Fimela.com, Jakarta Maraknya kasus kekerasan terhadap anak di bawah usia membuat pemerintah perlu untuk bertindak tegas. Begitulah yang mendasari lahirnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) tentang hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Dan undang-undang ini sepertinya akan diterapkan kepada Gatot Brajamusti yang ditengarai telah melakukan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dalam periode sekitar 5 tahun di padepokannya.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Ni'am Sholeh usai dirinya menerima laporan dari korban Gatot Brajamusti yang didampingi oleh Elza Syarief selaku kuasa hukum.
Advertisement
BACA JUGA
"Bisa kena hukuman kebiri, karena ini pelanggaran terhadap undang-Undang tentang anak, yang sudah diperbarui melalui Perppu 2016. Artinya setelah ditanda tangani oleh Presiden, Perppu sudah bisa dijalankan," kata Asrorun di kantornya, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (13/9).
Menurut laporan yang diterima olehnya, banyak sekali pelanggaran yang dilakukan oleh Gatot Brajamusti di padepokannya tersebut. Selain ada unsur pencabulan, kekerasan seksual, juga ada tindak penyalahgunaan narkoba.
"Ada ketentuan-ketentuan yang terlanggar dari Undang-Undang Perlindungan Anak. Pencabulan, baik dengan unsur tipu daya atau pemaksaan. Dan ada penyalahgunaan narkoba. Bahkan ada yang sampai overdosis, meninggal," ujarnya.
Ketua KPAI juga menyebut bagaimana cara Gatot Brajamusti melancarkan aksinya sampai akhirnya berhasil membuat korban yang sebagian besar perempuan di bawah umur, seperti sapi yang dicokok hidungnya. "Modusnya adalah untuk kepentingan karier di bidang seni, dijanjikan jadi backing vokal. Ada karantina, ditempatkan di situ (padepokan). Anak usia muda juga kan. Yang pasti, berdasarkan penjelasan korban. Melakukan tindakan melawan hukum, secara faktual begitu," tukas Asrorun.