Fimela.com, Jakarta Salah satu sinetron yang dinanti pada era 90-an adalah sinetron Tutur Tinular. Sinetron ini diangkat dari sandiwara radio yang sukses. Tak heran jika penggemarnya langsung antusias ketika drama ini diadaptasi ke layar kaca. Sinetron Tutur Tinular merupakan visualisasi gabungan dua sandiwara radio, yaitu Tutur Tinular dan Mahkota Mayangkara.
Tutur Tinular berkisah tentang perseteruan kakak beradik antara Arya Kamandanu dan Arya Dwi Pangga di jaman Kerajaan Singosari hingga Majapahit. Dimana Arya Dwipangga selalu mengambil kekasih Arya Kamandanu. Arya Dwipangga suka menulis syair dan puisi sedangkan Kamandanu suka ilmu kanuragan silat.
Advertisement
BACA JUGA
Kekasihnya pertama Ratih dihamili Dwipangga membuat Kamandanu marah lalu pergi menenangkan diri tapi dia bertemu dengan pamannya dan diajari ilmu silat. Selang kisah datanglah dua orang pendekar dari negri Cina Mei Shin dan Lo Shi San membawa pedang nagapuspa milik pendekar Jawa yang pergi ke Cina.
Tapi mereka malah dikejar orang gelang-gelang membuat Lo Shi San mati jatuh ke jurang. Mei Shin istri pendekar Lo pun harus sendirian mengembalikan pedang Naga Puspa itu bersama teman pendekar Lo yaitu Arya Kamandanu. Khusus untuk adegan pembuatan Pedang Naga Puspa yang dikisahkan terjadi di istana Kubilai Khan, tidak segan-segan para artis dan kru sinetron ini melakukan pengambilan gambar di Cina.
Tembok Besar Cina dan beberapa tempat lainnya menjadi lokasi syuting sinetron Tutur Tinular di Cina. Syutingnya dilakukan dengan menggandeng Studio Cho Cho Beijing untuk bekerja sama. Penyutradaraan selama pengambilan gambar di Tiongkok dikerjakan oleh Prof. Mu Tik Yen sutradara kenamaan asal Tiongkok spesialis sinema kolosal.
PT. Genta Buana Pitaloka memproduksi Tutur Tinular pertama kali pada tahun 1997. Serial ini disutradarai oleh Muchlis Raya dan skenario ditulis oleh Imam Tantowi. Sinetron ini juga pernah mendapat penghargaan khusus di Festival Film Bandung tahun 1998.