Fimela.com, Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) di Salemba, Jakarta Pusat. Hari itu 18 Agustus 1980. Para mahasiswa baru itu mulai memadati kampus tersebut. Sebagai senior, Boyke Dian Nugraha tampak sibuk memperhatikan juniornya. Seraut wajah cewek cantik terlintas dalam pandangannya. Ia bernama Ferry Lasemawati.
“Saat itu saya sudah tingkat lima, sebentar lagi saya akan lulus dokter. Jadi, saya perlu nyari pacar yang serius,” kenang Boyke kepada Bintang.com di ruang kerjanya di Tebet Timur Dalam, Jakarta Selatan, Kamis (7/4/2016).
Advertisement
Baca Juga
Sebagai senior, tentu saja, Boyke memberi perhatian serius pada juniornya yang sangat istimewa itu. Berbagai upaya dilakukan Boyke untuk mencuri perhatian Ferry. Boyke membantu Ferry saat mahasiswi baru itu mengalami penggojlokan oleh senior-seniornya. Ia menyelipkan permen di sepiring bubur yang rasanya pahit luar biasa dan harus disantap Ferry.
Selain itu, saat Ferry harus memasuki kamar mayat, Boyke juga menganjurkan Ferry untuk berdoa agar terhindar dari ketakutan yang berlebihan. Namun, hal yang jauh lebih penting adalah mengantar Ferry pulang.
“Saya meminta dia untuk membaca Surat Yasin. Hal itu agar membuat dia tenang. Karena saat masuk kamar ia hanya membawa lilin. Bisa dibayangkan bagaimana takutnya orang masuk ke kamar mayat,” jelas lelaki kelahiran Bandung, 14 Desember 1956 itu.
Selain itu, Boyke juga mengantarkan pulang Ferry usai menjalani pekan orientasi mahasiswa (Posma) baru. Ibunda Ferry, Ini Hermini. Ia lalu berpesan agar anaknya harus jadi dokter. "Bisa dibayangkan, mereka khawatir jika anaknya tak menjadi dokter," kata Boyke.
Advertisement
Menikah dan Bertugas
Dua tahun setelah pacaran, Boyke dan Ferry bertunangan, tepatnya di hari ulang tahun Ferry yang ke-21, 20 Februari 1982. Setelah itu Boyke bertugas di Puskesmas Palas, Lampung, selama tiga tahun sembilan bulan. Di sana ia meraih gelar sebagai Dokter Puskesmas Teladan Provinsi Lampung pada 1985.
"Kami menjalani pacaran jarak jauh. Dia di Jakarta, sedangkan saya di Lampung. Saya komunikasinya lewat surat saja. Secara kebetulan, dekat puskesmas saya ditempatkan ada kantor pos. Selain surat ia juga mengirimkan saya makanan," ungkap Boyke.
Sepulang Boyke dari Lampung, Ferry mengantungi gelar dokter. Setelah kurang-lebih lima tahun pacaran, mereka memutuskan untuk menikah. Kali ini bertepatan dengan hari ulang tahun Boyke yang ke-29, 14 Desember 1985 di Gedung Kartika Eka Paksi di Jakarta Selatan.
"Pemilihan itu sebenarnya agar mudah diingat saja," jelasnya.
Dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai tiga orang anak. Mereka adalah Dhima Paramitha, Dhila Puspitha, dan Dhitya Prasetya. Saat masih memiliki dua anak, Boyke bertugas sebagai dokter kandungan di RSU Masamba, Luwuk, Sulawesi Selatan, selama 1,5 tahun.
"Lokasinya terpencil dan jauh. Saya pun harus berkomunikasi melalui surat kepada istri saya untuk mengetahui kabar anak-anak," kata Boyke.
Waktu untuk Keluarga
Sepulang dari Luwu, Boyke mulai menjuruskan minatnya pada masalah seks. Tak tanggung-tanggung ia mengikuti sejumlah kursus tentang seks di Belanda, Australia, Singapura, dan Jepang. Hal tersebut mendapat dukungan yang sangat besar dari istri tercintanya. Dukungan yang sama Ferry berikan saat Boy melanjutkan studinya dengan mengambil spesialisasi Obstetri Ginekologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Dukungan yang penuh juga diberikan istri dan anak-anaknya. Selain menekuni profesinya, ia juga menulis beberapa buku yang berkaitan dengak seks. Beberapa di antaranya Misteri Seputar Organ Intim, Problema Seks dan Organ Intim, Problema Seks dan Cinta Remaja.
Di tengah kesibukannya, Boyke dan Ferry tetap meluangkan waktu untuk ana-anaknya. Bagaimana pun figur seorang ayah dan ibu sangat dibutuhkan dalam rumah tangga. Oleh karena itu, siapa yang cepat pulang lebih dulu, maka dia yang harus memberi waktu pada anak.
Sebagai muslim, bagi Boyke, dalam keluarga harus memegang betul prinsip pernikahan yang sakinah, mawadah, dan warahmah. "Sakinah artinya tenang, tentram, mawaddah artinya cinta, harapan, serta warahmah artinya kasih sayang. Satu lagi amanah. Jadi, dalam pernikahan itu yang selalu kami pegang," jelas peraih Magister Administrasi Rumah Sakit dari Fakultas Pascasarjana UI.