Sukses

Entertainment

Review Ngenest, Ketika Ras Jadi Permasalahan Hidup

 

Fimela.com, Jakarta Jenis Film : Komedi

Produksi : Starvision

Produser : Chand Parwez Servia, Fiaz Servia

Sutradara : Ernest Prakasa

Penulis : Ernest Prakasa

Pemain : Ernest Prakasa, Morga Oey, Lala Karmela, Ferry Salim, Olga Lidya

Durasi : 91 menit

 

Sinopsis:

Ernest (Kevin Anggara/Ernest Prakasa) tidak pernah memilih bagaimana ia dilahirkan. Tapi nasib menentukan, ia terlahir di sebuah keluarga China. Tumbuh besar di masa Orde Baru dimana diskriminasi terhadap etnis China masih begitu kental. Bullying menjadi makanan sehari-hari.

Ia pun berupaya untuk berbaur dengan teman-teman pribuminya, meski ditentang oleh sahabat karibnya, Patrick (Brandon Salim/Morgan Oey). Sayangnya berbagai upaya yang ia lakukan tidak juga berhasil, hingga Ernest sampai pada kesimpulan bahwa cara terbaik untuk bisa membaur dengan sempurna adalah dengan menikahi seorang perempuan pribumi.

Ketika kuliah di Bandung, Ernest berkenalan dengan Meira (Lala Karmela). Meski melalui tentangan dari Papa Meira (Budi Dalton), tapi akhirnya mereka berpacaran. Dan kemudian menikah, dengan adat Cina, demi membahagiakan Papa dan Mama Ernest (Ferry Salim dan Olga Lidya).

Berhasil menikah dengan perempuan pribumi ternyata tidak menyelesaikan pergumulan Ernest. Ia mulai dirundung ketakutan, bagaimana jika kelak anaknya terlahir dengan penampilan fisik persis dirinya? Lalu harus mengalami derita bullying persis dirinya? Ketakutan ini membuat Ernest menunda-nunda untuk memiliki anak dan memicu konflik antara Ernest dan sang istri.

Review:

Film Ngenest: Kadang hidup perlu ditertawakan merupakan film pertama Ernest Prakasa. Ia mengawali karirnya sebagai stand-up comedian dan penulis, seperti halnya Raditya Dika. Namun, film ini berbeda dengan film-film Raditya Dika yang ceritanya selalu berkutat pada masalah percintaan atau mencari jodoh. Film garapan Ernest Prakasa ini cenderung memiliki makna yang lebih dalam karena menyinggung masalah sosial.

Ngenest bisa dibilang merupakan curahan hati (curhat)Ernest yang semasa hidupnya merasa diperlakukan “tidak adil” lantaran lahir dari keturunan Tionghoa. Curhatan ini sebelumnya sudah ia tuangkan dalam bentuk buku berjudul sama yang berkonsep trilogi.

Ngenest banyak sekali menampilkan fakta-fakta yang sering terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat. Mulai dari kebiasaan mengejek seseorang karena tampilan fisik mereka, hingga kebiasaan menilai sikap seseorang berdasarkan suku ataupun agama mereka. Dengan kata lain, film ini sebenarnya ingin menyentil orang-orang yang sering berlaku demikian, namun dengan cara yang halus sehingga tidak sampai menyinggung perasaan.

Secara cerita, Ngenest memiliki alur maju, dengan bagian pembuka dan penutup yang sangat berirama. Ya, film ini mengawali dan mengakhiri kisahnya dengan peristiwa kelahiran. Tahap demi tahap kehidupan Ernest pun dipaparkan dengan rapih dan berkesinambungan; mulai dari masa SD, SMP, SMA, Kuliah, hingga menjadi karyawan.

Akting yang ditampilkan para pemerannya juga cukup meyakinkan. Penonton bisa merasakan chemistry antara Ernest dan Lala. Sementara Morgan, tak disangka-sangka juga mampu melucu. Penampilan sejumlah komika, walaupun singkat, tentunya juga menjadi kekuatan film ini.

Singkatnya, Ernest berhasil mengemas sebuah isu yang cukup sensitif (bermuatan SARA) menjadi tontonan yang sangat menggelitik dan menghibur.

Adegan film Ngenest. Foto: Youtube

Adegan film Ngenest. Foto: Youtube

Adegan film Ngenest. Foto: Youtube

Adegan film Ngenest. Foto: Youtube

Adegan film Ngenest. Foto: Youtube

 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading