Fimela.com, Jakarta Saat terbaik untuk belajar adalah saat anak-anak, ketika naluri bermain dan rasa ingin tahu sangat kuat. Naluri inilah yang digunakan Tara Basro saat berakting. Tara memilih karakter yang berbeda di setiap film yang dibintanginya. Dia bereksperimen, tantangan dan hambatan yang harus ditaklukkannya dianggap mainan yang bagus seperti anak kecil yang selalu senang berada di taman bermain.
----
Memiliki nama lengkap Andi Mutiara Pertiwi Basro, Tara bisa dibilang darah segar di perfilman Indonesia. Baru mulai debut pada tahun 2011 lewat film Catatan (Harian) Si Boy, Tara langsung mencuri perhatian. Pilihan film yang 'nyeleneh' membuat aktingnya langsung dipertimbangkan secara signifikan.
Advertisement
Pendekar Tongkat Emas menempatkannya sejajar dengan Reza Rahadian dan Nicholas Saputra yang sudah lama berada di belantara film Indonesia. Film Another Trip to the Moon dan A Copy of My Mind menunjukkan keseriusan Tara dalam berakting.
Baca Juga
Meskipun bukan karya populer, Tara tak setengah-setengah memberikan kemampuannya. Piala Citra 2015 menjadi ganjaran atas aktingnya di film A Copy of My Mind yang diarahkan Joko Anwar. Keberanian untuk tampil terbuka sesuai dengan naskah film ini mendapat banyak pujian di berbagai film festival.
Jika tak memiliki semangat mencintai film seperti anak kecil yang tak pernah putus asa, mungkin karir Tara akan berbeda jalannya. Berkali-kali ditolak dalam casting, Tara tetap semangat. Banyak kesulitan yang dihadapi wanita berkulit eksotis ini saat memulai karier sebagai aktris, karena saat itu gadis yang akrab disapa Tara ini harus menyelesaikan pendidikannya di Australia selama 4 tahun.
Saat kembali ke Tanah Air, ia mengikuti berbagai casting dan ternyata keberuntungan tak berpihak kepadanya. Hampir putus asa dan memutuskan untuk stop, namun kenyataan berkata lain saat Tara mendapatkan kesempatan untuk casting film Catatan harian Si Boy, dan berhasil mendapatkan peran yang juga secara tidak langsung membuat namanya mulai diperhitungkan dalam dunia seni peran.
Tantangan berat bagi Tara adalah mengalahkan diri sendiri. Setiap peran yang dijalaninya menuntut kemampun diluar akting. Seperti film 3 Srikandi yang menuntutnya mahir memanah. Tak cukup sehari dua hari untuk membuatnya benar-benar mahir memanah sehingga mendukung aktingnya bersama Bunga Citra Lestari dan Chelsea Islan.
Tara mencintai film dengan seluruh hatinya. Karena itulah Tara memberikan semua cinta pada setiap peran yang dilakoninya. Inilah alasan Tara mampu bersinar meskipun masih baru di layar lebar. Mari mengenal Tara Basro lebih dekat dengan perbincangan hangat Puput Puji Lestari dengan Tara Basro di redaksi Bintang.com, Rabu (22/6/2016) berikut ini.
Advertisement
Mencintai Film Sepenuh Hati
Tara Basro tak bisa mengesampingkan keinginannya untuk berakting sejak dulu. Ditolak casting bukan alasan utuk mundur. Karena hatinya sudah lama tertambat pada akting.
Mengapa suka akting?
Senang melakukan akting disini, dari hati.
Film untuk Tara apa maknanya?
Film adalah gambaran dari isi hati saya, passion saya, pembelajaran buat saya, dan pengalaman hidup. Dari film bisa belajar banyak hal, juga dituntut untuk menguasai banyak hal. Setiap peran memberikan pembelajaran bagi saya.
Senang kalau di film bisa belajar skill yang berbeda-beda. Dunia Akting adalah taman bermain buat aku juga sekolah buat aku.
Nggak pernah merasa kesulitan untuk akting?
Kalau untuk akting, susah itu senangnya. Akting itu bukan cuma satu sisi, banyak sekali sisinya itu yang bikin jadi menarik. Jadi kalau ada kesulitan justru itu tantangan yang menyenangkan.
Bagaimana awalnya tertarik di akting?
Awalnya aku tertarik di musikal, terus ikut musikal. Dari musikal itulah saya suka akting.
Nggak pengin ikut main film musikal?
Sekarang lagi ikut 3 Dara. Syutingnya sudah selesai. Filmnya luar biasa. Memberikan pengalaman baru untuk saya. Dari film 3 Dara ketemu juga sama Eyang Titiek Puspa. Sesudah ketemu langsung di 3 Dara itu luar biasa.
Apanya yang luar biasa?
Dia akting bagus banget, naskah hafal semua, improvisasi luar biasa. Itu anak muda jadi malu melihatnya.
Apakah Titiek Puspa menjadi sosok panutan sekarang?
Ya. Saya ingin seperti Titiek Puspa. Meskipun tua bukan berarti akting mesti seadanya saja. Eyang Titiek 80 tahun tapi aktingnya total.
Pertimbangan memilih film darimanya?
Aku keseringan milih film dari naskah, dari cerita dan karakternya. Karakter dan cerita itu ibaratnya Al Quran-nya lah kalau misal bikin film. Jadi harus bener-bener kuat, kalau enggak keteteran. Soalnya gue lumayan menggebu-gebu, gue enggak mau passion gue tersalurkan di media yang salah.
Totalitas membuatmu dapat penghargaan?
Enggak sih. Yang kemarin aja enggak kepikiran sama sekali bener deh. Hehehe. Saya lebih puas kalau misalkan orang nonton film saya dan merasakan apa yang saya berusaha sampaikan. Seengaknya bisa menikmati.
Dapat penghargaan beban?
Enggak sih sama sekali enggak. Karena penghargaan itu bukan sebagai acuan buat saya. Jadi enggak pernah mau. Justru sampai sekarang masih sama aja. Saya masih mau mencoba film produksi kecil, produksi besar, sama aja. As long as fullfil my soul needs. Karena bagaimanapun saya mau terus berkarya dan belajar dari project yang saya jalanin.
Gairah untuk 3 Srikandi
Film Tara Basro terbaru yang akan diputar bulan Agustus adalah film 3 Srikandi. Dalam film ini Tara berperan sebagai salah satu pemanah yang mengharumkan nama Indonesia saat olimpeade 1988 di Korea Selatan. Mereka adalah tiga putri Indonesia yang menyumbangkan medali pertama dari Olimpiade.
Bagaimana awal Anda terlibat film 3 Srikandi?
Setiap anak dari awal keterlibatan aku di 3 Srikandi itu sangat menarik. Awalnya saya didekati produser dan sutradara, mereka cerita tentang 3 Srikandi. 3 perempuan Indonesia yang mempersembahkan mendali olimpiade pertama bagai Indonesia. Saya pikir seru kalau ikut film ini. memberitahu generasi saya yang sekrng mungkin sudh tidak tahu sejarah olahraga kita.
Bagaimana latihan akting disini?
Saya latihan jadi panahan untuk akting ini. Atlet Indonesia sangat disiplin dan berapi-api banget semangatnya. Memerankan altet dari Sulawesi Selatan juga senang. Karena saya ada darah bugis juga.
Untuk bisa manah itu butuh latihan keras. Karena beda-beda jenis panahnya. Yang panah untuk di Olimpiade itu lebih berat. untuk bisa narik busurnya butuh latihan fisik yang berat. Saat itu memang suka olahraga jadi kekejarlah.
Bagaimana mendapat chemistry antar pemain?
Kami latian sama putra Donald Pandiangan yang sekarang diperankan Reza Rahadian. Jadi nggak cuma latihan fisik. Tapi juga cerita-cerita Donald seperti apa saat mengajar 3 Srikandi. Ini treatment beda, biasanya sama Reza disayang-sayang aku, ini kerjaannya diomelin melulu.
Adegan paling berkesan?
Tim panahan itu tim underdog, nggak dilirik tapi berprestasi. jadi pas adegan pengalungan medali itu bikin merinding. Saya tanya bagaimana rasanya pada pelatih.
"Kusuma kamu bayangin dianatra semua tim yang ada di seluruh dunia, kamu yang maju untuk ambil medali itu. Kamu yang wakilin Indonesia. Mama papa pasti bangga melihat kamu dari atas," gitu katanya. wah merinding langsung.
Sempat ada pergantian pemain dari Dian Sastrowardoyo ke Bunga Citra Lestari. Nggak kaget?
Kalau awalnya sudah sempat latihan banyak sama Dian. Untungnya BCL bisa cepat masuk dan orangnya asyik juga. Jadi aku dan chelsea cepat untuk dapat sampai kompaknya. Kami sering keluar bareng jalan-jalan bareng. tapi karena lebih sering latihan bareng ya jadi kompak.
Beban nggak main film ini?
Tanggungjawab main film ini sangat besar. Bagaimana atlet juga harus dapat dukungan pada semua pihak. Mudah-mudahan yang nonton semangat lagi untuk latihan.
Harapan buat anak muda?
Berharapnya sih anak muda tertarik, alangkah baiknya. Mungkin anak muda dan seangkatan gue nonton 3 Srikandi just because mereka pikir ada 3 cewek main panah. Bukan karena soal 3 Srikandi yang dulu ini. Penginnya juga Indonesia semangat lagi dengan para atletnya dan didukung.
Harapan buat pemerintah?
Harapannya pemerintah enggak usah jauh-jauh deh, menyediakan tempat yang layak aja sih. Soalnya lapangan panahan itu kasihan banget. Sering dipakai main bola ama orang. Kalau kemarin untuk atlet-atletnya sendiri dari pemerintah kayaknya udah melakukan kebijakan untuk atlet yang udah pensiun. They'll get better in the future.
Kapok gak main film kek 3 Srikandi lagi? Karena sampai lecet-lecet?
Kapok sih enggak, tapi mungkin sebenarnya pressure-nya sangat berat untuk memainkan karakter yang orangnya masih ada, jadi lumayan deg-degan. Enggak kapok, mungkin mau lagi di masa depan.
Tara Basro menandai dirinya sendiri dengan film-film yang menjanjikan. Tak heran jika ke depan setiap peran yang dilakoninya akan membuat penonton penasaran. Dengan semangat menggebu dan niat belajar seperti anak kecil di taman bermain, bersiaplah mendapatkan kejutan dari akting Tara Basro ke depan.