industri. Dan seiring berjalannya waktu, bersamaan dengan suksesnya beberapa lagu yang dinyanyikan, Tompi seolah dinobatkan sebagai salah satu generasi penganut musik jazz yang sukses menembus industri mainstream yang identik dengan musik pop.
Tidak sampai di situ, nama Tompi juga semakin harum saat di tahun 2010 dirinya meraih gelar dokter spesialis bedah plastik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal itu tentunya kembali mendobrak citra musisi yang tidak melulu harus mengabaikan pendidikan demi meraih karirnya. Tompi menjadi bukti jika karir bermusik dan pendidikan bisa berjalan beriringan.
Berbicara soal musik jazz yang kadung melekat padanya, pria 38 tahun itu mengatakan tidak secara sengaja membangun citra diri sebagai seorang musisi jazz. Sejak awal terjun, ia hanya berusaha untuk konsisten terhadap musik yang digemarinya.
"Sebenarnya dari awal saya nggak pernah mentasbihkan diri sebagai penyanyi jazz, cuma entah kenapa market industri seolah-olah menempatkan saya di sana. Saya berusaha bermusik secara jujur aja. Saya nggak terlalu senang musik yang huru-hara. Saya memang senang musik yang lebih kalem dan mungkin konsistensi itu yang dianggap, karena saya memang nyamannya di situ," ucap Tompi saat berbincang secara eksklusif dengan Bintang.com.
Lantas, bagaimana bentuk kecintaannya terhadap musik jazz, termasuk soal keberhasilan mengajak Dian Sastrowardoyo untuk menjadi teman duet di single terbarunya? berikut Tompi membeberkan semuanya lewat sebuah wawancara eksklusif spesial untuk pembaca setia Bintang.com.
Duet dengan Dian Sastrowardoyo
Di tahun 2016 ini, musikalitas seorang Tompi kembali dengan menggarap sebuah album yang berjudul Romansa. Salah satu suguhan spesial sang dokter bedah di album terbarunya ini adalah berhasil mengajak aktris sekelas Dian Sastrowardoyo untuk berputar haluan dari dunia akting menjadi teman duetnya dalam single yang berjudul Bawa Daku.
Bagaimana prosesnya setelah sekian lama akhirnya meluncurkan album di tahun ini?
Sebenernya ini (album Romansa) sudah saya kelarin sekitar satu setengah tahun yang lalu, cuma baru kita launching beberapa minggu yang lalu. Kenapa baru saya launching? Karena memang selama satu setengah tahun itu saya cari format album ini mau dikeluarin dalam bentuk apa sih? Industri musik kita kan lagi berantakan. Toko CD semua pada tutup, penjualan fisik juga sangat terbatas sekali, satu-satunya jalan cuma digital. Jadi saya coba cari format untuk launchingnya juga nggak mau yang konvensional. Sampai akhirnya saya punya ide buat bikin pameran foto, ya udah sekalian saya launching albumnya.
Untuk single Bawa Daku yang jadi jagoan dari album Romansa, apa yang ditawarkan?
Bawa Daku itu sebuah lagu yang konsepnya urban banget, genrenya urban pop. Sebenernya ceritanya klise lah, tentang cinta. Orang kan kalo udah jatuh cinta mau dibawa kemana aja ngikut. Cuma yang menarik dari lagu ini adalah ada dua versi, salah satunya versi saya duet sama Dian Sastrowardoyo.
Seorang Tompi berhasil mengajak Dian Sastrowardoyo untuk kolaborasi, bagaimana cerita awalnya?
Jadi emang begitu lagu ini (Bawa Daku) jadi, saya kepikiran pengen duet sama satu penyanyi, awalnya ada beberapa nama yang muncul sampe akhirnya saya coba Dian (Sastrowardoyo) dulu. Saya coba karena saya tahu Dian bisa nyanyi, cuma memang dia kan bukan penyanyi, maksudnya secara profesional tidak muncul sebagai penyanyi, tapi saya tahu dia penyanyi yang bagus. Dan kebetulan kita ada good deal di sini, karena seluruh pendapatan dari lagu itu kita akan serahkan ke yayasan pendidikan yang Dian bantu, jadi ada misi sosialnya. Hal itu makin mempermudah Dian untuk tidak menolak.
Apa benar dalam prosesnya Anda merekam secara diam-diam suara Dian Sastrowardoyo?
Dian memang suka nyanyi, dia seneng banget nyanyi, cuma memang dia belum pernah memutuskan terjun sebagai penyanyi. Saat itu saya telpon, coba ngobrol, dia mau cobain, materinya saya kirim, ya udah terus dia datang ke rumah coba-coba nyanyi sambil baca lirik, padahal sudah saya rekam. Jadi pas dia selesai coba-coba terus dia bilang 'ayo mulai' saya bilang, 'nggak usah, udah gua rekam tadi'. Jadi udah dapat yang saya mau, ya udah cukup segitu.
Pertimbangan apa yang membuat Tompi memutuskan mengajak Dian Sastrowardoyo?
Iya memang sebelumnya sempat ada beberapa nama (penyanyi), cuma saya pikir ini akan lebih menarik isunya jika Dian bisa ikut, makanya pas Dian bilang 'oke', ya udah ini kayak gayung bersambut buat saya dan saya beruntung lah dapetin Dian di sini.
Dian Sastrowardoyo bukan seorang penyanyi profesional, adakah kendala yang muncul selama proses?
Dian orangnya asyik sih yak, easy going, dan nggak terlalu ribet, nggak yang terlalu technical banget. Jadi ngalir banget prosesnya.
Setelah ini ada project apa lagi?
Ada beberapa project yang lagi saya siapin sih. Ada project yang berbau etnik, ada project yang berbau grup kecil gitu. Itu belum bisa saya ungkap karena belum kejadian. Nanti kalo udah jadi baru kita ungkap biar afdol.
Musik Jazz di Mata Tompi
Lebih dari satu dekade berkarir sebagai musisi jazz, Tompi mengaku jika ia tidak pernah sekalipun mendeklarasikan jika dirinya merupakan seorang musisi jazz. Diakuinya, predikat musisi jazz yang saat ini melekat padanya merupakan sebuah penghargaan dari masyarakat musik tanah air atas konsistensinya yang jujur berkomunikasi lewat musik yang mempengaruhi kehidupannya sebagai dokter bedah dan ayah dari satu orang anak.
Menjalani karir bermusik sebagai solois dan grup. Kalo harus pilih, lebih nyaman yang mana?
Beda, saya nggak bisa compare sih. Kalau kita sendiri memang ada kemerdekaan kita mau ngapa-ngapain aja terserah. Tapi saat bertiga kita kayak punya senjata yang lebih besar gitu, dan kepentingannya juga udah beda, seru sih.
10 tahun lebih berkarir apa yang membuat anda konsisten di jalur jazz?
Sebenarnya saya kayak terperangkap aja sih. Saya dari awal nggak pernah menasbihkan diri sebagai penyanyi jazz, cuma entah kenapa market industri seolah-olah menempatkan saya di sana (sebagai penyanyi jazz). Dan lucunya setiap album yang saya keluarin seolah itu album jazz, padahal nggak pure jazz, jadi mungkin karena pasarnya beranggapan demikian.
Saat awal muncul tahun 2005, Indonesia ramai dengan musik melayu. Kenapa anda berani melawan arus lewat jalur jazz?
Itu saya berusaha bermusik secara jujur aja, dari awal bermusik memang itu yang saya mau dan memang seperti itu saya pengen kedengerannya, jadi nggak ada unsur yang sifatnya mau meniru siapa, mau ngapain yang udah dikerjain orang, nggak ada, karena saya memang nyamannya di situ (musik jazz). So far saya masih ngelakuin segala sesuatu yang nyaman buat saya sampai sekarang.
Saat ini lagi trend musik bergenre Electronic Dance, apa tidak kepikiran mau coba-coba?
Kalo EDM, memang ada beberapa lagu yang coba kita garap dengan style yang seperti itu, cuma ya itu project lepasan aja. Saya juga nggak pernah ngeklaim kalo saya cuma mau gini doang, gak mau coba yang lain, nggak pernah sih.
Memang apa yang membuat Tompi jatuh cinta pada jazz?
Karena kebebasan berekspresinya sih. Di jazz itu bebas banget improvisasinya. Kita juga bisa main sama siapa aja, nggak terlalu baku sama pakem yang disepakati.
Musik jazz di mata seorang Tompi itu apa?
Musik jazz, saya melihatnya sama seperti musik lain, ini cuma cara berkomunikasi aja. Jazz itu kayak bahasa. Buat saya itu semacam gesture yang ingin kita sampaikan ke orang lain.
Tompi sendiri memang tidak hanya dikenal sebagai seorang musisi, melainkan juga seorang dokter bedah yang mencintai fotografi. Meski demikian, dia berhasil menyeimbangkan semuanya dan menjadi salah satu sosok yang layak jadi panutan.