Fimela.com, Jakarta Setelah berperan dalam film Bangkit!, Putri Ayudya kini kembali mengambil peran di film Mengejar Embun ke Eropa. Syuting film ini dilakukan di sebuah pulau terpencil di daerah Sulawesi Tenggara. Putri mengaku banyak menemukan hal baru saat syuting di daerah terpencil.
Salah satu pengalaman yang didapatkan selama proses syuting film Mengejar Embun ke Eropa adalah bukti dari keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia. Putri menuturkan, meski termasuk ke dalam daerah Kendari, namun warga pulau Muna memiliki ciri khas sendiri dari segi bahasa sehari-hari.
Advertisement
BACA JUGA
Hasilnya, sambil mendalami perannya sebagai Ani yang merupakan warga asli pulau Muna, Putri Ayudya pun memanfaatkan proses syuting film tersebut sebagai salah satu cara untuk memperkaya pengetahuan soal bahasa daerah yang ada di Indonesia.
"Bahasa Kendari dan bahasa di pulau Muna itu berbeda. Jadi malam-malam kita ngumpul dan saya diceburin sama mereka ngobrol sama mereka. Aku enggak ngerti ngomong opo ini. Pertama kali saya denger seperti Makasar tapi bukan, bukan logat-logat Sulawesi yang pernah saya denger sebelumnya. Cara ngucapin cara ayunannya beda sekali," jelas Putri Ayudya saat konferensi pers film Mengejar Embun ke Eropa di kawasan Senayan, Jakarta, Senin (3/10/2016).
Hal lain yang juga meninggalkan kesan tersendiri selama proses syuting menurut Putri adalah ditengah kesederhanaannya, warga sekitar pulau Muna tetap memberikan keramahan terhadap dirinya dan kru film yang ada. Hal yang menurutnya mulai sulit didapatkan di kota-kota besar di Indonesia.
"Melihat kegiatan mereka (warga) yang hidup sederhana, yang mereka bangun rumah sendiri, memotong kayu jati dari kebun-nya sendiri, mereka bangun teras itu sesuatu yang tidak saya dapat dilihat di kota besar. Dengan keadaan itu mereka tetap memberikan sajian dan menyambut kita dengan baik," tuturnya.
Dalam film Mengejar Embun ke Eropa sendiri, Putri Ayudya berperan sebagai Ani, istri dari rektor sebuah Universitas di Kendari bernama Prof. Dr. Ir Puro yang diperankan oleh Rizky Hanggono. Akan tayang pada 10 November 2016mendatang, film karya sutradara Haryo Sentanu Murti ini menceritakan soal perjuangan rektor Puro yang berjuang memperbaiki sistem pendidikan di Universitas Delapan Penjuru Angin dari mentalitas premanisme yang sudah mengakar di dalamnya.