Fimela.com, Jakarta Tak bisa dipungkiri, bahwa serial kartun bisa dibilang berjaya di awal tahun 2000an. Para anak-anak SD hingga SMA di zaman itu mungkin rela menunggu di depan televisi hanya untuk menonton serial kesukaannya. Kalau saya sih jujur saja iya. Sedari kecil, saya penggemar berat kartun bahkan sampai lari-lari untuk pulang ke rumah setelah sekolah demi nonton DVD dan juga menanti kartun kesukaan di televisi.
Jika membicarakan film kartun, saya menyukai kisah-kisah klasik yang diproduksi oleh Disney. Entah mengapa, saya masih saja terus-terusan menitikkan air mata ketika Mufasa meninggal di film The Lion King meski sudah saya saksikan adegan itu ribuan kali. Meski sudah hafal di luar kepala dialognya, namun dalam hati saya masih berharap film ini punya jalan cerita yang berbeda.
Advertisement
BACA JUGA
Film Disney lain yang saya sukai adalah The Little Mermaid. Saya mengagumi perjuangan Ariel untuk mendapatkan perhatian dan mengenal Pangeran Eric. Rela meninggalkan kehidupan dan zona nyamannya demi mendapatkan seseorang yang ia cintai dan mengeksplorasi daratan meski ia tahu tak mungkin mampu hidup di sana.
Saat itu saya tak habis pikir, bagaimana seorang remaja bisa senekad itu untuk mendapatkan hal yang ia inginkan dalam hidupnya. Sementara, saya menyadari betul sedari dulu bahwa diri ini bukanlah orang yang ambisius, gampang bosan, dan jika saya tahu sesuatu itu tidak menarik lagi maka bisa saya tinggalkan begitu saja. Eh tapi ini nggak berlaku kalau soal percintaan, kok. Eaaa..... Oke jayus.
Saya mengerti benar kalau itu merupakan kekurangan dan bukanlah hal yang baik. Film The Little Mermaid menjadi salah satu inspirasi untuk keluar dari sifat buruk itu meski tak bisa sepenuhnya hilang. Ya, saya memang jenis manusia yang selalu mengambil pelajaran setelah menonton film.
Rasanya merugi sekali ketika tak ada hal yang bisa kamu ambil setelah detikmu terbuang untuk hal tak penting. Tuh, buat nonton film nggak penting aja sayang waktu, apalagi nunggu dia yang udah jelas nggak sayang kamu? Marilah mencari sesuatu yang lebih berfaedah. Aku dengan kartunku, sementara kamu dengan dia yang pula mencintaimu. Oke sip.
Sementara film Disney tengah digarap untuk dibuat live action, kini saya merindukan adanya serial kartun seru yang pada awal 2000an selalu disiarkan setiap pagi, sore dan malam hari. Kembali lagi, rugi rasanya nggak nonton Minky Momo atau Honey Bee Hutch setelah pulang mengaji dan mandi sore. Jika dahulu saya hanya merasa rugi tak menonton, kini saya merasa rindu dan juga kehilangan.
Advertisement
Merindu nonton televisi
Di hari Minggu, tontonan seperti Chibi Maruko Chan, Hamtaro, P-Man, Doraemon dan Detective Conan menjadi sahabat saya di pagi hari. Di setiap harinya saya menanti serial kartun Minky Momo dan sore harinya ingin sekali menonton Hazuki Bunny setelah mengaji. Seusai mandi dan main, saya sudah siap menonton Ghost at School sebelum mengerjakan PR sekolah. Hidup saya dahulu memang nggak pernah bisa jauh dari televisi.
Untungnya orangtua saya nggak pernah protes karena saya menonton terlalu lama. Saya ingat sekali mereka bilang kalau kartun-kartun itu miliki misi agar anak-anak menjadi lebih semangat dalam menghadapi tantangan kehidupan. Terbukti sekali dengan tokoh utamanya yang selalu lolos dari masalah dengan baik karena usaha kerasnya.
Saat ini, saya berada dalam kondisi merindu nonton televisi. Meski masih banyak kartun yang disiarkan, tapi entah kenapa rasa yang didapatkan tidak seperti ketika saya masih kecil. Saya pernah menonton ulang Hunter x Hunter, meski saat ini saya sadar bahwa ada beberapa hal yang tidak masuk akal, namun saya masih miliki rasa nyaman yang sama ketika nonton serial kartun itu.
Mungkin selera saya terhadap alur cerita kartun masih mandek di era 90an hingga 00an awal. Saya lebih menyukai kartun dengan kisah persahabatan, petualangan klasik dan juga ilmu sihir. Aneh memang, tapi ya sudahlah. Sepertinya saya masih belum bisa move on.
Untuk mengobati rindu, saya mencoba nonton Kuroko no Basket yang banyak orang mengatakan bahwa Slam Dunk lebih keren. Lucunya saya nggak bisa memandingkan mana yang lebih bagus dari yang mana. Meski mereka miliki tipe alur cerita yang sama, namun cerita yang ditawarkan berbeda. Mengenai lebih suka yang mana, maaf, saya lebih suka Slam Dunk. Meski demikian, bukan berarti Kuroko nggak bagus. Saya sendiri masih menunggu season 4nya, lho.
Saat ini, jujur saja saya nggak biasa menonton televisi. Jika ada film yang ingin saya tonton, internet akan menjadi jalan keluar yang paling baik. Atau seperti nonton di bioskop kalau ada anime yang baru rilis di Indonesia. Siapa di antara kamu yang sudah nonton Digimon the movie? Lumayan bisa mengobati rindu. Walau demikian, harus tetap menunggu bagian keduanya!
Sebagai pecinta kartun, saat ini saya menilai tayangan televisi sudah tidak bisa saya jadikan sumber kebahagiaan. Tidak banyak serial kartun menarik yang bisa dinikmati dari sana. Sementara itu, sinetron percintaan sangat mendominasi. Mari kita berdoa sejenak agar stasiun televisi di Indonesia berpihak kepada para pecinta film animasi seperti saya dan juga kamu.