Fimela.com, Jakarta Yayasan Pembina Model Indonesia (YAPMI) yang juga menjadi juga sempat melahirkan model-model senior ternama seperti Anya Dwinov, Arzetti Bilbina, Desainer Yudhistira dan masih banyak lainnya tengah mengalami masalah kasus penipuan.
Dalam hal ini, kasus penipuan dilakukan pihak Rizqi Firmansyah selaku Direktur PT Pradana yang melakukan kerjasama dengan YAPMI saat menggelar audisi model di 34 provinsi di Indonesia pada Februari hingga September 2015. Di mana pihak YAPMI merasa dirugikan lantaran pihak PT Pradana ingkar janji memberikan uang sebesar Rp1 Miliar untuk pembiayaan audisi di kota-kota Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Iwan Setiawan, Ketua Yapmi Pusat menceritakan kronologi masalah tersebut kepada insan pers dan berharap kejadian yang dialaminya tak dialami orang lain.
Advertisement
"Jadi gini, peristiwa tahun 2015 di Indonesian Top Model yang menggelar audisi di berbagai daerah di Indonesia. Kami (YAPMI), dijanjikan pihak PT Pradana yang dipimpin Rizqi Firmansyah dengan memberikan uang sebesar Rp10 Miliar yang akan dibagikan kepada 10 pasang finalis Indonesian Top Model yang terpilih. 10 finalis tersebut dijanjikan juga akan diberangkatkan ke Australia. Tidak hanya itu, kontrak kerjasama dengan YAPMI dengan total Rp. 13 Miliar pun hingga kini hanya isapan jempol belaka," jelas Iwan Setiawan ditemui Bintang.com di kantor YAPMI, di Rawamangun, Jakarta Timur (12/11/2015).
Lantaran kontrak kerjasama tidak terbayarkan, YAPMI merasa dirugikan dan merasa ditipu. Pasalnya, hadiah untuk para pemenang Indonesian Top Model tahun 2015 pun menjadi terbengkalai.
Demi mencari keadilan mengenai masalah ini, Iwan Setiawan menggandeng kuasa hukum, Pieter Ell untuk bisa masuk ke ranah hukum dan memperkarakan masalah tersebut di Polda Metro Jaya. Pada laporan pertamanya, Iwan Setiawan sudah terlebih dahulu melaporkan masalah ini, namun tidak mendapat respon dari kepolisian. Bahkan, justru Iwan Setiawan dilaporkan Rizqi Firmansyah dengan laporan telah mendapat pemerasan dari pihak YAPMI. "Tanggal 10 November 2015, kami diminta YAPMI untuk mendampingi menghadapi persoalan hukum," kata Pieter Ell.
"Pertama, terkait kerjasama antara Yapmi dengan PT Pranada Indo, kerjasamanya 28 Maret 2015 nilai kontraknya 13M. Kerjasama nya dengan Rizqi Firmansyah selaku Direktur PT Pranada. Semua biaya yang dijanjikan Pranada tidak pernah dicairkan ke Yapmi, dan YAPMI sudah melaporkan ke Polda pada 16 Juni 2015. Lalu, pada tanggal 7 Juli 2015, Rizqi Firmanysyah membuat pernyataan akan melunasi hutang tersebut, tapi tidak ada itikad baik dan klien kami rugi 13 M," tutur Pieter Ell membacakan kronologisnya.
Lebih lanjut, lantaran tidak ada itikad baik dari pihak Rizqi, Iwan Setiawan berserta kuasa hukumnya, Pieter Ell berencana kembali melaporkan yang bersangkutan dan menambah pasal pencemaran nama baik. "Dia (Rizqi) malahan melaporkan balik bahwa klien kami dibilang melakukan pemerasan. Terkait hal ini, langkah selanjutnya kami tempuh upaya hukum, di polda laporannya sudah ada. Kami datangi Polda akan mempertanyakan keadilan," tandas Pieter Ell.