Fimela.com, Jakarta Hari ini dunia hiburan Indonesia baru saja mendapat kabar duka. Ibunda dari Adi Bing Slamet, Uci Bing Slamet dan Iyut Bing Slamet, Ratna Komala Furi, meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Kamis (28/7/2016) dalam usia 78 tahun. Almarhumah juga merupakan nenek dari dua artis muda Ayudia Bing Slamet dan Adzana Bing Slamet.
Kepergian ibu dari delapan anak itu kembali mengingatkan saya pada mendiang Bing Slamet, salah seorang seniman besar Indonesia. Generasi sekarang mungkin kurang mengenal namanya, tapi nama Bing Slamet tak akan pernah dilupakan di dunia hiburan Indonesia. Pria bernama asli Ahmad Syech Albar ini adalah seniman serba bisa dan multi talenta.
Advertisement
BACA JUGA
Ia pantas disebut sebagai maestro. Lahir di Cilegon, 27 September 1927, Bing bukan hanya dikenal sebagai komedian, tapi juga dikenal sebagai pemain film, penyanyi, pemain band, pencipta lagu dan penyiar radio. Slamet menjadi nama panggungnya. Ia kemudian menambahkan nama Bing di depannya karena kekagumannya pada penyanyi dan aktor Amerika Serikat, Bing Crosby.
Bing Slamet seolah dilahirkan sebagai penghibur yang bertugas menghibur siapa saja. Bahagia dan gelak tawa kelak merupakan jasa yang ditampilkan Bing dalam kesempatan apa saja termasuk menghibur para pejuang dengan berkeliling Indonesia antara kurun waktu 1942-1945.
Di balik corong mikrofon radio, Bing bahkan tampil sebagai penyemangat para pejuang dalam menghalau kaum penjajah. Sejak usia 12 tahun, Bing Slamet telah ikut mendukung Orkes Terang Bulan. Bakat seninya yang luarbiasa mulai terlihat di sini. Setahun menjelang proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Bing ikut bergabung dengan kelompok teater Pantja Warna.
Dunia seni sepertinya merupakan dunia yang dipeluk Bing Slamet. Ia bahkan menolak keinginan orang tuanya yang mendamba sang putera tercinta untuk menjadi dokter maupun insinyur. Bing Slamet lalu bergabung dengan Divisi I Brawijaya sebagai Barisan Penghibur. Di sini, kemampuannya bermusik dan melawak mulai terasah.
Bing kemudian masuk Radio Republik Indonesia (RRI) kemudian ditempatkan di Yogyakarta dan Malang. Ia pun sempat bergabung di Radio Perjuangan Jawa Barat. Pada 1949, untuk pertama kali suara baritone Bing Slamet menghiasi soundtrack film Menanti Kasih yang dibintangi A. Hamid Arief dan Nila Djuwita.
Advertisement
1
Kariernya di bidang tarik suara sebetulnya terlecut ketika memasuki dunia radio. Di RRI, Bing Slamet banyak menyerap ilmu dan pengalaman dari sejumlah pemusik senior, termasuk Ismail Marzuki. Pada 1950, Bing mulai menjejakkan kaki di dunia sinema sebagai aktor. Pada 1955, Bing Slamet mulai menoreh prestasi dengan menjadi juara Bintang Radio untuk jenis Hiburan. Ia terampil menyanyikan langgam keroncong hingga pop dan jazz.
Selain menyanyi, Bing pun memainkan gitar sekaligus menulis lagu. Lalu, bermunculanlah lagu-lagu karya Bing Slamet lainnya, semisal 'Hanya Semalam', 'Risau', 'Padamu', 'Murai Kasih', 'Nurlaila', 'Gendjer Gendjer' hingga 'Belaian Sayang'. Bing Slamet juga bisa menyanyikan dengan fasih lagu berbahasa Minang 'Sansaro', dengan luwes Bing menyanyikan lagu 'Selayang Pandang' dari ranah Melayu. Bing adalah penyanyi serba bisa yang memiliki fleksibiltas tak tertandingi sampai saat ini.
Bing Slamet pun membangun kelompok musik yang diberi nama Mambetarumpajo, singkatan dari Mambo, Beguine, Tango, Rhumba, Passo Double, dan Joged, yang saat itu adalah jenis musik untuk mengiringi dansa. Pada 1963, Bing membentuk sebuah grup musik yang diberi nama Eka Sapta dengan pendukungnya, antara lain Bing Slamet (gitar, perkusi, vokal), Idris Sardi (bass,biola), Lodewijk Ireng Maulana (gitar, vokal), Benny Mustapha van Diest (drum), Itje Kumaunang (gitar), Darmono (vibraphone), dan Muljono (piano).
Eka Sapta menjadi fokus perhatian, karena keterampilannya memainkan musik yang tengah tren pada zamannya. Eka Sapta adalah kelompok musik pop yang terdepan di negeri ini pada era 60-an hingga awal 70-an. Bing Slamet hebatnya mampu membagi konsentrasi antara bermain musik, menyanyi, bikin lagu, melawak, dan main film layar lebar.
Setidaknya ada 20 film layar lebar yang dibintanginya, mulai dari era film hitam putih sampai berwarna. Sebagian besar film yang dibintanginya memakai namanya sendiri, seperti Bing Slamet Merantau, Bing Slamet Sibuk, Bing Slamet Setan Djalanan dan Bing Slamet Dukun Palsu. Ada juga film musikal Ambisi yang dibintanginya bersama Benyamin S.
Film Ambisi paling saya ingat karena pernah menontonnya melalui kaset video Betamax di era 80-an. Film tersebut bukan saja membuat saya terhibur dengan gaya kocak Bing Slamet, tapi juga dihiasi penampilan penyanyi dan grup musik top Indonesia di era 70-an seperti Koes Plus, Bimbo, Deddy Damhudi dan God Bless.
Bing pun tercatat beberapa kali membentuk grup lawak antara era 50-an hingga 70-an di antaranya Trio Los Gilos, Trio SAE, EBI, dan yang paling lama bertahan adalah Kwartet Jaya bersama Ateng, Iskak, dan Eddy Soed. Bing meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 17 September 1974 karena penyakit lever yang ia derita. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, ia sempat bermain film terakhirnya berjudul Bing Slamet Koboi Cengeng yang juga dibintangi oleh Ateng dan Iskak.
Bing meninggal seperti seorang pejuang. Saat sedang mentas di Tegal bersama Kwartet Jaya di bulan April 1974, ia sudah merasa kurang sehat. Meski sudah disarankan rekan-rekannya untuk tidak ikut manggung, Bing tetap ingin tampil karena tak mau mengecewakan penonton. Akhirnya baru beberapa menit muncul di panggung, Bing roboh dan pingsan di atas panggung. Tak ada yang menyangka kalau itu akan menjadi penampilan terakhirnya di depan publik.
2
Setelah dibawa ke Jakarta dan dirawat di RS Cipto Mangunkusumo, Bing diharuskan beristirahat total di rumah. Seperti dilansir dari Tempo, menurut Eddy Sud hal itu seperti menjadi pertanda kalau Bing akan pergi selamanya karena seperti sudah menyiapkan segalanya. Setelah kondisinya makin menurun, Bing akhirnya meninggal dunia pada 17 September 1974 di usia 47 tahun. Kepergian pria multi bakat ini ditangisi oleh banyak orang, termasuk sahabat dekatnya, Titiek Puspa.
Karena begitu dekat dengan Bing, Titiek yang mendengar berita kepergian di pesawat, spontan membuat lagu berjudul ‘Bing’ yang begitu menyayat hati. Pemakaman Bing di TPU Karet Bivak Jakarta Pusat, juga diantarkan oleh Benyamin S., salah seorang sahabat dan juga ‘anak didiknya’. Seperti halnya kepergian sejumlah artis besar seperti Benyamin S, Kasino dan Dono, kepergian Bing Slamet terasa terlalu cepat.
Kita memang tak bisa mengingkari takdir Tuhan, tapi kalau saja seniman besar seperti Bing Slamet diberi usia lebih panjang mungkin mereka bisa menghasilkan karya-karya yang lebih menghibur lagi. Nama Bing mungkin paling bergema di dunia komedi. Kelihaiannya dalam melawak sudah diakui para pelawak dan komedian berbagai generasi. Bahkan beberapa tahun lalu muncul wacana untuk menjadikan hari lahir Bing Slamet, 27 September, sebagai hari dunia lawak atau komedi Indonesia.
Sayangnya wacana itu belum mendapat tanggapan serius dari pemerintah. Meski begitu, Bing sudah pernah mendapatkan piagam penghargaan di tahun 1972 dari Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin. Pada saat pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Puteri, Bing Slamet memperoleh Anugerah Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma di Istana Negara pada 7 November 2003.
Beberapa penyanyi semisal Glenn Fredly, Dewi Sandra, Denny Wong Pitoe, Shelomita, dan Ruth Sahanaya, menafsir ulang lagu-lagu yang pernah dipopulerkan Bing Slamet. Lagu bertajuk 'Belaian Sayang' dibawakan lagi oleh duet Glen Fredly dan Dewi Sandra juga dilagukan Ruth Sahanaya.
Bakat seni Bing menurun pada empat anaknya. Mereka adalah Adi, Ferry, Uci dan Iyut. Namun Ferry yang sempat merilis album dan bermain film memutuskan untuk mundur dari dunia hiburan. Iyut sempat menjadi pemain film tapi kemudian vakum dari dunia hiburan. Uci pernah menjadi penyanyi tapi belakangan lebih eksis di dunia akting. Uci sampai saat ini masih bermain dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji.
Yang paling dikenal tentunya Adi. Sejak kecil ia sudah bernyanyi dan merilis sejumlah lagu anak-anak. Adi kemudian lebih banyak berkiprah di bidang akting dengan bermain film dan sinetron. Darah seni juga mengalir pada dua orang cucunya yaitu Adzana dan Ayudia Bing Slamet. Selain dikenal lewat karya-karyanya, Bing juga dikenal sebagai pribadi yang sederhana dan jauh dari kesan glamor. Hasratnya dalam berkarya adalah bisa menghibur banyak orang.
Mungkin itulah yang membuat Bing Slamet kolaps di atas panggung. Ia tetap ingin menghibur penonton yang sudah bersusah payah datang dan menunggu penampilannya, meski kondisi badannya sedang sakit. Sebuah kondisi yang rasanya langka di dunia hiburan Indonesia saat ini, yang dipenuhi aktor dengan akting sekedarnya, penyanyi dan suara seadanya dan pelawak dengan lawakan kurang lucu. Jadi pantas saja kalau nama Bing Slamet masih melegenda sampai saat ini.