Fimela.com, Jakarta Film Silet di Belantara Digoel Papua menang meraih penghargaan Piala Maya 2015 Kategori Film Daerah Terpilih. Film produksi PT. Foromoko Matoa Indah Film dengan arahan sutradara Henry W. Muabuay itu mengangkat kisah nyata dokter yang menantang maut melakukan operasi sesar dengan silet di belantara Digoel Papua sekitar tahun 1990-an.
Film ini diasaptasi dari kisah nyata menceritakan pergumulan dan perjuangan dokter muda yang ditempatkan di puskesmas pedalaman Papua, yang berupaya menyelamatkan dua nyawa, yakni ibu dan bayinya. Pertaruhan yang luar biasa. Bukan hanya hidup mati pada pasiennya, tapi juga hidup mati dokternya karena kondisi hutan dengan tidak ada bius untuk operasi, peralatan terbatas, tidak ada tenaga dokter yang memadai jadi melakukan operasi sesar dengan memakai silet.
Advertisement
Baca Juga
- Tulis Pesan Bahasa Indonesia, Henry Super Junior-M Ngaku Jomblo
- MV 'Me Gustas Tu' GFriend Capai 10 Juta Viewers
- Temui Pia Alonzo Wurtzbach, Miss Universe 2015 Sesungguhnya
"Film ini digarap 100 persen oleh putra-putra Papua," kata Produser Pelaksana FX Purnomo. Kondisi alam Papua yang cukup susah untuk dijangkau menjadi kendala utama film ini.
"Team Produksi Film Silet di Belantara Digoel Papua melakukan perjalanan dari kabupaten Merauke ke kabupaten Boven Digoel yang ditempuh dengan perjalanan darat selama 10 jam. Lokasi shooting-nya menggunakan set artistik yang riil dengan tempat kejadian di tahun 90-an, yaitu berupa puskesmas yang dulu digunakan untuk operasi sesar menggunakan silet," katanya.
“Pemain utama adalah dokter John Manangsang, pelaku sejarahnya. Dibantu para suster dari puskesmas Boven Digoel. Bahkan ada beberapa suster yang dulu terlibat dalam operasi ikut bermain. Jadi film ini digarap apa adanya, sama dengan peristiwa tahun 90-an dahulu,” Imbuhnya.
Adapun John Manangsang sebagai pelaku sejarah, membeberkan manfaatnya produksi film tersebut yang mengangkat kejadian itu 25 tahun yang lalu untuk hari ini dan masa depan. Fakta membuktikan dari 25 tahun lalu dengan tahun sekarang, bahwa di Papua angka kematian ibu dan bayi sekarang semakin tinggi dan menduduki rangking nomer satu di Indonesia.
“Padahal, kalau kita lihat jaman dulu, tenaga dokter spesial ibu dan anak belum banyak di Papua di satu propinsi bisa dihitung dengan jari hanya satu-dua dokter. Sekarang di tiap kabupten ada satu hingga empat dokter. Rumah sakit sekarang ada dimana-mana, “ terang John Manangsang.